Ilustrasi
Oleh: Amriadi Al Masjidiy*
Tebar Suara | Mati lampu di Aceh beberapa minggu ini memang suatu yang sangat sering terjadi. Saya keluar dari Asrama tempat saya tinggal hanya untuk sekedar menikmati mati lampu dan berencana membeli roti Cane. Saya tidak tau roti Cane bahasa Indonesianya apa. Jadi terpaksa saya tulis apa adanya, sesuai dengan nama di daerah saya.
Sesampai di sebuah Gang, saya melihat anak kecil mengais sampah. Saya terus memperhatikannya. Dengan ceria dia mengambil sisa makanan dalam sampah itu dan memakannya. Hati saya merasa iba. Walaupun saya tinggal di Panti Asuhan, tapi rasa manusiawi saya masih ada.
Saya beruntung masih ada yang memberikan makan tanpa harus mengais sampah kayak dia. Ternyata kehadiranku dia sadari dan dia buru membuangnya lagi sisa makanan itu. Kehadiran saya telah menganggu keceriannya dalam menikmati sisa makanan itu. Saya merasa bersalah telah mengganggunya. Dengan hadirnya diriku mendekatinya.
Dia malu kepada saya. Namun saya berlayak seperti tidak tau. Agar dia tidak merasa malu lagi. Walaupun saya mengetahui semuanya. “Hai, nama saya Supri” sambil memperkenalkan diri kepadanya.
“Namaku Fatimah” jawabnya singkat.
“Boleh saya ngobrol dengan kamu, saya lagi stress mati lampu terus saat ini.”
“Ya, boleh. Tapi, tapi aku masih kotor belum mandi dan masih bau sampah. Aku pemulung.” Jelasnya kepada saya.
“Ouh, tidak masalah. Saya Cuma butuh teman bicara. Tapi jangan disini remang-remang, bagaimana kalau kita duduk di warung itu. Sambil kita nikmati roti Cane berdua.”
Dengan malu-malu dia menjawab “maaf aku tidak punya uang”.
“Tidak masalah, saya yang traktir kamu. Asal kamu bersedia berteman dengan saya dan menemani saya ngobrol sebentar”, tegas saya padanya.
Masih malu-malu dia menjawab “jangan aku tidak ingin merepotkanmu. Kita bicara disini saja.”
Akhirnya dengan sedikit memaksa dia. Saya ambil tangannya. “Tidak masalah Fatimah. Sekali-kali tidak masalah lah.”
Setelah sampai di warung saya pesan 2 porsi roti Cane. Saya membisik kepada penjual roti itu untuk membuat dua nasi goreng juga. Sambil ngobrol dengan dia. Saya ketahui kalau Fatimah malamnya menjadi pemulung untuk biaya sekolah besok harinya. Dia masih sekolah dasar sedangkan saya sudah kelas dua SMA.
Jadi maklum saja saya berani sama dia. Setelah roti Cane sampai di hadapan kami. Saya juga memesan es teh manis. Sambil menikmati roti itu, saya sesekali bercanda dengannya. Seperti biasa teman-teman saya banyak terhibur dengan humor-humor biasa.
Saya seperti wartawan investigasi saja. Ngobrol santai namun semua permasalahannya terbuka. Saya tau dia memiliki satu adiknya perempuan juga dan tinggal bersama ibunya yang juga pengais sampah di Kota Lhokseumawe ini.
Ibunya bercerai dengan ayahnya lantaran pemalas tidak mau bekerja, kisahnya kepada saya. Namun hal ini tentu dengan santai sambil menikmati cerita kisah saya juga yang merantau ke Kota ini dan tinggal di Panti.
Setelah selesai makanan roti Cane. Dia ucapkan terima kasih kepada saya. Namun saya cegah dia untuk tidak keluar dulu. Sambil menunggu Nasgor pesanan saya selesai di bungkus. Saya kasih untuk dia. “Ini oleh-oleh untuk adik kamu di rumah. Salam ya buat ibu ya.”
“Ya Bang, Terima kasih. Aku jadi tidak enak sama Abang.” Ya, tidak masalah dek. Anggap saja rezeki dari Allah, jawab saya sekenanya saja. Terima kasih banyak ya Bang sambil menciumi tangan saya. Dia berlalu pergi dengan membawa rongsokan dan dua bungkus nasgor dari saya.
Rencananya saya mau mengantarnya, namun peraturan di panti mengharuskan saya cepat pulang. Saya sangat bersyukur bisa sekolah di biayai oleh Panti Asuhan. Masih banyak anak gelandangan, yang bahkan mereka harus mengais sampah malam agar bisa sekolah.
Setelah sampai kedalam kamar. Saya merasa gembira dan senang dapat membantu si Fatimah tadi, walau hanya sedikit. Karena saya juga lagi tidak punya uang. Itu 20 ribu uang tadi adalah sisa dari yang diberikan ibu bulan kemarin. Maklum saya juga tidak memiliki bapak dan sekarang hidup di Panti Asuhan.
Semoga pengalaman saya ini, bermanfaat untuk pembaca semuanya. Untuk saling berbagi dan mengasihi. Karena kita tidak bisa hidup tanpa saling membantu antara satu sama yang lainnya.
*)telah dimuat di Tebar Suara
0 comments:
Post a Comment