Tuesday, November 11, 2014

Undang-Undang Penyiaran Dalam Prospektik Kelancaran Da’wah

Penulis: Amriadi Al Masjidiy
E-Mail: amriadicyber@gmail.com blog: http://amriadicyber.blogspot.com


Kenapa undang-undang harus di kritisi, karena undang-undang hasil buatan manusia bukan wahyu Allah, kalau wahyu Allah sangat jelas; “ini adalah kitab (Al-Qur’an) tidak ada keraguan didalamnya…” (QS. Al-Baqarah: 2). So, tidak ada undang-undang lain yang lebih benar selain Al-Qur’an. Begitu juga dengan undang-undang penyiaran, disamping ada positifnya juga tidak sedikit negatifnya. Undang-undang penyiaran yang harus mengikuti syariat bukan syariat yang mengikuti undang-undang penyiaran. Alhamdulillah undang-undang yang akan kita kritisi kali ini adalah undang-undang mengenai kelancaran dan hambatan dalam berda’wah di media, jadi tidak terlalu banyak yang harus dikritisi. So, kalau undang-undang penyiaran yang bertentangan dengan syariat disuruh kritisi, hampir 70% bisa dikritisi. Karena menurut penulis tidak ada yang lebih benar dan baik selain Al-Qur’an dan Hadits, standar yang tidak bisa ditawar menawar walau harus nyawa melayang, tetap penulis pertahankan. Sebagaimana yang sering kita dengar bahwa media siaran memiliki pengaruh yang besar di dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi dan budaya.
Begitu besarnya pengaruh media tersebut sampai dinyatakan bahwa media adalah pilar keempat demokratisasi. Melihat besarnya pengaruh tersebut, maka pantaslah jika pemilik media menyadari akan arti pentingnya media bagi pemberdayaan masyarakat. Kita dapat mengatakan bahwa media penyiaran memiliki dampak yang positive dan negative terhadap masyarakat. Ini sesuai dengan konsep pengaruh media massa yang terdiri atas 3 varian, pertama: menimbulkan peniruan langsung (copy-cut), kedua: menyebabkan ketumpulan terhadapa norma (desensitisation), dan ketiga: terbebas dari tekanan psikis (catharsis) bagi khayalak media massa. Dampak positive dan negative di media massa, ini kembali lagi terhadap esensi format penyiaran dalam unsure muatannya, apabila memberikan nilai baik; nilai pendidikan, budaya, sosial,dll, maka dampaknya pun akan baik pula bagi masyarakat, begitupun sebaliknya.
Pembentukan undang-undang penyiaran tahun 2002 besar peluang untuk berda’wah dimedia massa. Seperti yang tertera dalam Bab II Pasal 3; Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil  dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia. Pasal ini secara tidak langsung sangat mendukung kegiatan da’wah, karena da’wah dapat membina watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa. So, seharusnya media-media itu menyiarkan 70% hal yang berkaitan dengan agama, guna terwujudnya undang-undang tersebut.  Komisi penyiaran Indonesia (KPI) bertugas menetapkan serta mengontrol media-media di Indonesia sebagaimana yang tertera dalam Bab III Pasal 2;  Dalam menjalankan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), KPI mempunyai wewenang:
a.       menetapkan standar program siaran;
b.      menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran;
c.       mengawasi pelaksanaan peraturan dan  pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran; 
d.      memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran; 
e.       melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan Peme-rintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat.
Dalam pasal ini akan menghambat da’wah jika orang-orang dalam KPI adalah orang-orang Liberal, plularis, sekuler, aliran sesat lainnya serta agama-agama diluar Islam yang tentunya sangat anti terhadap da’wah yang benar. Standar kebenaran sudah bertentangan dengan pemahaman Islam, program yang disiarkan akan membawa dampak negative pada masyarakat, pedoman penyiaran tentu tidak mempunyai ruang bagi penegak da’wah. Tentu pasal ini sangat berbahaya bagi semua kalangan jika tidak diterbitkan pasal lainnya untuk anggota KPI.
Dalam Bab III pasal 9 di katakan “Anggota KPI Pusat berjumlah 9 (sembilan) orang dan KPI Daerah berjumlah 7 (tujuh) orang”.  Pada Pasal 10 dikatakan orang yang terpilih harus menjadi anggota KPI dalam ayat 1. Warga negara Republik Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang  Maha Esa. Ayat 2. Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pada pasal ini akan merugikan umat Islam dalam menyampaikan aspirasinya. Bagaimana tidak, yang dimaksud ketuhanan yang maha esa dalam pancasila sangat rancu, Indonesia mengakui banyak agama. Dalam agama yahudi sila pertama monotisme yaitu ketuhanan yang maha esa, sama persis dengan sila pertama pancasila. Penjelasan kerancuan ini ditafsiran dan dijelaskan oleh MPR no. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan kelima asas dalam Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila. Pertama; Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dari penjelasan di atas dapat kita ketahui bahwa, jika yang terpilih menjadi anggota KPI adalah orang-orang yang diluar Islam. Sungguh umat yang mayoritas di Indoneisia ini akan kehilangan suara. Untuk kebebasan suara penegak da’wah maka anggota KPI harus orang-orang yang ingin menegakkan kebenaran, bukan orang-orang menentang kebenaran. Undang-undang ini, sudah seharusnya diganti dengan yang baru agar penegak da’wah tidak terhalangi oleh media dan Anggota KPI. Pembentukkan team pemantauan sangat diperlukan agar da’wah tidak melonceng dari aturan yang ada.
Kesimpulannya undang-undang penyiaran tahun 2002 berada pada situasi yang menegangkan, sangat menentukan, serta peluang untuk terpilih menjadi anggota KPI dari kalangan penda’wah tidak lebih dari 20%. Jika yang aggota KPI yang terpilih para mujahid da’wah otomatis akan terselenggarakan da’wah dengan baik, namun jika yang terpilih dari luar itu maka siap-siap akan ada peratuaran yang mehalangi gerakkan da’wah. Penentu semua hal yang berkaitan dengan penyiaran menurut undang-undang ini ada ditangan Komisi penyiaran Indonesia.
Demikian yang dapat penulis tanggapi pada kesempatan ini, namun jika ada waktu lain akan penulis tanggapi undang-undang ini dalam prospektif syariat Islam. Wallahu ‘alam...

***

SHARE THIS

Author:

Penulis merupakan penulis bebas dan juga penggiat blockchain dan Cryptocurrency. Terima Kasih sudah berkunjung ke Blog Saya, bebas copy paste asal mencantumkan sumber sebagaimana mestinya.

0 comments: