Solusi
Damai Insiden Kampung Pulo
Oleh: Amriadi Al Masjidiy*
Indonesia mardeka tahun
1945, sedangkan warga Kampung Pulo sudah menetap jauh dari tahun kemedekaan
tersebut. Sebelum Indonesia mardeka, Indonesia pernah di jajah oleh bangsa
Portugis. Dalam hal ini umat Islam Jakarta yang di pimpin Fatahillah berhasil
mengusir penjajah Portugis dari tanah Jakarta. Atas kemenangan itu Batavia di
ganti dengan nama fatham mubina, yang artinya Jaya Karta. Orang Betawi sering
dalam menyingkatkan nama orang seperti Ahmad menjadi “Mad”, Amriadi menjadi
“Adi” dan seterusnya. Jadi Jaya Karta kemudian berubah menjadi Jakarta. Karena
disingkat oleh orang Betawi. Itulah asal usul nama Jakarta yang diberikan oleh
Fatahillah.
Maka dari itu seharusnya yang berhak memimpin Jakarta
adalah umat Islam asli Betawi. Bukan Cina Ahok. Pemerintah secara keseluruhan
juga tidak berhak merebut tanah warga walaupun tanah itu tidak memiliki surat.
Mana mungkin ada surat sebelum mardeka warga Kampung Pulo sudah ada. Jadi
pemerintah tidak berhak menggugat hak tanah warga Indonesia. Namun jika ada
kepentingan kemaslahatan yang lebih baik maka pemerintah berhak membeli itu
tanah dari warga Negara. Bukan asal ambil saja tanpa ganti rugi.
Dari berbagai berita di
media, kerusuhan di Kampung Pulo itu melanggar HAM. Pemerintah telah menghabisi
warga Negara Indonesia dengan biadab. Biasanya yang demikian itu adalah kerja
para PKI tempo dulu. Polisi atau pun tentara tidak ada hak untuk membunuh
rakyat walau itu adalah kesalahan dari rakyat. Kesalahan itu ada hukumnya dan ada
pengadilannya. Jadi warga Negara Indonesia baik itu aparat ataupun warga itu
sendiri tidak boleh main hakim sendiri seperti yang terjadi dalam peristiwa
Kampung Pulo.
Karena Negara kita ini
adalah Negara hokum dan seluruh permasalahan ada ruang untuk bermusyarah dalam
rangka mencari solusi. Kembali lagi kepada permasalahan di Kampung Pulo,
pemerintah harus bertanggung jawab penuh terhadap warganya, bukan malah
mengusir warga Negara Indonesia kemudian memasukkan warga Negara Cina ke Indonesia
dengan menghapus syarat menjadi pekerja di Indonesia harus bisa berbahasa
Indonesia. Ini merupakan usaha pemerintah dalam rangka membunuh perekonomian
dan lapangan kerja anak-anak pribumi asli Indonesia.
Seperti kasus
sebelumnya. Pemerintah cenderung obral isu tidak sesuai fakta. Katanya rumah di
bangun dan dibagikan secara gratis. Tapi nyatanya mereka harus membayar tiap
bulannya lebih dari 2 juta perbulan. Karena didalamnya harus ditanggung uang
Listrik, Air dan berbagai kebutuhan lainnya yang sangat mahal. Sehingga warga
yang telah mendapatkan fasilitas tersebut tidak bisa membayar dan otomatis
terusir begitu saja, dan yang paling menyakitkan adalah diduduki oleh orang Cina
yang banyak uang. Artinya siapa yang banyak uang dia yang bisa hidup. Maka dari
itu warga Kampung Pulo mengambil pelajaran pada beberapa peristiwa tersebut.
Sehingga mereka enggan memberikan tanahnya karena tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan. Alias rampok begitu saja tampa ada pertanggung jawabannya.
Solusinya, pemerintah
boleh membuat kebijakan untuk mengusur rumah dan tanah warga. Selama ada
pertanggung jawaban. Bagaimana mungkin kita bangsa Indonesia yang telah mardeka
70 tahun. Tidak bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Pemerintah itu apa yang
dibutuhkan rakyat, itu yang harus dijalankan. Ini baru memperjuangkan aspirasi
rakyat. Pertanggung jawaban pemerintah dalam kasus Kampung Pulo, Jatinegara
harus jelas. Pemerintah duluan ganti rugi baru bisa menggusur, itu rumah dan
tanah warga Kampung Pulo. Namun jika pemerintah tidak menyedia apa yang minta
oleh rakyat. Ini resiko yang besar yang akan dihadapi oleh umat Islam melawan
komunis Cina di Indonesia yang ingin menghancurkan pribumi.
Damai warga dan
pemerintah itu adalah yang kita inginkan bersama. Lewat musyawarah mufakat
bersama dengan tidak merugikan tentunya. Kalau rakyat yang dirugikan maka
pemerintah telah gagal. Maka harus sadar diri untuk segera mundur dari
jabatannya. Jika tuntutan warga seperti makam yang di kramatkan oleh warga
setempat, itu juga harus di lestarikan karena itu merupakan bagian dari adat
budaya masyarakat yang tidak boleh di hilangkan. Kenapa makam seperti ditu di
beberapa daerah dilidungi kenapa di Kampung Pulo tidak.
Kenapa masjid bisa
dilindungi karena di sakralkan oleh masyarakat setempat didaerah lain, kenapa
mushalla yang ada di Kampung Pulo tidak bisa dilestarikan. Jadi kesimpulannya
tuntutan warga harus dipenuhi oleh pemerintah seperti menganti rugi dengan
jelas nilainya sebelum dilakukan penggusuran, melestarikan alias tidak
menggusur Mushalla, Makam dan lainnya yang telah menjadi bagian dari adat
budaya masyarakat setempat.
Jika tuntutan itu tidak
bisa dipenuhi oleh pemerintah maka jangan salahkan warga menyerang pemerintah.
Jangan salahkan warga Negara jika mereka mendirikan Front Anti Ahok. Jangan
salahkan warga jika terjadi pernyerbuan dan perusahkan terhadap fasilitas
Negara. Maka pemerintah harus sadarkan diri dia bukan menjadi raja di Negeri
ini, melainkan menjalani roda Negara ini sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
rakyat. Ingat Negara Indonesia ini Negara demokrasi. Bukan Negara diktator,
bukan kerajaan tapi Negara Indonesia itu adalah Republik.
Tidak ada kekerasan
disini. Semua yang telah dilakukan aparat itu harus ditanggung oleh pemerintah.
Bila ada yang melanggar HAM segera seret kepengadilan. Seluruh warga yang
terluka, yang terbunuh, dan telah dihancurkan fasilatasnya. Pemerintah wajib
ganti rugi. Karena Indonesia mardeka untuk tidak ada lagi yang nama
Imperialisme dan Zionisme di Indonesia. Jadi tidak ada kesempatan untuk
dihidupkannya aliran yang berbahaya di Indonesia. Inilah prdamaian, jika hal
ini tidak bisa dipenuhi tentunya rakyat yang akan memenuhi Istana untuk
mengambil alih kekuasaan.
*) Pimpinan Islamic Research Forum
(IRF)
0 comments:
Post a Comment