Partai Komunis
Indonesia
(PKI)
A.
Pendahuluan
Komunis
lahir saat kondisi di Hindia Belanda (Indonesia) sedang mangalami ketertindasan
akibat system yang diterapkan oleh Belanda. Belanda mencerminkan praktek
Kapitalisme dan Feodalisme. Menindas kaum kecil seperti buruh dan petani. Pada
awalnya Komunis hendak menghancurkan belanda dan Islam, tetapi melihat begitu
besarnya rakyat yang beragama Islam yang itu bisa dimanfaatkan sebagai massa
pro komunis, akhirnya mereka juga menerapkan ide yang awalnya ditentang oleh
mereka yaitu ide untuk tidak menghancurkan Islam tapi justru memanfaatkannya.
Ide ini datang dari Tan Malaka, ia menganggap dalam menerapkan teori komunis
harus melihat konteks wilyah).
Di awal-awal
lahirnya, massa yang dibidik adalah buruh, tetapi seiring dengan berjalannya
waktu mereka juga melihat bahwa petani bisa dijadikan basis massa yang lebih
solid dari pada buruh, akhirnya mereka pun mengalihkan perhatiannya kepada kaum
petani dan juga masyarakat Islam. Faktor yang turut berpengaruh terhadap
besarnya organisasi ini adalah apa yang mereka tawarkan kepada petani, buruh
serta kamuflase nilai komunis yang disamakan dengan nilai Islam. Hal ini karena
kondisi saat itu benar-benar kondisi yang berat dan menekan kaum kecil seperti
buruh dan petani. Dengan propaganda mereka yang dianggap pro rakyat kecil,
mereka pun mendapatkan simpati yang cukup besar.
B.
Lahirnya Komunis
Pada akhir dasawarsa
kedua perkembangan politik mengalami intensifikasi dan ekstensifikasi, tidak
hanya karena tejadi pengetatan politik kolonial tetapi juga karena ada
peningkatan tuntutan politik serta meluasnya mobilisasi politik di kalangan
rakyat.[1] Sejak
dilancarkannya gerakan Indie
Weeerbar (Pertahanan Hindia) yang segera disusul oleh kesibukan
sekitar persiapan pembentukan Dewan Rakyat (Volksraad),
arena politik meluas sekali dan aktivitas politik menjadi sangat intensif. Pada
saat yang bersamaan muncul golongan kiri yang berdasarkan analisis historis
materialistisnya hendak melancarkan perjuangan kelas melawan kapitalisme dan
imperialisme. Dengan munculnya Volksraad
pada 1918, muncullah kekecewaan-kekecewaan dari beberapa kalangan atas kinerja
lembaga yang mengatasnamakan rakyat itu. Kemudian muncullah yang dinamakan
Konsentrasi radikal yang terdiri atas gabungan SI, Insulinde, dan PKI.[2]
Pada tahun 1913,
Sneevliet (1883-1942) tiba di Indonesia. Dialah yang pertama kali
memperkenalkan ide-ide sosial-demokrat yang revolusioner dan aktivisme serikat buruh di Indonesia.
Pada tahun 1914, dia mendirikan Indische
Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) yang berhaluan kiri, dan dengan
cepat menjadi partai komunis pertama di Asia yang berada di luar Uni
Soviet. Dengan ini, dimulailah pergerakan yang digawangi oleh kaum komunis
yang lebih radikal.[3]
Di awal pergerakan yang dilakukannya, ISDV memiliki beberapa strategi politik
untuk menyebarkan ideologi sosial-demokrat dan komunis, yang merupakan hasil
manifestasi paham marxisme yang lahir di Eropa sebagai buah pemikiran Karl Marx
dan Friedrich Engels. Strategi itu diantaranya adalah dengan mendekati serdadu-serdadu
bangsa Belanda, Serdadu-serdadu Angkatan Laut, pegawai negeri bangsa Belanda di
bagian sipil.[4]
Karena itu, pada
awalnya ISDV beranggotakan orang-orang berkebangsaan Belanda dan golongan Indo
saja. Setelah, para pemimpin ISDV diasingkan oleh pemerintah termasuk
Sneevliet, dimulailah aktivitas politik ISDV yang dipimpin oleh orang-orang
Indonesia. Maka, ISDV berubah namanya menjadi Perserikatan Kommunis di Hindia, dan diganti lagi namanya menjadi
Partai Komunis Indonesia. Maka, pada tahun 1920 lahirlah PKI dengan diketuai
Semaun. Semaun bersama-sama dengan Alimin dan Darsono, ingin mewujudkan
cita-cita Sneevliet untuk memperbesar dan memperkuat gerakan komunis di Hindia
Belanda. Pada 23 Mei 1920 Semaun mengganti ISDV menjadi Partai Komunis Hindia.
