
Penulis : Amriadi
E-Mail: amriadicyber@gmail.com
Mahasiswa KPI STID Moh. Natsir
Mohammad Natsir,
Seorang tokoh perjuangan Kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah Teroris
Belanda. Diantara jasanya untuk membawa kemerdekaan adalah berdirinya Negara
Republik Indonesia melalui Mosi Integralnya, sebelum berdirinya NKRI Negara
Indonesia sudah terkotak-kotak menjadi beberapa bagian yang dikenal dengan
Republik Indonesia Serikat (RIS), tapi siapa yang mampu membentuk Negara ini
yang telah terpecah-pecah itu. Tapi seorang Da’I Ilallah dengan izin Allah dan
ramatnya Negara ini dapat disatukan kembali oleh pak Natsir.
Namun ulama yang sangat
berjasa ini tidak dikenal oleh masyarakat Indonesia, bahkan jarang terdapat
dalam buku-buku sejarah kemerdekaan Indonesia. Pak Natsir juga baru diakui
sebagai tokoh pahlawan Nasional pada tahun 2008 kemarin. Sangat disayangkan
negarawan Indonesia sangat buta akan sejarah pembentukan Negara. Disisi lain
beliau juga merintis sekolah-sekolah pendidikan Islam serta Universitas yang
dibelakangnya ditambah Islam salah satu contoh adalah UII (Universitas Islam Indonesia)
dan lain-lain, perjuangan tidak berakhir sampai disin tapi beliau juga
mendirikan masjid-masjid didekat kampus salah satunya masjid di ITB (Instistut
Teknologi Bandung) supaya mahasiswa tidak lupa akan yang maha kuasa.
Kembali lagi kepada
perjuangan beliau dimasa kemerdekaan dengan Partai Masyumi dalam membentuk
Negara berdasar Islam. Pak Natsir sangat menginkan Negara berdasarkan Islam dan
mati-matian memperjuangkan di rapat
Konstituante bahwa Islam sebagai dasar Negara dikarenakan Islam bukan saja mengatur antara
manusia dengan rabbnya tetapi juga mengatur tata cara hidup
bermasyarakat dan bernegara, kemudian dengan tegas mengatakan dilam rapat
komisi 1, sangat menyayangkan jika harus mengesampingkan umat yang manyoritas
di Indonesia yang begitu berjasa. [1]
Walaupun hal ini
tidak berhasil diwujudkan oleh pak Natsir dan teman-temannya memberikan sebuah
gambaran kepada kita bahwa beliau anti terhadap Demokrasi, seandainya beliau
setuju dengan demokrasi tentunya tidak akan sehebat itu memperjuangkannya. Kata
yang sangat jelas beliau ungkapkan sendiri Islam bukan demokrasi 100%, bukan
pula teokrasi 100%. Islam itu, ya Islam.[2] Hal
inilah yang membuat beliau berbalik arah atas kekalahannya di rapat Konstituante, menyampaikan berijtihad pada Demokrasi Theistik,
supaya umat Islam tidak terpecah-belah karena ketidak berhasilan membentuk
Negara berdasarkan Islam.
Adapun
yang dimaksud demokrasi theistik
adalah demokrasi yang berlandaskan kepada
nilai-nilai ketuhanan atau yang menurut pak Natsir, demokrasi theistik adalah “negara yang berdasarkan Islam”.[3]
Walau demokrasi
theistic juga tidak bisa diwujubkan sebagaimana yang dimaksud oleh pak Natsir.
Dengan adanya ijtihad ini umat Islam Indonesia akhirnya hilang keinginan untuk
membentuk Negara berdasarkan Islam, walaupun dalam pancasila sila yang ke 4
dengan jelas tertera Negara Musyawarah bukan berdasarkan demokrasi.
Perjuangan Mohammad Natsir
dalam mengusulkan atau dalam memperdebatkan Islam sebagai dasar Negara perlu
dicap jempol atas keberanian beliau untuk umat Islam agar syariat bisa
ditegakkan dalam konstitusi, karena dibandingkan kita hanya berdiam diri saja,
tanpa mengusul apa-apa untuk terwujudnya syariat Islam secara kaffah.
Selanjutnya predikat orang terdahulu memang harus diakui kepandainya
dibandingkan kita sekarang ini dan kalau mereka salah kita harus menghormati
mereka. Kalau orang dahulu kita katakana bodoh maka orang terdahulu hanya mampu
menciptakan huruf hijaiyah dari Alif (ا) sampai ya (ي) saja, jika ada yang menantang
silahkan tambah satu huruf hijaiyah saja jangan sampai ya. Begitu juga dengan
huruf-huruf seperti A, B, C sampai Z ini karangan orang terdahulu sehingga bisa
memudahkan kita dalam menyusun kalimat sampai sekarang, maka siapa yang merasa
lebih pandai dari itu buatlah huruf lain selain A-Z, hal inilah yang harus kita
akui bahwa nenek moyang kita tidak sebodoh yang kita pikirkan.
Begitu juga dengan pak Natsir, pak Natsir
hanya mampu mengusulkan dikarenakan beliau hanya manteri penerangan sedangkan
jabatan tertinggi ada pada orang lain yang anti kepada syariat Allah
.hal
ini patut membuat kita untuk selalu bersyukur kepada yang telah memciptakan 7
lapis bumidan 7 lapis langit tanpa tiang.

“Kesimpulan: kalau demokrasi sesuai dengan asas ke Islaman
pastinya pak Natsir tidak akan memperjuangkan asas Islam di rapat Kunstituante,
kan demokrasi sudah sesuai syariat dan beliau tau bahwa demokrasi itu tidak
sesuai syariat Islam makanya beliau perjuangkan hal itu”
0 comments:
Post a Comment