Ketika masih awam akan ilmu jurnalistik, saya mengira media itu hanya sebagai saluran pipa air. Artinya jika di dalam sebuah tangki berisi air yang bening maka keluarnya juga air bening, pipa hanya saluran saja yang mengantarkan air itu sampai kedalam ember kecil. Begitu juga dengan media, jika di TKP (Tempat Kejadian Perkara) kebakaran sampai kedalam berita baik text, gambar, video dan audio adalah sama, isinya kebakaran. Begitulah kira-kira pemahaman saya sebelum terlalu jauh mengenal jurnalistik.
Walaupun awam saya di atas ada benarnya namun salahnya bukan sedikit. Karena media sekarang tidak demikian. Media hanya rekontruksi dari TKP kedalam berita, rekontruksi bisa jadi persis dengan di TKP dan juga bisa saja berbeda, namanya juga berusaha. Meski mereka dituntut untuk tidak boleh beropini atau berpendapat dalam mengabarkan berita, namun lagi-lagi hal ini mudah bagi media.
Kenapa saya katakan itu mudah bagi media, karena media selalu dipengaruhi oleh para pemilik modal, pengiklan, politik dan ideologi. Karena itu terjadilah timpang siur arus informasi di masyarakat. Media A mengabarkan ayam jantan sedangkan media B mengabar kambing jantan. Ini sudah sering terjadi dalam masalah kampanye politik di Indonesia yang secara terang-terangan menghantam lawan politiknya.
Tidak jauh-jauh, ambil contoh pemberitaan media soal kereta cepat Bandung-Jakarta, media yang tidak mendukung proyek tersebut akan habis-habisan menghamtamnya dengan mengabarkan kondisi transpotasi tempat lain yang sangat dibutuhkan masyarakat ketimbang Bandung-Jakarta yang sudah banyak jalur transportasi. Mereka melakukan wawancara kepada pihak-pihak politik yang tidak setuju dengan proyek tersebut.
Bagi media yang mendukung proyek kereta cepat Bandung-Jakarta akan memberitakan secara realtime tentang masa depan proyek tersebut dan bisa mengalahkan teknologi Jepang dan Cina sekaligus. Mereka juga melakukan meminta pendapat dari para politisi yang mendukung proyek tersebut dengan berbagai macam alasan.
Dari kasus di atas, media atau wartawan tidak beropini naik atau buruk mengenai proyek itu. Media tersebut biasanya akan mencari kaki tangan ketiga yakni mencari narasumber untuk menyampaikan opininya. Karena jika wartawan memasukkan unsur opini dalam berita maka dia bisa dituntut.
Jelas sudah alur informasi di media dan pendapat awam saya dulu sangat simpang siur dengan realita sekarang. Kalau air biasa dalam tangki bisa mengeluarkan air susu atau kopi melalui saluran pipa yang diolah sesuai selera konsumen. Begitu juga dengan media, mereka akan mengolah informasi sesuai dengan selera pembaca atau pendengarnya.
Di sinilah yang kemudian muncul wartawan abal-abalan seperti yang dikatakan oleh Muhajir Juli di acehtrend.co (3/2/2016). Jika tidak mau barter kerja sama, wartawan yang bekerja untuk memeras pemerintah. Bahkan di daerah tertentu, pemerintah yang bayar wartawan atau media sehingga yang diberitakan pun akan baik-baik saja. Ada juga yang professional dalam ilmu jurnalisnya namun mereka yang ditikam dengan money politik juga akan menulis dengan kata-kata “diduga”, karena kata ini ampuh digunakan untuk membungkam lawan politiknya.
Dari fenomena yang digambarkan Muhajir Juli inilah yang kemudian muncul Good News dan Bad News. Tugas jurnalistik adalah tugas yang sangat mulia, yaitu menyampaikan berita gembira dan peringatan kepada masyarakat, layaknya tugas para nabi dan rasul. Dalam hal inilah yang menginpirasikan Naufal Mahfudz memberikan pencerahan kepada kami mahasiswa untuk menjadi Jurnalisme Profetik.
Jurnalisme Profetik yang gambarkan Direktur SDM & Umum Antara ini merupakan paham jurnalistik yang mencatat dan melaporkan berita secara akurat, lengkap, jujur, bertanggung jawab, memberikan pentujuk dan arahan trasformasi berdasarkan profetik dan cita-cita Islam.
Penulis berharap, semoga setelah Hari Pers Nasional 2016 ini dapat membawa dampak positif kepada para jurnalis untuk mengabarkan perkara yang sebenar-benarnya, sebagai mana yang digambarkan Naufal Mahfudz, di Kampus B Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Muhammad Natsir Jakarta. Bahwa Pers yang cerdas akan membawa bangsa yang pintar dan menciptakan generasi yang gemilang. Selamat Hari Pers Nasional 2016.
Artikel ini telah di muat di Mahasiswa Bicara dan Aceh Trend
0 comments:
Post a Comment