PAYUNG HUKUM
TAP MPRS
K
E T E T A P A N
MAJELIS
PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA
REPUBLIK
INDONESIA
No.
XXV/MPRS/1966
TENTANG
PEMBUBARAN
PARTAI KOMUNIS INDONESIA, PERNYATAAN
SEBAGAI
ORGANISASI TERLARANG DISELURUH WILAYAH
NEGARA
REPUBLIK INDONESIA BAGI PARTAI KOMUNIS
INDONESIA
DAN LARANGAN SETIAP KEGIATAN UNTUK
MENYEBARKAN
ATAU MENGEMBANGKAN FAHAM ATAU AJARAN
KOMUNISME/MARXISME-LENINISME
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MAJELIS
PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA
REPUBLIK
INDONESIA
Menimbang
:
a. Bahwa
faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme pada inti hakekatnya
bertentangan dengan Pancasila;
b. Bahwa
orang-orang dan golongan-golongan di Indonesia yang menganut faham atau ajaran
Komunisme/Marxisme-Lenninisme, khususnya Partai Komunis Indonesia, dalam sejarah
Kemerdekaan Republik Indonesia telah nyata-nyata terbukti beberapa kali
berusaha merobohkan kekuasaan Pemerintah Republik Indonesia yang sah dengan
jalankekerasan.
c. Bahwa
berhubung dengan itu, perlu mengambil tindakan tegas terhadap Partai Komunis
Indonesia dan terhadap kegiatan-kegiatan yang menyebarkan atau mengembangkan faham
atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme;
Mengingat : Undang-Undang Dasar
1945 Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 2 ayat (3);
Mendengar
: Permusyawaratan
dalam rapat-rapat MPRS dari tanggal 20 Juni 1966 sampai
dengan 5 Juli 1966.
M
E M U T U S K A N :
Menetapkan:
KETETAPAN
TENTANG PEMBUBARAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA, PERNYATAAN SEBAGAI ORGANISASI TERLARANG
DISELURUH WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN LARANGAN SETIAP KEGIATAN UNTUK
MENYEBARKAN ATAU MENGEMBANGKAN FAHAM ATAU AJARAN KOMUNISME/MARXISMELENINISME.
Pasal
1
Menerima
baik dan menguatkan kebijaksanaan Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia/Pemimpin Besar Revolusi/ Mandataris Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara, berupa pembubaran Partai Komunis Indonesia,
termasuk semua bagian organisasinya dari tingkat pusat sampai kedaerah beserta
semua organisasi yang seazas/ berlindung/bernaung dibawahnya dan pernyataan
sebagai organisasi terlarang diseluruh wilayah kekuasaan Negara Republik
Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia, yang dituangkan dalam Keputusannya
tanggal 12 Maret 1966 No. 1/3/1966, dan meningkatkan kebijaksanaan tersebut
diatas menjadi Ketetapan MPRS.
Pasal
2
Setiap
kegiatan di Indonesia untuk menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran
Komunisme/ Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, dan
penggunaan segala macam aparatur serta media bagi penyebaran atau pengembangan
faham atau ajaran tersebut, dilarang.
Pasal
3
Khususnya
mengenai kegiatan mempelajari secara ilmiah, seperti pada Universitas-universitas,
faham Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam rangka mengamankan Pancasila, dapat
dilakukan secara terpimpin, dengan ketentuan, bahwa Pemerintah dan DPR-GR
diharuskan mengadakan perundang-undangan untuk pengamanan.
Pasal
4
Ketentuan-ketentuan
diatas, tidak mempengaruhi landasan dan sifat bebas aktif politik luar negeri
Republik Indonesia.
Ditetapkan
di : Jakarta
Pada
tanggal : 5 Juli 1966.
MAJELIS
PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA
REPUBLIK
INDONESIA
K
e t u a,
ttd.
(Dr.
A.H. Nasution)
Jenderal
TNI
Wakil
Ketua, Wakil Ketua
ttd.
ttd.
(Osa
Maliki) (H.M. Subchan Z.E.)
Wakil
Ketua, Wakil Ketua,
ttd.
ttd.
(M.
Siregar). (Mashudi)
Brig.Jen.
TNI
Sesuai
dengan aslinya
Administrator
Sidang Umum IV MPRS
ttd.
(Wilujo
Puspo Judo)
Maj.
Jen. T.N.I
PENJELASAN
K
E T E T A P A N
MAJELIS
PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA
REPUBLIK
INDONESIA
No.:
XXV/MPRS/1966.
1. Faham
atau ajaran Komunisme dalam praktek kehidupan politik dan kenegaraan
menjelmakan diri dalam kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan azas-azas dan
sendi-sendi kehidupan Bangsa Indonesia yang ber- Tuhan dan beragama yang berlandaskan
faham gotong royong dan musyawarah untuk mufakat.
2. Faham
atau ajaran Marx yang terkait pada dasar-dasar dan taktik perjuangan yang
diajarkan oleh Lenin, Stalin, Mao Tse Tung dan lain-lain mengandung benih-benih
dan unsur-unsur yang bertentangan dengan falsafah Pancasila.
3. Faham
Komunis/Marxisme-Leninisme yang dianut oleh PKI dalam kehidupan politik di
Indonesia telah terbukti menciptakan iklim dan situasi yang membahayakan
kelangsungan hidup Bangsa Indonesia yang berfalsafah Pancasila.
4. Berdasarkan
pertimbangan tersebut diatas maka adalah wajar, bahwa tidak diberikan hak hidup
bagi Partai Komunis Indonesia dan bagi kegiatankegiatan untuk memperkembangkan
dan menyebarkan faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
Keppres
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28 TAHUN 1975
NOMOR 28 TAHUN 1975
TENTANG
PERLAKUAN
TERHADAP MEREKA YANG TERLIBAT
G. 30. S/PKI
GOLONGAN C
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :bahwa dipandang perlu untuk lebih menertibkan peraturan-peraturan
yang berhubungan dengan perlakuan terhadap mereka yang terlibat G.30.S/PKI,
terutama yang menyangkut Golongan C, sehingga memudahkan para pelaksana dalam pengetrapannya.
Mengingat :
1.
Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945.
2.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3041).
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966, tentang
Pemberhentian/Pemberhentian Sementara Pegawai Negeri (Lembaran Negara Tahun
1966 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2797).
4.
Keputusan Presiden Nomor 300 Tahun 1968.
5.
Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan
Ketertiban.
M E M U T U S K A N
Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
TENTANG PERLAKUAN TERHADAP MEREKA YANG TERLIBAT G.30.S/PKI GOLONGAN C
Pasal 1
Dalam Keputusan Presiden ini yang
dimaksud dengan :
- Peristiwa
pemberontakan G.30.S/PKI adalah peristiwa pengkhianatan/ pemberontakan
yang dilancarkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) dan atau
pengikut-pengikutnya terhadap Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal
30 September 1965, termasuk gerakan/kegiatan persiapan serta gerakan
kegiatan lanjutannya.
- Golongan C
adalah mereka yang terlibat atau diduga terlibat secara tidak langsung
dalam peristiwa pemberontakan G.30.S/PKI.
- Golongan C
1, adalah Golongan C yang menurut antenseden yang ada, pernah terlibat
dalam "Peristiwa Madiun" dan setelah terjadinya peristiwa
pemberontakan G.30.S/PKI, baik dalam tindakan-tindakan maupun
ucapan-ucapannya cenderung untuk senantiasa menguntungkan sisa-sisa
G.30.S/PKI dan tidak secara tegas menentangnya walaupun menurut kondisi
dan kemampuan yang wajar dimungkinkan untuk menentangnya.
- Golongan C
2, adalah Golongan C yang menjadi anggota biasa bekas organisasi massa
terlarang yang seazas dengan/bernaung atau berlindung di bawah bekas PKI.
- Golongan C3,
adalah Golongan C yang bersimpati kepada G.30.S/PKI melalui sikap lahir,
perbuatan-perbuatan atau tulisan-tulisan, tapi tidak jelas peranannya
dalam kegiatan-kegiatan secara phisik peristiwa pemberontakan G.30.S/PKI.
- Instansi
Pemerintah adalah Departemen-departemen, Lembaga-lembaga Pemerintah Non
Departemen, Kesekretariatan Lembaga-lembaga Tinggi/Tertinggi Negara,
Aparatur Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dan
Perusahaan-perusahaan milik Negara.
Pasal 2
1) Apabila
terhadap mereka yang termasuk Golongan C perlu dilakukan penangkapan dan
penahanan untuk diproses lebih lanjut, maka perlu segera diadakan penyelesaian
sesuai dengan Pasal 3 dan 4 Keputusan Presiden ini.
2) Apabila
mereka yang termasuk Golongan C itu berstatus Pegawai Negeri, mereka dapat diberhentikan
sementara (diskors) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
sejak saat penahanannya sampai penentuan penggolongannya.
Pasal 3
Langkah penyelesaian selanjutnya terhadap mereka yang
termasuk Golongan C dilakukan dengan membebaskan dari tahanan segera setelah
dapat dilakukan penggolongannya menjadi Golongan C1, C 2, dan C 3 , dengan
disertai keputusan penggolongan dan pembebasannya.
Pasal 4
1) Selain
langkah penyelesaian yang dimaksud dalam Pasal 3, maka terhadap Pegawai Negeri termasuk
Pegawai/Karyawan Perusahaan milik Negara yang termasuk Golongan C dikenakan
tindakan administratif sebagai berikut :
a. Yang
termasuk Golongan C 1 diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri.
b. Yang
termasuk Golongan C 2 dan C 3 dapat dikenakan tindakan administratif lainnya
dengan memperhatikan berat ringannya keterlibatan mereka.
2) Ketentuan-ketentuan
tindakan administratif dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh:
a. Menteri
Pertahanan-Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sepanjang
mengenai Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
b. Kepala
Badan Administrasi Kepegawaian Negara sepanjang mengenai Pegawai Negeri Sipil
dan Pegawai/Karyawan Perusahaan milik Negara.
Pasal 5
Khusus bagi mereka yang termasuk Golongan
C2 dan C3 yang pada waktu berlakunya Keputusan Presiden ini masih
bekerja/dipekerjakan pada Instansi Pemerintah, berlaku ketentuan-ketentuan
sebagai berikut :
- Mereka
dapat terus bekerja/dipekerjakan pada Instansi Pemerintah disertai dengan
pembinaan dan pengawasan yang khusus sehingga menjadi warga negara yang
baik.
- Mereka
diberi kesempatan untuk memperbaiki diri sehingga apabila menunjukkan
hasil yang baik dapat tetap dipekerjakan.
- Apabila
mereka melakukan kegiatan yang membahayakan keamanan dan ketertiban
masyarakat dan Negara, kepada mereka dapat diadakan penindakan seperlunya
berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 6
1) Hal-hal
yang mengenai pelaksanaan Keputusan Presiden ini dan penyelesaian lebih lanjut
mengenai masalah yang berhubungan dengan pemberontakan G.30.S/PKI bagi Golongan
C, diatur oleh Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban
berdasarkan kebijaksanaan Keputusan Presiden ini.
2) Terhadap
mereka yang pada saat berlakunya Keputusan Presiden ini telah diberhentikan
berdasarkan radiogram dan Surat Telegram Komando Operasi Pemulihan Keamanan
dan Ketertiban Nomor TR-484/Kopkam/V/1973 tanggal 26 Mei 1973, STR-90/
Kopkam/VII/1974 tanggal 10 Juli 1974, STR-178/Kopkam/XI/1974 tanggal 25
Nopember 1974, diselesaikan pemberhentiannya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
7
Ketentuan-ketentuan yang telah
dikeluarkan sebelum ditetapkannya Keputusan Presiden ini, yang bertentangan
dengan Keputusan Presiden ini dinyatakan tidak berlaku.
Pasal
8
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 25 Juni 1975
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
S
O E H A R T O
JENDERAL TNI.
Kepres
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 1990
TENTANG
PENELITIAN KHUSUS BAGI PEGAWAI NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa dalam
pelaksanaan pembangunan nasional yang semakin meningkat, diperlukan
langkah-langkah guna mengamankannya dari segala ancaman, tantangan, hambatan,
dan gangguan serta sekaligus memberikan jaminan bagi terpeliharanya stabilitas
nasional dalam rangka terwujudnya tujuan pembangunan nasional tersebut;
b. bahwa dengan
memperhatikan peranan Pegawai Negeri Republik Indonesia dalam pelaksanaan
pembangunan nasional, diperlukan pula upaya untuk secara terus menerus
memelihara dan memantapkan kesetiaan dan ketaatan Pegawai Negeri Republik
Indonesia terhadap Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah;
c.
bahwa
langkah-langkah pemeliharaan dan pemantapan kesetiaan dan ketaatan aparatur
Negara terhadap Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah,
sekaligus merupakan upaya peningkatan kewaspadaan nasional terhadap ancaman,
tantangan, hambatan, dan gangguan dari bahaya laten komunis;
d. bahwa
sehubungan dengan itu, dan berkenaan dengan telah dibentuknya Badan Koordinasi
Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional, dipandang perlu menetapkan ketentuan
tentang penelitian khusus bagi Pegawai Negeri Republik Indonesia mengenai
keterlibatannya dalam G.30-S/PKI dan organisasi terlarang lainnya.
Mengingat:
1. Pasal 4 ayat
(1) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974
Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041);
3. Undang-undang
Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3369);
4. Keputusan
Presiden Nomor 29 Tahun 1988 tentang Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan
Stabilitas Nasional.
MEMUTUSKAN:
Dengan mencabut Keputusan Presiden Nomor 300 Tahun 1968.
Menetapkan:
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENELITIAN
KHUSUS BAGI PEGAWAI NEGERI REPUBLIK INDONESIA
Pasal 1
Dalam Keputusan Presiden ini yang dimaksud dengan Pegawai
Negeri Republik Indonesia, selanjutnya disebut Pegawai Negeri, adalah Pegawai
Negeri Sipil dan Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Pasal 2
(1) Untuk
penerimaan baru Pegawai Negeri dilakukan penelitian khusus, yaitu bahwa pelamar
yang bersangkutan tidak terlibat dalam Gerakan 30 September/Partai Komunis
Indonesia dan organisasi terlarang yang berkaitan dengan itu, yang selanjutnya
dalam Keputusan Presiden ini disingkat G.30 S/PKI dan organisasi terlarang
lainnya.
(2) Untuk
penerimaan baru prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Panglima
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dapat menetapkan persyaratan tambahan
sesuai dengan kebutuhan.
(3) Pemenuhan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) merupakan bagian
dari pemenuhan persyaratan penerimaan sebagaimana ditentukan dalam
Undang-undang mengenai kepegawaian dan Undang-undang mengenai prajurit Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia beserta peraturan pelaksanaannya.
Pasal 3
Penelitian khusus dilakukan lagi apabila kemudian
diperoleh bukti atau petunjuk baru mengenai keterlibatan calon Pegawai Negeri
atau Pegawai Negeri yang bersangkutan dalam G.30 S/PKI dan organisasi terlarang
lainnya.
Pasal 4
Hasil penelitian khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 dan Pasal 3 digunakan pula sebagai bahan mempertimbangkan pengangkatan
Pegawai Negeri yang bersangkutan dalam jabatan tertentu.
Pasal 5
(1) Penelitian
khusus sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden ini dilaksanakan secara
fungsional oleh Departemen, atau Lembaga Pemerintah Non Departemen, atau
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, atau Instansi Pemerintah
lainnya, atau Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
(2) Penelitian
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh pejabat pelaksana yang
diangkat dan diberhentikan oleh Menteri atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Departemen, atau Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, atau Instansi
Pemerintah lainnya, atau Gubernur/Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah yang
bersangkutan dengan tetap memperhatikan pembinaan karier pejabat pelaksana
tersebut.
(3)
Menteri, atau
Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, atau Kesekretariatan Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara, atau Instansi Pemerintah lainnya, atau
Gubernur/Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah yang bersangkutan bertanggung jawab
atas pelaksanaan penelitian khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 6
(1) Dalam hal terdapat
petunjuk mengenai keterlibatan Pegawai Negeri dalam G.30 S/PKI dan organisasi
terlarang lainnya, Menteri atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen,
atau Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, atau Instansi Pemerintah
lainnya, atau Gubernur/Bupati/Walikotamadya KDH mengirimkan hasil penelitian
khusus tersebut kepada Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia selaku
Ketua Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional (BAKORSTANAS)
dalam rangka mengkoordinasikan penetapan penggolongan atau klasifikasi
keterlibatannya.
(2) Menteri, atau
Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, atau Kesekretariatan Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara, atau Instansi Pemerintah lainnya, atau
Gubernur/Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah menetapkan penggolongan atau
klasifikasi keterlibatan Pegawai Negeri dalam G.30 S/PKI dan organisasi
terlarang lainnya serta mengambil tindakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku sesuai dengan penggolongan atau klasifikasi
tersebut.
(3) Panglima
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia mengambil tindakan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) apabila Pegawai Negeri yang bersangkutan adalah prajurit
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Pasal 7
(1) Pembinaan
pelaksanaan penelitian khusus di Departemen, atau Lembaga Pemerintah Non
Departemen, atau Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, atau Instansi
Pemerintah lainnya, atau Pemerintah Daerah dilakukan oleh Panglima Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia selaku Ketua BAKORSTANAS.
(2 Dalam rangka
pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Panglima Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia selaku ketua BAKORSTANAS menggunakan unit organisasi di
lingkungan Markas Besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang selama ini
secara fungsional menyelenggarakan administrasi terpusat di bidang penertiban
dan pembersihan aparatur Pemerintah/Negara dari G.30 S/PKI.
Pasal 8
Dalam rangka pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1), Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia selaku Ketua
BAKORSTANAS menetapkan pedoman pelaksanaannya.
Pasal 9
Terhadap Pegawai Negeri yang berdasarkan hasil penelitian
ternyata terlibat dalam gerakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1),
dikenakan penindakan administratif.
Pasal 10
Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan penelitian
yang diatur dalam Keputusan Presiden ini dibebankan kepada anggaran belanja
Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, atau Kesekretariatan Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara, atau Instansi Pemerintah lainnya, atau Pemerintah
Daerah yang bersangkutan.
Pasal 11
(1) Seluruh hasil
penertiban dan pembersihan aparatur Pemerintah/Negara yang berhubungan dengan
G.30 S/PKI yang telah ada sebelum berlakunya Keputusan Presiden ini dinyatakan
tetap berlaku.
(2 Hasil
penertiban dan pembersihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digunakan
sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan hasil penelitian khusus berdasarkan
Keputusan Presiden ini.
(3)
Pembinaan
dokumen dan berkas hasil penertiban dan pembersihan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan hasil penelitian khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
dilaksanakan secara terpusat oleh unit organisasi di lingkungan Markas Besar
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(2).
Pasal 12
(1) Ketentuan
mengenai penelitian khusus sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden ini
berlaku pula bagi:
a.
penyaringan
atau usul pengangkatan pejabat negara, sebagai bagian persyaratan yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang mengaturnya;
b. pegawai badan
usaha tertentu milik Negara atau Daerah yang ditetapkan Menteri atau
Gubernur/Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah yang membinanya.
(2) Pelaksanaan
penelitian khusus sebagaimana dimaksud dalam:
a.
ayat (1) huruf
a diatur oleh Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia selaku Ketua
BAKORSTANAS;
b. ayat (1) huruf
b dilakukan oleh pejabat yang diangkat oleh Menteri atau Gubernur/Bupati/
Walikotamadya Kepala Daerah yang bersangkutan.
Pasal 13
Ketentuan mengenai penelitian khusus ini diberlakukan
pula terhadap Pegawai Negeri yang sampai dengan mulai berlakunya Keputusan
Presiden ini belum pernah diadakan penelitian berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 300 Tahun 1968.
Pasal 14
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 17 April 1990
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SOEHARTO
PUTUSAN MUKTAMAR
ALIM ULAMA SELURUH INDONESIA DI PALEMBANG DARI TGL 8 S/D 11 SEPTEMBER 1957
Muktamar
ALim Ulama seluruh Indonesia yang berlangsung dari tanggal 8 s/d 11 September
1957 di Palembang (dengan peserta sebanyak 325 orang dan peninjau sebanyak 284
orang), setelah mendengar dan membahas secara mendalam tentang ideologi / ajaran
komunisme, mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Ideologi
/ ajaran komunisme dalam lapangan falsafah berisi atheisme, anti Tuhan dan anti
agama,
2. Ideologi
/ ajaran komunisme dalam lapangan poitik adalah anti demokrasi (diktator
proletariat / istibdad),
3. Ideologi
/ ajaran komunisme dalam lapangan sosial menganjurkan pertentangan dan
perjuangan kelas,
4. Ideologi
/ ajaran komunisme dalam lapangan ekonomi menghilangkan hak perseorangan,
5. Ideologi
/ ajaran komunisme yang demikian itu bukan saja berlawanan dengan ajaran Islam
pada khususnya dan agama-agama laiinya pada umumnya, akan tetapi merupakan
tantangan dan serangan terhadap hidup keagamaan umumnya,
MEMUTUSKAN
MEMUTUSKAN
1. Ideologi
/ ajaran komunisme adalah kufur hukumnya, dan haram bagi umat Islam
menganutnya,
2. Bagi
orang yang menganut Ideologi / ajaran komunisme dengan keyakinan dan kesadaran,
kafirlah dia, tidak sah menikah dan menikahkan orang Islam, tiada pula pusaka
mempusakai dan haram jenazahnya diselenggarakan secara Islam,
3. Bagi
orang yang memasuki organisasi / partai yang berideologi komunisme (PKI, SOBSI,
Pemuda, Rakyat, dll) tidak dengan keyakinan dan kesadaran, sesatlah dia dan
wajib bagi umat Islam menyeru mereka meninggalkan organisasi dan partai
tersebut.
4. Walaupun
Republik Indonesia belum menjadi negara Islam, namun haram hukumnya bagi ummat
Islam mengangkat / memilih kepala negara / pemerintah yang berideologi
komunisme,
5. Memperingatkan
kepada Pemerinta RI agar bersikap waspada terhadap gerakan aksi subversif asing
yang membantu perjuangan kaum komunis / atheis Indonesia,
6. Mendesak
kepada Presiden RI untuk mengeluarkan dekrit menyatakan PKI dan mantel
organisasinya sebagai partai terlarang di Indonesia.
Majelis
Pimpinan Alim Ulama Seluruh Indonesia
Palembang,
11 September 1957
0 comments:
Post a Comment