Oleh: Amriadi Al Masjidiy*
Kita telah memasuki era yang namanya arus informasi, dimana setiap publik bebas menyampaikan aspirasi dan menyebarkannya dengan cepat. Anda bagun pagi, bisa langsung mengkritik pemerintah, pelayanan umum dan berbagi pendapat. Kritikan ini bisa langsung disampaikan hanya dalam satu genggaman, yang dikenal dengan gadget. Media sosial telah menumbuh jurnalisme rasa publik dan bahkan media profesional juga sering mengutip hasil kritikus facebookers dan twitters menjadi sebuah berita.
Ketika peristiwa bom London, Inggris 7 Juli 2005 yang lalu. Media ternama yang profesional mengharuskannya mengambil video dari Jeff Jarvis dan Stave Yelvington, dua warga yang paling dekat dengan tempat kejadian dan memuatnya dihalaman blog pribadinya. Video yang banyak berbicara tersebut langsung tersiar dalam televisi BBC. Mana juga wartawan dan kru media yang profesional?
Maka “...Dalam jurnalisme, publik bukan lagi merupakan objek, komoditas, atau produk yang dijual kepada para pemasang iklan, tetapi publik memiliki pengaruh untuk menentukan isi berita sesuai dengan kebutuhan.” (Tim Redaksi LP3ES dalam Buku Jurnalisme Liputan6: Antara peristiwa dan ruang publik). Dengan demikian warga sekarang juga berperan sebagai wartawan.
Kewartawanan warga ini membuat media berkelas membuka rubik Citizen Journalism, dimana dalam rubik ini menayangkan berita dari warga. Lahir juga media warga yang paling terkenal sekarang Kompasiana.com dan baru-baru ini lahir aneka media yang dikelola oleh perorangan dan kelompok.
Media warga tersebut bebas menulis dan menyampaikan aspirasi asal tidak merugikan pihak lain. Semua yang kita tulis dimedia sosial pun menjadi hak publik untuk menyebarluaskan dan meminta izin pada pemiliknya hanyalah persoalan etika.
Reformasi dari 1998 ini telah membawa warga dalam kewartawanan. Media konvensional pun mulai ada saingannya dengan munculnya media warga yang dikelola perorangan, dan kelompok. Hal yang mengejutkan sekarang banyak orang tidak lagi percaya berita media.
Kalau dulu berita peristiwa kematian atau olahraga masih dalam lebel yang benar, dengan jurnalisme gaya baru ini. Peristiwa semacam ini juga dimasukkan kedalam arus politik, kepentingan dan pemilik modal media. Sehingga semua berita yang diberitakan di media perlu dipertanyakan kebenarannya.
Hal inilah yang menyebabkan media abad 21 ini berada dalam cengkraman baru setelah mengikuti era berita dalam genggaman pemerintah. Terkait hal ini Seorang Praktisi Jurnalis-Dan Gilmor mengatakan, Abad 21 ini, menjadi tantangan berat bagi media massa konvensional atas lahirnya jurnalisme baru yang sangat berbeda dengan jurnalisme terdahulu. Dalam jurnalisme warga siapapun dapat membuat, menyebarkan, bahkan menjadi narasumber, sekaligus mengkonsumsi berita dalam bentuk format tulisan, foto, suara, maupun gambar bergerak.”
Bagi Anda yang suka mengabadikan peristiwa melalui Handphone, Handycam dan yang lainnya, lalu menulis apa, kenapa, dimana, bagaimana, kapan, berapa (5w 1h). Maka anda telah melakukan tugas kewartawanan. Membagikan ke media sosial seperti Blog, Facebook, Twitter, Youtube dan lain-lain, anda telah melakukan pewartaan (menyampaikan informasi).
Menjadi kontributor di media cetak, televisi dan radio, anda bisa maraup keuntungan disana. Satu tulisan yang dimuat oleh koran, majalah atau tabloid anda bisa mendapatkan royalti sekitar 50 ribu sampai dengan 250 ribu pertulisan.
Bagi anda aktivis mahasiswa atau LSM, anda bisa menulis kegiatan kampus, pelayanan masyarakat dan aktivitas lainnya yang bisa menjadi berita. Sedangkan anda yang suka menulis bisa juga dengan menulis cerpen, puisi, sajak, opini, feuture dan analisa.
Menyukai film dokumenter? Suka jalan-jalan? Suka membantu? Anda bisa memanfaatkan media tersebut sebagai tempat menyalurkan aspirasi, menggalang dana sosial, dan memperjuangkan keadilan.
Selain menyalurkan tulisan, gambar, video, dan audio ke media massa. Anda juga bisa membuat media sendiri yang dikenal dengan blog. Jika anda tidak terlalu pinter dalam internet anda dapat menyewa jasa pembuatan blog yang berkisar antara 50 ribu sampai 2 juta, atau tergantung pesanan dan kebutuhan anda.
Bagi media massa akan sangat menginginkan berita-berita yang bisa menjadi viral dan banyak mengundang pembaca. Media/blog anda juga bisa membuat tulisan dan pernyataan-pernyataan kritis yang mengundang perhatian netizen untuk membacanya. Semakin banyak pembacanya semakin memudahkan anda untuk memasang iklan di blog/media anda.
Pendiri harian Kompas Jakob Oetama mengatakan “Pengetahuan umum, sikap kritis, jiwa yang terus mencari dan tidak pernah puas merupakan kompetensi profesional bagi media.” Artinya kita semua memiliki “bibit” untuk menjadi wartawan sekaligus pemilik media yang bebas berkreasi selama tidak melanggar hukum dan etika.
Masih ingatkah anda sosok jurnalis asal London, Rachel McTavish namanya. Meskipun perempuan dia jurnalis yang disegani, bekerja sebagai presenter di televisi ITV dan radio ITN. Hebatnya Rachel McTavish dia bisa berkerja meliput tanpa kru, dia melakukan semuanya sendiri. Mulai dari liputan, editing sampai publikasi dilakukan sendiri dari rumahnya di Brimingham City. Jean Gaddy Wilson (Owner position the futuere consultant, Washington DC) mengatakan “Kehadiran Teknologi digital membuat pasar media menjadi semakin kompetitif”.
Semoga tulisan kecil ini menambah aspirasi kita semua untuk mengabadikan peristiwa dan meraih keuntungan disana. Ada banyak tempat peliputan berita, mulai dari kota hingga ke desa tentunya akan ada perbedaan akan peristiwa. Jika di kota sering terjadi demostrasi, maka di desa sering terjadi tawuran antar warga. Semakin jeli dalam memandang sebuah peristiwa maka semakin banyak akan berita yang kita dapatkan. Hal ini tentu bisa terjadi anda sudah biasa dalam masalah peliputan.
*)Salam Jurnalis, penulis merupakan pendiri media tebarsuara.com.
0 comments:
Post a Comment