Tujuh bulan kemudian, namanya diubah menjadi Partai Komunis Indonesia dan Tan
Malaka sebagai ketuanya. PKI pada awalnya adalah bagian dari SI, tapi akibat
dari perbedaan paham akhirnya membuat kedua kekuatan besar di SI ini berpisah
pada bulan Oktober 1921. Pada akhir tahun itu juga Semaoen meninggalkan
Indonesia untuk pergi ke Moskow.[5]
Langkah awal
keterlibatan Semaun dalam bidang politik dapat ditelusuri dari keikutsertaan
Semaun dalam organisasi Sarekat Islam Surabaya tahun 1914, yang
salah satu tujuannya meluruskan pemahaman Islam dan sebagai media gerakan
politik lokal melawan kebijakan pemerintah Hindia Belanda yang dinilai
diskriminatif. Setelah ikut serta dalam CSI, Semaun dipercayakan untuk memimpin
Sarekat Islam cabang Semarang yang gerakannya radikal dalam menentang politik
kolonial Belanda. Selain menjadi pimpinan Sarekat Islam Semarang, Semaun
menjadi anggota Vereeniging voor Spoor-en
Tramweg Personeel (VSTP). Pada Desember 1920, Semaun menjadi Ketua PPKB
(Persatuan Pergerakan Kaoem Boeroeh). Semaun merasa tidak puas terhadap
ideologi CSI yang dianggap tidak mewakili kaum buruh, maka secara
terang-terangan Semaun memproklamirkan ideologi pergerakan Sarekat Islam
Semarang adalah berhaluan sosialis demokrat. Ideologi ini dianggap dapat
menjadi pedoman bagi perubahan kehidupan buruh yang pada akhirnya menjadikan
masyarakat Indonesia tanpa kelas. Semaun menolak memasukkan unsur agama dalam
gerakan SI Semarang. Atas inisiatif para anggota ISDV dan SI Semarang maka 23
Mei 1920 lahirlah Partai Komunis Hindia yang berubah menjadi Partai Komunis
Indonesia.
C.
Gerakkan Komunis di Indonesia
(Bagian ke II)
Semaun mula
berkonsentrasi pada PKI, Semaun juga membawa PKI bergabung dengan Comintern yang bekerjasama dengan
negara-negara yang berfaham komunis untuk mempererat hubungan diplomasi.
Bersama-sama dengan Alimin dan Darsono, Semaun mewujudkan cita-cita Sneevliet
untuk memperbesar dan memperkuat gerakan komunis di Hindia Belanda dengan sikap
dan prinsip Komunisme yang dianutnya. PKI secara terang-terangan menentang
kebijakan pemerintah Belanda. Partai ini didukung oleh kalangan buruh yang
bersifat sosialis karena prihatin setelah melihat keadaan sosial-ekonomi yang
hancur akibat Perang Dunia I. Pada masa itu pemerintah kolonial Belanda
menaikkan pajak yang memberatkan rakyat dan anggaran belanja kesejahteraan
rakyat pun dikurangi. Sementara itu, PKI semakin mengambil garis radikal
dalam perjuangannya. Hal ini tampak dalam berbagi tindakan pemogokan dan
pemberontakan yang merusak aset negara dan mengakibatkan pertumpahan darah.
Dalam kondisi ekonomi
bangsa Indonesia yang tidak menentu, pada bulan Mei 1923 PKI mendukung
demonstrasi dan pemogokan pegawai kereta api yang mengakibatkan Semaun dibuang
ke luar negeri. Kemudian aksi radikal PKI dilanjutkan dengan aksi-aksi
pemogokan yang lebih luas di berbagai wilayah Indonesia. Dalam
perkembangan selanjutnya, PKI diperkuat oleh tokoh-tokoh komunis seperti Tan
Malaka, Alimin, dan Muso. Sepeninggal Semaun dan Darsono, pemimpin-pemimpin PKI
yang masih ada mengadakan pemberontakan yang menyimpang dari pola umum
kebangkitan nasional bangsa Indonesia melawan kolonialisme Belanda. Pada 13
November 1926 PKI dibawah Darsono memimpin pemberontakan melawan pemerintahan
kolonial di Batavia, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Sumatra Barat. PKI mengumumkan
terbentuknya sebuah republik. Pemberontakan ini dihancurkan dengan brutal oleh
penguasa kolonial. Ribuan orang dibunuh dan sekitar 13.000 orang ditahan.
Sejumlah 1.308 orang, umumnya kader-kader partai, dikirim ke Boven Digul,
sebuah kamp tahanan di Papua. Beberapa orang meninggal di dalam tahanan. Banyak
aktivis politik non-komunis yang juga menjadi sasaran pemerintahan kolonial,
dengan alasan menindas pemberontakan kaum komunis. PKI kemudian bergerak di
bawah tanah karena dilarang keras oleh pemerintah Belanda.
Semaun setelah gagalnya
pemberontakan PKI membentuk kerjasama dengan PI dan melanjutkan serta mendukung
perjuangan anti-kolonialismenya dan mencapai kemerdekaan. Semaun pun mulai
menjalin hubungan kerja sama dengan Hatta. Meskipun PI sebenarnya menolak
bekerjasama dan cenderung menghindari PKI dan ideologi komunisnya. Tetapi,
Hatta meninginkan agar dalam perjuangan menuju kemerdekaan, kaum nasionalis
radikal mau bekerjasama dengan semua organisasi kebangsaan termasuk kaum
komunis. Hatta berpendapat bahwa kaum komunis sebenarnya adalah orang
nasionalis juga tetapi tersembunyi. Rencana Semaun setelah gagalnya
pemberontakan PKI yang sangat merugikan PKI sendiri adalah mendesak pembentukan
suatu partai nasionalis baru yang didasarkan pada non-kooperasi dan swadaya,
dengan tugas khusus membentuk suatu “negara dalam negara” dan akhirnya
mengorganisir suatu revolusi untuk menggulingkan Belanda.[6]
Organisasinya harus
berjalan secara serentak dalam dua arah; pertama, aksi terang-terangan seperti
pendidikan dan kegiatan sosial dan kedua, merongrong kekuatan dengan membentuk
suatu kekuatan tempur nasional melalui aksi-aksi bawah tanah. Revolusi
harus dilancarkan serentak di setiap karesidenan dan menyebar ke
wilayah-wilayah sekelilingnya. Akhirnya, harus dibentuk suatu organisasi
perintis nasional sebagai suatu bagian penting dari aktivitas partai yang baru
tersebut, karena dari mereka ini akan diperoleh tenaga-tenaga inti bagi tentara
nasional. Hatta, tidak menyetujui rencana Semaun tersebut karena terlalu
dipengaruhi ideologi komunis. Tetapi, Hatta tetap berkeinginan untuk
bekerjasama dengan Semaun. Maka, Hatta dan Semaun pun menandatangani suatu
konvensi pada tanggal 5 Desember, yang masing-msaing atas nama PI dan PKI.
Semaun atas PKI menerima kepemimpinan PI dalam gerakan nasionalis, berjanji
untuk bekerjasama dan menawarkan alat-alat percetakan PKI di Indonesia agar
dipakai oleh PI. Namun, konvensi ini adalah hanya merupakan kesepakatan pribadi
di antara keduanya. baik pihak PI maupun PKI tidak mengetahui adanya
kesepakatan tersebut. Konvensi ini pun berakhir pada tanggal 19 Desember
setelah dibatalkan Komintern dan akhirnya diketahui oleh polisi pemerintah
Hidia Belanda. Meski demikian, semangat PKI tentang kemerdekaan
telah mengilhami tokoh-tokoh pergerakan nasional dalam perjuangan pergerakan
kebangsaan untuk mencapai Indonesia merdeka. Gagalnya pemberontakan PKI juga
telah mengilhami bagaimana pergerakan itu seharusnya dilakukan demi mencapai
kemerdekaan dan memicu munculnya konsep nasionalisme sesungguhnya.[7]
D.
Revolusi Madiun
Setiap kali datang bulan Oktober, maka kenangan hitam dibulan di bulan
September. Dimana dibulan tersebut mengingatkan pada dua sejarah besar yaitu
Pemberontakan PKI di Madiun tanggal 18 September 1948 dan GESTAPU/PKI tanggal
30 September 1965. Ketika RI baru lahir 3 tahun mardeka dan sibuk menghadapi
penjahan Belanda. Tanggal 18 September tahun 1948 jam 03.00 meledak
pengkhianatan PKI yang menusuk dari belakang. Sampai presiden Soekarno dalam
pidato 19 September 1948 menantang rakyat untuk memilih dua opsi yaitu ikut Muso
dengan PKI atau ikut Soekarno-Hatta. Namun rakyat memilih Soekarno-Hatta, maka
dengan demikian tampak terlihat Soekarno waktu itu anti Komunisme. Sehingga
dalam waktu 12 hari PKI dapat dipatahkan walaupun banyak korban yang
berjatuhan.[8]
Seorang penulis di Media Dakwah
menulis tentang hilangnya kemanusian berganti dengan kesadisan. Dia
mengemukakan adanya dokumentasi di kantor berita Ipphos yang terlihat genangan
darah ulama yang disembelih oleh eks PKI dalam Affair Madiun. Genangan
darah tersebut setebal bercenti-cinti meter, sangking banyaknya ulama
yang disembelih oleh PKI di Kampung Garong Gareng Madiun. Pemberontakan PKI-Muso 18 September
1948 merupakan perebutan kekuasaan oleh PKI bersama organisasi lain bersamanya,
yang didalangi oleh PKI-Muso. Kesatuan TNI di Madiun dilucuti senjatanya oleh
TNI Brigade 29 yang menyeleweng. Sedangkan pemerintah waktu itu diganti oleh
orang-orang PKI/FDR. Kejahatan ini berlangsung sampai pembunuhan terhadap
pemerintah dan partai lawan PKI. Inilah sekelumit kisah kejahatan PKI dalam
aksi pertuangannya yang telah memakan banyak korban baik dari lawan maupun dari
mereka itu sndiri.[9] Waktu Hindia Belanda PKI
memakai topeng kemerdekaan Indonesia merupakan tujuannya yang mengiginkan
Indonesia beridelogogi komunis, karena itu mereka berjuang atas nama
kemerdekaan agar nanti Negara dalam genggamannya.
E.
Gerakkan Komunis di Indonesia
(Bagian III)
Apa yang terjadi di madiun begitu saja dilupakan sehingga mengundang
banyak teka-teki dan bahkan Soekarno dan Hatta sendiri lupa akan apa yang telah
mereka ucapkan dalam pidatonya. PM Hatta sendiri kemudian memperbolehkan PKI
kembali berkerja. Sementara PKI waktu itu masih terkocar-kacir kehilangan
kepercayaan dari masyarakat.[10]
Langkah PKI waktu itu tidak lain selain masuk keorganisasi lain yang
dimungkinkan oleh keadaan. Terutama organisasi buruh seperti Persatuan Spoor dan Tram, Serikat Buruh
Kesadaran Indonesia, dan bahkan mereka juga berhasil masuk dan aktif di PNI,
namun disini mereka sempat terhenti karena ketahuan menyebarkan pahamnya.[11]
Gerekkan mereka kemudian masuk ke Partindo dan para kader muda mereka
masuk ke Perpri,SPI bahkan juga masuk IM. Mereka terus bergerak dengan membentuk
perkumpulan kecil, mereka masuk dalam partai nasionalis namun berkerja untuk
Komunis.[12] Dalam keadaan demikian
mereka mendapatkan nafas baru dengan kembalinya DN. Aidit dan Lukman dari luar
negeri. Mereka lari keluar negeri karena kasus pengkhianatan Madiun, akhirnya
mereka lepas landas ke Vietnam dan RRC. Sebulan setelah kepulangannya mereka
pada bulan Agustus 1950 dengan bantuan Njoto dan Paris Pardede kembali bisa
menerbitkan majalah “Bintang Merah” dengan oplaag 3.000 eksemplar. Kemudian
terus naik menjadi 10.000 eksemplar di akhir tahun 1950. Pengaruh mereka mulai
berkembang begitu pula dengan PKI. Pengaruhnya semakin cepat dan bisa menghapuskan
kesan buruk di Madiun. PKI terus menonjok lawannya terutama umat Islam. Tahun
1955 mereka berhasil ikut pemilu dan mencuat sebagai 4 besar setelah NU,
Masyumi dan PNI.[13]
Dalam bidang propaganda PKI sangat lihai, sebab mereka tidak mengenal
namanya halal dan haram. Ketika mencuat pemberontakan Madiun PKI mencaci maki
Soekarno, namun pada tahun 1951 waktu DN. Aidit memimpin bung Karno tidak
disebut lagi dan sebaliknya mereka menyerang Bung Hatta, M. Natsir, dan
Sakiman. Disisi lain mereka memfitnah ABRI dan Masyumi. Bung Karno mereka angkat
dan puji-puji sehingga politik PKI naik dan berhasil masuk dalam “Manifesto
Politik” pada tahun 1960.[14]
Sehingga mereka kembali mendapatkan PNI dan terus melakukan propaganda, dengan
cepat mereka berhasil menarik massa yang sangat banyak dan PNI pun berkembang
dengan cepat. Pandangan Marxisme menjiwai politik PNI sehingga melahirkan
konsepsi 3 aliran yaitu Nasionalisme, Agamis dan Komunis.[15]
Hal ini melahirkan polimik-polimik di surat kabar antara pro dan kontra
terhadap kebijakan Bung Korno yang sudah di cuci otak oleh PKI. Selain menyusup
masuk keorganisasi dan partai lain, mereka juga berjuang dengan organisasi
buruh yang illegal, namun tetap konspiratif. Sebenarnya PKI sendiri masih belum
legal dan mereka turus berjuang dalam pengaruh politik.[16]
Pengerakkan PKI di Indonesia masuk United
Front masuk dalam Nasakom bung Karno. Politik luar negeri PKI masuk dalam
pidato “The Era of Confrontations”
dari bung Karno di Cairo-Mesir tanggal 5 Oktober 1964. Disaat masih lemah PKI
melakukan taktik awal yaitu bermuka dua untuk menghancurkan Islam dan musuhnya.
Hal ini mereka telah menyusun pada tahun 1947 sebelum peristiwa Madiun. Dalam
pasal 6 mereka tertulis, aksi legal maka tindakan illegal, nyata harus segera
dilakukan. Mereka terus melakukan kecauan dimana-mana dengan cara menggerakkan
organisasi jahatnya. Tokoh-tokoh PKI waktu itu menggunakan muka Islamis untuk
memojokkan Masyumi dan NU, namun yang perlu dicatat lagi mereka sebenarnya
ingin menghabisi para tokoh Islam. Setelah kuat mereka kemudian menguji
kekuatan umat Islam baik lewat pidato, fitnah dan terror. Sehingga pecahlah kup
PKI yang dikenal dengan Gerakkan 30 September serta lubang buayanya atau
disebut juga dengan Revolusi/pemberontakan komunis kedua.[17]
F.
Kasus G 30 S/PKI Jakarta
Gerakkan PKI memang benar-benar Iinters melakukan penggerakan, buktinya
selalu mengadakan rapat-rapat khusus, hal ini mengindikasikan keseriusan dan
keterlibatan PKI terhadap 1 Oktober 1965 sebelum meledak G 30 S/PKI. Peristiwa
pada tanggal 1 Oktober dan 30 September 1965 merupakan keuntungan bagi komunis
Cina pada tahun 1949. Maka seharusnya menamakan peristiwa 1 Oktober merupakan
sebagai hari pengkhianatan Pancasila, bukan hari kesaktian Pancasila dan perlu
dipertimbangkan juga sebagai hari duka nasioanl.
Hasil kongres PKI tahun 1951, model revolusi komunis Indonesia yang
menggunakan cara metode tiga bentuk perjuangan, yaitu gerakkan tani di desa dan tani bersenjata, yang kedua gerakkan buruh di
kota, dan yang ketiga adalah gerakkan intensif di kalangan ABRI, yaitu
penetrasi dan infiltrasi dalam tubuh ABRI. Dengan kata lain ABRI di pakai
sebagai ujung tombak revolusi di Indonesia. Amanat partai selama masa peralihan
revolusi ala Indonesia dipimpin ABRI (PKI Baju Hijau).[18]
Keterlibatan PKI berlansung tiga kali rapat di bulan Agustus 1965 dengan
memperluas mengundang Comite daerah besar seluruh Indonesia. Hasil rapat 10
kali oleh biro khusus dari tanggal 6 sampai dengan tanggal 29 September 1965
dengan urutan sebagai berikut. Tanggal 6 dan tanggal 9 rapat di rumah Kapten
yaitu Wahyudi. Tanggal 13, 15 dan 17 rapat di rumah Kol. Latif. Tanggal 19, 22,
24, 26, dan 29 di rumahnya Sam Kamaruzzaman. Tanggal 30 September 1965 rapat
dewan militer polit biro CCPKI yang dipimpin D.N.Aidit dirumah Syam. Dewan
revolusi melangkah untuk mencapai tujuan yang telah diagendakan oleh para
petinggi PKI, sehingga gerakkan dapat melebar ke daerah-daerah dengan bentuk
tri komando kota yaitu, Semarang, Solo dan Yogyakarta. tri komando berikutnya
adalah Klaten, Kertosuro dan Boyolali yang merupakan kekuatan rakyat kecil yang
terdiri dari buruh dan tani komunis yang dipersenjatai oleh PKI.
Hal ini semakin jelas dengan intruksi pimpinan tertinggi PKI yaitu DN.
Aidit yang mengintruksikan sebagai berikut:
“Ketua CCPKI mengintruksikan kepada semua anggota CCPKI dan sebagian
anggota Polit Biro untuk pulang ke daerah binaan masing-masing membantu CDB/PKI
Propinsi, susun kekuatan Kelompok Komando dan Dewan Revolusi/ PKI daerah pada
minggu ke 3 bulan September 1965. Selanjutnya mewakili DN. Aidit memberikan
intruksi yang sah di daerah-daerah sebagai Dewan Harian Polit Biro CCPKI yang
berada di daerah binaaan masing-masing.”[19]
CIA mengungkapkan bahwa pada musim gugur 1965, Yani berserta kelompok
intinya dibunuh. Hal ini dilakukan karena ada keinginan perebutan kekuasaan dan
kekuatan anti Yani.[20]
Selanjutnya diungkap oleh Untung bahwa dewan Jenderal adalah gerakkan subversif
yang disponsori oleh CIA dan pada waktu itu Soekarno lagi sakit jantung.
Kedutaan AS mengatakan bahwa terdapat bukti menyakinkan ada gerakkan anti
komunis yang efektif dan tidak dipngaruhi oleh Soekarno dan hal ini tdak
dikembangkan ketika Soekarno masih hidup. Ini juga akan memungkinkan Negara
jatuh ke tangan dictator komunis, dan jika hal itu terjadi maka tidak dapat
diubah lagi.[21] Hal yang sama jaga
diungkapkan oleh Bunker, kehadiran AS secara besar dan luas bagi PKI merupakan
sasaran penyerangan. Kehadiran pun dikurangi oleh mereka yang menentang PKI.
Sumber dari wakil CIA mengatakan bahwa di Indonesia CIA tidak memiliki asset
yang baik.[22]
Pecahnya Gerakkan 30 September seperti yang telah kita ketahai
sebelumnya. Mengenai pendapat tentang peristiwa ini dan apa peran PKI,
DN.Aidit, Kelompok Perwira AD, CIA Amerika, Soekarno dan Soeharto sulit untuk
dipahami. Karena setiap kelompok berbeda
versi antara satu dengan yang lain. Suara yang berpengaruh dalam sejarah PKI
adalah antara PKI dan TNI AD. Dari awal mereka terlihat dalam berbangai aksi
yang sama, misalnya ketika PKI membuat kegiatan Sentral Organisasi Buruh
Seluruh Indonesia (SOBSI). Untuk mengimbangi gerakkan propaganda PKI melalui
Barisan Tani Indonesia (BTI) terhadap rakyat kecil, maka didirikanlah Musyawarah
keluarga Gotong-Royong (MKGR), kemudian didirikan Koperasi Serbaguna
Gotong-Royong (Kasgoro) yang dibina oleh Tentara Pelajar. Dalam kesempatan lain
PKI mendirikan surat kabar Harian Rakyat,
Bintang Timur, dan Warta Bakti untuk
melancarkan kegiatan dan propaganda ajaran Komunisme. Pimpinan ABRI mendirikan
surat kabar Angkatan Bersenjata dan Berita Yudha untuk menyaingin PKI. Namun secara realistis
PKI menguasai kantor berita nasional, maka dari itu ABRI mendirikan Pusat Pemberitaan
Angkatan Bersenjata (PPAB).[23]
Terlepas dari versi mana yang benar dan meyakinkan, Peristiwa G 30 S/PKI
pada saat itu diyatakan dan diyakini sebagai kudeta yang dilakukan oleh pihak
Revolusi yang didalangi oleh PKI berserta biro khusus yang membina militer.
Peristiwa itu merupakan kunci untuk melakukan dan memunculkan konflik terpendam
antara PKI dan non-PKI, tanpa G 30 S/PKI pun akan tetap meledak kudeta, karena
kedua kelompok tersebut berada dalam satu Negara. Intinya mereka ingin
menghancurkan total non-PKI seperti dimana Negara komunis berkuasa dan partai
komunis menang atau yang dikenal dengan “civil
war” tentu hal ini akan menghasilkan Indonesia terpecah seperti yang pernah
mereka lakukan di Korea, Vietnam dan lain-lain.[24]
Keterlibatan PKI dalam G 30 S dengan menculik 6 perwira tinggi dan 1
perwira angkatan darat, mereka itu tidak lain adalah Men/Pangad Letdjen A.
Yani, Deputi II Majdjen Soeprapto, Deputi III Majdjen Harjono MT, Asisten I
Majdjen S. Parman, Asisten IV Brigjen Pandjaitan, Oditur AD Brigdjen
Sutojosisworomiharjo dan ajudan KASAB Lettu Piere Tendean. Mereka dijemput dari
masing-masing kediaman mereka, namun yang selamat dari sergapan mereka
A.H.Nasution, tetapi anaknya Ade Irma Suryani ditembak mati kerena perisai
ayahnya. Akhirnya diketahui keganasan PKI dan kebiadapan mereka yang berpesta
komunis berdarah disuatu tempat lubang buaya.[25]
Hal inilah yang menjadi pemicu nasional, sehingga dengan cepat menjalar
kesemua daerah di Indonesia. Dalam hal ini propaganda PKI kalah telah dengan
non-PKI. Akhirnya menjadi kesempatan emas bagi non-PKI untuk menghancurkan PKI.
Pada saat itu Soeharto sebagai penyimbang tidak dapat berdiri di tengah lagi.
Bagi yang ikut-ikutan PKI tidak merasa apa-apa dari revolusi tersebut tapi bagi
atasannya mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, menang total atau hancur
total, dan ini sengaja dilakukan guna untuk membangun opini masa depan dengan
dalih melawan imperialis dan pengkhianatan Soeharto pada Soekarno. Sisa PKI
saling mengkritik terhadap keputusan Aidit, begitu juga sebaliknya. Hal ini
dilakukan Aidit ingin membentuk Front
Nasional, tapi pola United Front tidak
dapat diterapkan lagi karena PKI pada12
Maret 1968 dibubarkan. Sisi lain juga pelaksanaan strategi ala Mao di Blitar
selatan 1968 digagalkan oleh Operasi Trisula.[26]
Dari siasat kejatan PKI sebelum dihancurkan oleh non-PKI, sangat aneh yang
terjadi terhadap para ulama, baik yang pro Nasakom maupun yang tidak. Tetap
saja menjadi pencaria untuk dibunuh oleh eks PKI dalam G 30 S PKI. Rumah-rumah
ulama, kiyai, dan tokoh Islam ditandai di pagar atau ditempat lainnya untuk
dibunuh. Sumur-sumur dan kolam-kolam masjid atau surau/langgar diracuni dengan
racun ganas yang waktu itu dinamakan endrin
oleh PKI, agar muslim yang berkumur apalagi meminum air itu teracuni dan
mati. Sebelum meracuni sumur-sumur dan kolam wudhu muslimin, PKI belagat Islami
melakukan apa yang sering dilakukan umat Islam yakni menyedia air minum
dipinggir jalan untuk orang lewat. Tadak di ketahui bahwa itu pemancing agar
umat Islam yang menyediakan air minum dipinggir jalan telah mereka diracuni.[27]
Kejadian kebiadapan ini kemudian ditiru oleh pemerintahan Orde Lama
sampai reformasi membantai umat Islam secara terang-terangan dengan tentaranya,
sebagai mana yang dilakukan di Aceh, Tanjung Priok, Lampung, Haur Koneng
Majalengka Jawa Barat, dengan isu dukun santet di Bayuwangi, membiarkan antar
agama mengempur muslimin seperti hal yang terjadi di Poso, Timor-Timur, Kupang,
Ambon dan lain-lain.[28]
Atas hal inilah akar penyebab lahirnya Front Pembela Islam dan Laskar Pembela
Islam pimpinan Habib Rezieq Syihab pada tahun 1998 sampai sekarang masih eksis
dalam beramar ma’ruf nahyi mungkar.[29]
G.
Wanita Dalam Permainan Komunisme
PKI terus menyusun kekuatan dengan berbagai cara agar mencapai tujuannya.
Gerombolan PKI masih sanggup melakukan pembelaan diri 72 halam didepan
pengadilan dengan semangat yang kobar-kobar. Disamping itu mereka juga tak
henti melatih dan mendidik kader-kader muda, sebutkan saja di daerah Sragen dan
Purwodadi. Meraka turut melatih anak-anak kecil dengan bela diri dan
menggunakan senjata guna memusuhi Pamong desa dan Tri Tunggal, yang mereka
juluki sebagai “tuan tanah”. Kegiatan gelap PKI tersebut mereka dilakukan untuk
membentuk “prada” (Prajurit Desa) dan
“Praga” (Prajurit Gerilya) dalam
rangka membangun organisasi di Desa, inilah rangcangan mereka. Dalam sebuah
penggerebegan di Purwodadi Jawa Tengah dengan ditemukan 8 pria dan beberapa
wanita, ditmukan juga 38 pistol, 14 butir peluru, dan bandera palu arit lambang
komunis. Anehnya lagi para wanita yang ditangkap itu telah mahir dalam ilmu
beladiri.[30]
Salah satu gerakkan rahasia komunis adalah dengan menggunakan kata sandi
(kode khusus) disamping nama samaran, misalnya kontak dengan teman-teman mereka
gunakan sandinya “Paru”. Jika
berhadapan dengan pihak berwajib mereka gunakan “0-3” yaitu “hana tupui/ora
ngerti” (tidak tahu), “hana eu/ora
waruh dan hana teusoe/ora kenal” (tidak melihat dan tidak kenal), maka
dengan begitu mereka telah mengunakan prisip 3 R yaitu; Rapi, Rapet dan
Rampung. Senjata yang mereka dapatkan, menurun berita berbagai sumber dari
penyeludupan 1.500 senjata dari RRC. Kegiatan itu diketahui dengan keuletan
seorang wanita lurah Desa Gayer, ibu Syi Hartati. Penggunaan anak-anak dan wanita sudah biasa
mereka lakukan untuk gerakkan rahasia mereka.[31] Gerakkan wanita dalam komunis juga tidak beda
dengan pria bahkan mereka mempunyai lebih dari binatang betina. Selain
kesadisan dan kebiadapan dalam melakukan penghancuran terhadap pihak yang
dianggap musuh mereka yang begitu banyak di Indonesia. Wanita dalam komunis
disisi lain juga dilatih sex yang tinggi dan siap melayani dimana saja, tidak
peduli dimana dan kapan, didepan umum juga tidak masalah bagaikan binatang
tanpa akal. Hal ini telah terbukti pada tahun 1950-an dan bahkan sampai
sekarang masih ada yang demikian.[32]
Jika kita melihat ada wanita berkelakuan layak binatang seperti anjing betina
itu patut dicurigai.
Dari sinilah komunis memiliki pengikut fantik, ingat saja peranan Gerwani
yang telah dilatih di Lubang Buaya tahun 1965 yang sanggup melakukan apa saja
dan berada diluar prikemanusiaan. Kasus serupa juga didapati di kebakaran besar
Tanjung Priok tahun 1972. Kejadian itu diketahui dengan bocornya seorang spion wanita keturunan Cina, yang
kemudian diketahui sebagai perancang pembakaran pelabuhan itu. Jaringan
Spionase kuning dimana wanita cantik, dan memang wanita cantik biasanya yang
tergabung dalam organisasi yang menamakan dirinya “pembela tanah air dan
rakyat”. Menurut Koran Buana spion
wanita cantik dan cerdik itu berumuran yang berkisar 25 tahun. Pada tahun 1972
mereka menginap disebuah hotel mewah di Jakarta sebelum pembakaran Pelabuhan
Tanjung Priok. Istilah mewah waktu itu ada arti lain pada saat itu, dengan kata
lain memiliki multi taksir dibalik kata “mwah”. [33]
Dalam artikel Majalah Kiblat 1982 kata mewah diartikan sebagai intel atau
pengumpul inrformasi tentang jadwal kapal yang berlabuh di pelabuhan Tanjung
Priok, dimana penyimpanan bahan bakarnya, dan seterusnya. Setelah info semua
didapatkan, lalu dilaporkan kepada spion temannya, misalnya spion AL dan JH,
sebagai bahan sabotage yaitu membakar
pelabuhan. Spion AL pernah dilatih di Singapure pada tahun 1967 sedangkan JH
dalam kasus ini sebagai pemimpin grup-grup Sabogate
serta melatih spion baru.[34]
Gerakkan Wanita PKI Gerwani (Gerakkan Wanita Indonsia) yang awalnya
bernama Gerakkan wanita Sedar atau Gerwanis yang berdiri pada tanggal 4 Juni
1950 yang merupakan fusi dari 6 organisasi wanita yang terdiri dari Rupindo (
Rukun Putri Indonesia) di Semarang, Persatuan Sedar di Surabaya, Istri sedar di
Bandung, Gerwindo (Gerakkan Wanita Indonesia) di Kediri, ada Wanita Madura di
Madura dan Perjuangan Putri Indonesia yang merupakan Barisan Pemberontak
Republik Indonesia. Latar belakang organisasi social ini terbentuk pada tahun
20-an. Hasil kongres meraka I dan II berfokus pada tiga Fron utama yaitu; front
politik, Feminisme, dan gerakkan tani. Semua itu tidak lain adalah front
penyerangan terhadap Islam dan pemerintah. Pendirinya adalah Tri Metty Suwarti
selanjutnya digantikan oleh kader-kader muda yang beridiologi komunis kuat
seperti Suharti, Sulami Sumini dan seterusnya.[35]
Dari gerakkan 1972-1973 dapat kita lihat indikasi perkembangan mereka,
karena kemaksiatan seperti perjudian, mabuk-mabukan, narkotika, dan juga wanita
malam. Dari sinilah lahirnya geng-geng komunis wanita. Maka dari sini sangat
jelas musuh utama komunis adalah Islam, karena Islam lah yang sangat gencar
melakukan pemusnahan terhadap kemaksiatan tersebut. Hal ini tentunya akan
menjadi penghambatan bagi komunis untuk berkembang. Hal ini terbukti pada
tanggal 14 Januari 1973 adanya kewaspadaan terhadap pemamfaatan Hostess
(Pramuria/sekarang PSK) di nite club bagi kepentingan spionase asing. Ditambah lagi
dengan argumen dari pemerintah yang menegaskan adanya hubungan antara penyudup
narkotika dan subversi komunis. Disisi lain komunis juga menungangi gerakkan
kebatinan atau dukun. Menurut Mayjen Widodo diketahui adanya kegiatan daerah
yang menjerumus untuk melakukan perpecahan, dengan isu menakuti rakyat lewat
aliran kepercayaan.[36]
Dari itu sekarang ini, lagi maraknya aliran sesat di Indonesia, hal ini bisa
jadi ada indikasi dari komunis sisa PKI dulu.
Sekarang memang tidak terdengar adanya Gerwani, tapi tokoh Gerwani ada yang
masih hidup sampai sekarang dan tentunya terus melakukan penggerakan yang
terselubung dalam LSM-LSM. Seperti halnya Sulami yang paling gencar melakukan
propaganda, dia sekarang aktif di Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP),
disamping itu dia juga ikut menjaring kader PKI di seluruh Indonesia. Dia
mengaku telah 60 orang yang aktif bersamanya, gerakkan-gerakkan pun dilalui
dengan menyusup ke sekolah-sekolah dan kalangan pelajar dengan mengunakan
jargon Aliansi Pelajar Indonesia (API).[37]
Gerakkan mereka memang sangat halus, bagaikan musang berbulu ayam. Seperti yang
diungkapkan Sudomo, walau imfrastruktur PKI telah hancur, namun cara kerja
organisasi dijalankan dengan system dimana antara anggota satu dengan yang
lainnya tidak saling mengetahui, sehingga sampai sekarang belum diketahui
organisasi tersebut secara keseluruhan.[38]
Dari indikasi tersebut dapat kita ketahui dimana kaum perempuan adalah
paling cepat terpengaruh dan mempengaruh tanpa harus berpikir panjang. Ini
terbukti di Indonesia tingkatan kenakalan remaja putri lebih tinggi dari putra,
seperti tingkat obortus yang dilakukan pada perempuan, narkoba, seks, dan
cenderung jauh dan enggan mempelajari agama dengan alasan natinya akan didapur
dan tidak bisa menjadi wanita karir. Hal ini harus kita cegah dengan
memperbanyak pengajaran agama kepada mereka dan tentunya harus siap juga
menghadapi kaum liberal dan media. Karena keagamaan sering terjadi sasaran
tuduhan radikalisme dan teroris. Pada umumnya perempuan itu enderung tidak
memerankan diri dalam aktifis kemasyarakatan, dan berbeda dengan tokoh komunis,
mereka justru sebaliknya. Maka dari itu masyarakat disamping mengetahui apa itu
Komunisme, namun cara kerja dan siasatnya juga harus kita ketahui. Supaya tidak
terpengaruh oleh yang namanya pendakalan agama.
***
[1] Sartono Kartodirjo, “Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah
Pergerakan Nasional”, Jakarta: Gramedia, 1993, hlm. 144
[2] Iskandar P. Nugraha, Teosofi, Nasionalisme, dan Elite Modern
Indonesia, Jakarta: Komunitas Bambu, 2011, hlm. 87
[3] Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Jakarta:
Serambi, 2010, hlm. 370
[4] Pringgodigdo, Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia,
Dian Rakyat,1994, hlm 28
[5] Wikipedia Indonesia Bebas,
http://id.wikipedia.org/wiki/Semaun di akses pada 18 mei 2015
[6] Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, hlm.
375-376
[7] Dr. Z. Yasni, Bung hatta Menjawab, Jakarta, Gunung
Agung, 1979, hlm. 10-11
[8] Redaksi Kiblat, “Menunggalkan
ABRI dan Rakyat Hancurkan PKI”, Kiblat, 9,
xxx, 5-20 Oktober 1982, hlm. 6-7
[9] Hartono Ahmad Jaiz, Di Bawah
Bayang-Bayang Soekarno-Soeharto (Tragedi Politik Islam Indonesia dari
Orde Lama Hingga Orde Baru), Jakarta: Darul falah, 1999, hlm. 77
[10] Kiblat, 9, xxx, 5-20 Oktober 1982, hlm. 7
[11] Busjarie Latif, Manuskrip
Sejarah 45 Tahun PKI (1920-1965), hlm. 179
[12] Ibid, hlm. 180
[13] Kiblat, 9, xxx, 5-20 Oktober 1982, hlm. 7
[14] Ibid
[15] Busjarie Latif, Manuskrip
Sejarah 45 Tahun PKI (1920-1965), hlm. 180
[16] Ibid
[17] Kiblat, 9, xxx, 5-20 Oktober 1982, hlm. 7
[18] H. Firos Fauzan, Civil War Ala PKI 1965, Jakarta: Accelerate Faundation, 2011, hlm. 62-63
[19] Ibid, hlm. 66-67
[20] Peter Dale Scott, Peran CIA dalam Pengulingan Sukarno,
Yogyakarta: MedPress, 2007, hlm.17
[21] Antonie. C.A. Dake, Sukarno file, terj. I. Lesmana Hardjo, Jakarta, Aksara
Karunia, 2005, hlm. 344
[23] Nugroho Notosusanto (Ed), Pejuang dan Prajurit, Jakarta: Sinar
harapan, 1985, hlm. 105-106
[24] Alfian Tanjung, Mengganyang Komunis, hlm. 42
[25] Erwin M. Hasan, Gerakkan Pemuda Pelajar Berjuang KAPPI
(Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia), Jakarta: GNPI, 2002, hlm. 78
[26] Alfian Tanjung, Mengganyang Komunis, hlm. 43
[27] Hartono Ahmad Jaiz, Di Bawah
Bayang-Bayang Soekarno-Soeharto (Tragedi Politik Islam Indonesia dari
Orde Lama Hingga Orde Baru), hlm. 78
[28] Ibid, hlm. 79
[30] Pembantu Khusus Kiblat,
“Gerakkan Kominis1972 Masih Ingat?” Kiblat,
12, xxx, 5-20 Nopember 1982, hlm. 16
[32] Alfian Tanjung, Mengganyang Komunis, hlm. 132
[33] Kiblat, 12, xxx, 5-20 Nopember 1982, hlm. 17
[34] Ibid, hlm. 17
[35] Alfian Tanjung, Mengganyang Komunis, hlm. 133
[36] Kiblat, 12, xxx, 5-20 Nopember 1982, hlm. 17
[37] Alfian Tanjung, Mengganyang Komunis, hlm. 133
[38] Kiblat, 12, xxx, 5-20 Nopember 1982, hlm. 17
0 comments:
Post a Comment