Thursday, August 27, 2015

Solusi Damai Insiden Kampung Pulo

Solusi Damai Insiden Kampung Pulo
Oleh: Amriadi Al Masjidiy*

Indonesia mardeka tahun 1945, sedangkan warga Kampung Pulo sudah menetap jauh dari tahun kemedekaan tersebut. Sebelum Indonesia mardeka, Indonesia pernah di jajah oleh bangsa Portugis. Dalam hal ini umat Islam Jakarta yang di pimpin Fatahillah berhasil mengusir penjajah Portugis dari tanah Jakarta. Atas kemenangan itu Batavia di ganti dengan nama fatham mubina, yang artinya Jaya Karta. Orang Betawi sering dalam menyingkatkan nama orang seperti Ahmad menjadi “Mad”, Amriadi menjadi “Adi” dan seterusnya. Jadi Jaya Karta kemudian berubah menjadi Jakarta. Karena disingkat oleh orang Betawi. Itulah asal usul nama Jakarta yang diberikan oleh Fatahillah.
Maka  dari itu seharusnya yang berhak memimpin Jakarta adalah umat Islam asli Betawi. Bukan Cina Ahok. Pemerintah secara keseluruhan juga tidak berhak merebut tanah warga walaupun tanah itu tidak memiliki surat. Mana mungkin ada surat sebelum mardeka warga Kampung Pulo sudah ada. Jadi pemerintah tidak berhak menggugat hak tanah warga Indonesia. Namun jika ada kepentingan kemaslahatan yang lebih baik maka pemerintah berhak membeli itu tanah dari warga Negara. Bukan asal ambil saja tanpa ganti rugi.
Dari berbagai berita di media, kerusuhan di Kampung Pulo itu melanggar HAM. Pemerintah telah menghabisi warga Negara Indonesia dengan biadab. Biasanya yang demikian itu adalah kerja para PKI tempo dulu. Polisi atau pun tentara tidak ada hak untuk membunuh rakyat walau itu adalah kesalahan dari rakyat. Kesalahan itu ada hukumnya dan ada pengadilannya. Jadi warga Negara Indonesia baik itu aparat ataupun warga itu sendiri tidak boleh main hakim sendiri seperti yang terjadi dalam peristiwa Kampung Pulo.
Karena Negara kita ini adalah Negara hokum dan seluruh permasalahan ada ruang untuk bermusyarah dalam rangka mencari solusi. Kembali lagi kepada permasalahan di Kampung Pulo, pemerintah harus bertanggung jawab penuh terhadap warganya, bukan malah mengusir warga Negara Indonesia kemudian memasukkan warga Negara Cina ke Indonesia dengan menghapus syarat menjadi pekerja di Indonesia harus bisa berbahasa Indonesia. Ini merupakan usaha pemerintah dalam rangka membunuh perekonomian dan lapangan kerja anak-anak pribumi asli Indonesia.
Seperti kasus sebelumnya. Pemerintah cenderung obral isu tidak sesuai fakta. Katanya rumah di bangun dan dibagikan secara gratis. Tapi nyatanya mereka harus membayar tiap bulannya lebih dari 2 juta perbulan. Karena didalamnya harus ditanggung uang Listrik, Air dan berbagai kebutuhan lainnya yang sangat mahal. Sehingga warga yang telah mendapatkan fasilitas tersebut tidak bisa membayar dan otomatis terusir begitu saja, dan yang paling menyakitkan adalah diduduki oleh orang Cina yang banyak uang. Artinya siapa yang banyak uang dia yang bisa hidup. Maka dari itu warga Kampung Pulo mengambil pelajaran pada beberapa peristiwa tersebut. Sehingga mereka enggan memberikan tanahnya karena tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Alias rampok begitu saja tampa ada pertanggung jawabannya.
Solusinya, pemerintah boleh membuat kebijakan untuk mengusur rumah dan tanah warga. Selama ada pertanggung jawaban. Bagaimana mungkin kita bangsa Indonesia yang telah mardeka 70 tahun. Tidak bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Pemerintah itu apa yang dibutuhkan rakyat, itu yang harus dijalankan. Ini baru memperjuangkan aspirasi rakyat. Pertanggung jawaban pemerintah dalam kasus Kampung Pulo, Jatinegara harus jelas. Pemerintah duluan ganti rugi baru bisa menggusur, itu rumah dan tanah warga Kampung Pulo. Namun jika pemerintah tidak menyedia apa yang minta oleh rakyat. Ini resiko yang besar yang akan dihadapi oleh umat Islam melawan komunis Cina di Indonesia yang ingin menghancurkan pribumi.
Damai warga dan pemerintah itu adalah yang kita inginkan bersama. Lewat musyawarah mufakat bersama dengan tidak merugikan tentunya. Kalau rakyat yang dirugikan maka pemerintah telah gagal. Maka harus sadar diri untuk segera mundur dari jabatannya. Jika tuntutan warga seperti makam yang di kramatkan oleh warga setempat, itu juga harus di lestarikan karena itu merupakan bagian dari adat budaya masyarakat yang tidak boleh di hilangkan. Kenapa makam seperti ditu di beberapa daerah dilidungi kenapa di Kampung Pulo tidak.
Kenapa masjid bisa dilindungi karena di sakralkan oleh masyarakat setempat didaerah lain, kenapa mushalla yang ada di Kampung Pulo tidak bisa dilestarikan. Jadi kesimpulannya tuntutan warga harus dipenuhi oleh pemerintah seperti menganti rugi dengan jelas nilainya sebelum dilakukan penggusuran, melestarikan alias tidak menggusur Mushalla, Makam dan lainnya yang telah menjadi bagian dari adat budaya masyarakat setempat.
Jika tuntutan itu tidak bisa dipenuhi oleh pemerintah maka jangan salahkan warga menyerang pemerintah. Jangan salahkan warga Negara jika mereka mendirikan Front Anti Ahok. Jangan salahkan warga jika terjadi pernyerbuan dan perusahkan terhadap fasilitas Negara. Maka pemerintah harus sadarkan diri dia bukan menjadi raja di Negeri ini, melainkan menjalani roda Negara ini sesuai dengan keinginan dan kebutuhan rakyat. Ingat Negara Indonesia ini Negara demokrasi. Bukan Negara diktator, bukan kerajaan tapi Negara Indonesia itu adalah Republik.
Tidak ada kekerasan disini. Semua yang telah dilakukan aparat itu harus ditanggung oleh pemerintah. Bila ada yang melanggar HAM segera seret kepengadilan. Seluruh warga yang terluka, yang terbunuh, dan telah dihancurkan fasilatasnya. Pemerintah wajib ganti rugi. Karena Indonesia mardeka untuk tidak ada lagi yang nama Imperialisme dan Zionisme di Indonesia. Jadi tidak ada kesempatan untuk dihidupkannya aliran yang berbahaya di Indonesia. Inilah prdamaian, jika hal ini tidak bisa dipenuhi tentunya rakyat yang akan memenuhi Istana untuk mengambil alih kekuasaan.


*) Pimpinan Islamic Research Forum (IRF)

SHARE THIS

Author:

Penulis merupakan penulis bebas dan juga penggiat blockchain dan Cryptocurrency. Terima Kasih sudah berkunjung ke Blog Saya, bebas copy paste asal mencantumkan sumber sebagaimana mestinya.

0 comments: