Wednesday, September 10, 2014

Ternyata Mohammad Natsir Anti Demokras

Penulis : Amriadi
E-Mail: amriadicyber@gmail.com
Mahasiswa KPI STID Moh. Natsir
Mohammad Natsir, Seorang tokoh perjuangan Kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah Teroris Belanda. Diantara jasanya untuk membawa kemerdekaan adalah berdirinya Negara Republik Indonesia melalui Mosi Integralnya, sebelum berdirinya NKRI Negara Indonesia sudah terkotak-kotak menjadi beberapa bagian yang dikenal dengan Republik Indonesia Serikat (RIS), tapi siapa yang mampu membentuk Negara ini yang telah terpecah-pecah itu. Tapi seorang Da’I Ilallah dengan izin Allah dan ramatnya Negara ini dapat disatukan kembali oleh pak Natsir.
Namun ulama yang sangat berjasa ini tidak dikenal oleh masyarakat Indonesia, bahkan jarang terdapat dalam buku-buku sejarah kemerdekaan Indonesia. Pak Natsir juga baru diakui sebagai tokoh pahlawan Nasional pada tahun 2008 kemarin. Sangat disayangkan negarawan Indonesia sangat buta akan sejarah pembentukan Negara. Disisi lain beliau juga merintis sekolah-sekolah pendidikan Islam serta Universitas yang dibelakangnya ditambah Islam salah satu contoh adalah UII (Universitas Islam Indonesia) dan lain-lain, perjuangan tidak berakhir sampai disin tapi beliau juga mendirikan masjid-masjid didekat kampus salah satunya masjid di ITB (Instistut Teknologi Bandung) supaya mahasiswa tidak lupa akan yang maha kuasa.
Kembali lagi kepada perjuangan beliau dimasa kemerdekaan dengan Partai Masyumi dalam membentuk Negara berdasar Islam. Pak Natsir sangat menginkan Negara berdasarkan Islam dan mati-matian memperjuangkan di rapat Konstituante bahwa Islam sebagai dasar Negara dikarenakan Islam bukan saja mengatur antara manusia dengan rabbnya tetapi juga mengatur tata cara hidup bermasyarakat dan bernegara, kemudian dengan tegas mengatakan dilam rapat komisi 1, sangat menyayangkan jika harus mengesampingkan umat yang manyoritas di Indonesia yang begitu berjasa. [1]
Walaupun hal ini tidak berhasil diwujudkan oleh pak Natsir dan teman-temannya memberikan sebuah gambaran kepada kita bahwa beliau anti terhadap Demokrasi, seandainya beliau setuju dengan demokrasi tentunya tidak akan sehebat itu memperjuangkannya. Kata yang sangat jelas beliau ungkapkan sendiri Islam bukan demokrasi 100%, bukan pula teokrasi 100%. Islam itu, ya Islam.[2] Hal inilah yang membuat beliau berbalik arah atas kekalahannya di rapat Konstituante, menyampaikan berijtihad pada Demokrasi Theistik, supaya umat Islam tidak terpecah-belah karena ketidak berhasilan membentuk Negara berdasarkan Islam.
Adapun yang dimaksud demokrasi theistik adalah demokrasi yang berlandaskan kepada nilai-nilai ketuhanan atau yang menurut pak Natsir, demokrasi theistik adalah “negara yang berdasarkan Islam”.[3] Walau demokrasi theistic juga tidak bisa diwujubkan sebagaimana yang dimaksud oleh pak Natsir. Dengan adanya ijtihad ini umat Islam Indonesia akhirnya hilang keinginan untuk membentuk Negara berdasarkan Islam, walaupun dalam pancasila sila yang ke 4 dengan jelas tertera Negara Musyawarah bukan berdasarkan demokrasi.
Perjuangan Mohammad Natsir dalam mengusulkan atau dalam memperdebatkan Islam sebagai dasar Negara perlu dicap jempol atas keberanian beliau untuk umat Islam agar syariat bisa ditegakkan dalam konstitusi, karena dibandingkan kita hanya berdiam diri saja, tanpa mengusul apa-apa untuk terwujudnya syariat Islam secara kaffah. Selanjutnya predikat orang terdahulu memang harus diakui kepandainya dibandingkan kita sekarang ini dan kalau mereka salah kita harus menghormati mereka. Kalau orang dahulu kita katakana bodoh maka orang terdahulu hanya mampu menciptakan huruf hijaiyah dari Alif (ا) sampai ya (ي) saja, jika ada yang menantang silahkan tambah satu huruf hijaiyah saja jangan sampai ya. Begitu juga dengan huruf-huruf seperti A, B, C sampai Z ini karangan orang terdahulu sehingga bisa memudahkan kita dalam menyusun kalimat sampai sekarang, maka siapa yang merasa lebih pandai dari itu buatlah huruf lain selain A-Z, hal inilah yang harus kita akui bahwa nenek moyang kita tidak sebodoh yang kita pikirkan.
Begitu juga dengan pak Natsir, pak Natsir hanya mampu mengusulkan dikarenakan beliau hanya manteri penerangan sedangkan jabatan tertinggi ada pada orang lain yang anti kepada syariat Allah l.hal ini patut membuat kita untuk selalu bersyukur kepada yang telah memciptakan 7 lapis bumidan 7 lapis langit tanpa tiang.
“Kesimpulan: kalau demokrasi sesuai dengan asas ke Islaman pastinya pak Natsir tidak akan memperjuangkan asas Islam di rapat Kunstituante, kan demokrasi sudah sesuai syariat dan beliau tau bahwa demokrasi itu tidak sesuai syariat Islam makanya beliau perjuangkan hal itu”






[1] Mohammad Natsir, Islam Sebagai Dasar Negara,Jakarta: Media Da’wah, 2000 hal. 59
                [2] M. Natsir, Kapita Selecta I, Jakarta: Bulan Bintang Abadi, 2008, hal. 552.
                [3] M. Natsir, Islam Sebagai Dasar Negara, Jakarta: Dewa Da’wah Islamiyah Indonesia, 2000, hal. 89.

SHARE THIS

Author:

Penulis merupakan penulis bebas dan juga penggiat blockchain dan Cryptocurrency. Terima Kasih sudah berkunjung ke Blog Saya, bebas copy paste asal mencantumkan sumber sebagaimana mestinya.

0 comments: