Oleh: Amriadi Al Masjidiy*
Tebar Suara | Benarkah sebuah berita dimedia sama seperti yang terjadi dilapangan? Pertanyaan semacam ini ketika saya masih kuliah di Akademi dulu, pertanyaan semacam ini memang waktu itu masih diangap hal yang luar biasa. Karena pada tahun 2012 saya sendiri masih awam dan percaya media. Namun seiring waktu berjalan akhirnya kita tau bagaimana berita itu sampai kepada kita.
Awam saya dulu, media hanyalah saluran. Jika airnya kopi maka akan keluar kopi juga. Namun sekarang media tidak demikian, jika airnya kopi belum tentu keluarnya kopi, bisa jadi kopi susu. Dulu saluran sekarang rekontruksi, yaitu berusaha mengangkat kejadian lapangan kedalam berita. Dari sini lahirlah macam-macam model berita. diantaranya sebagai berikut;
Model Cermin
Kalau anda jelek maka cermin juga akan mengatakan anda jelek. Model berita semacam ini meharuskan wartawan melaporkan apa adanya, disini penulis berita tidak memberikan penilaian atau opini terhadap peristiwa yang diberitakan. Model ini tentunya akan sangat jarang terjadi dan bahkan bisa dikatakan hampir punah berita semacam ini.
Model Profesional
Model seperti telah mensyaratkan berita hasil kemampuan jurnalisme yang tinggi. Disini penulis berita atau wartawan bisa mengolah berita, dapat memilih peristiwa dan menyeimbangkannya dengan kepentingan berbagai pihak. Bahasa yang digunakan juga tergolong tinggi, namun tetap dengan bahasa yang enak dibaca dan tidak memberikan penilai. Biasanya berita secaman ini, berita yang netral.
Model Organisasi
Model ini menekankan berita perlu disesuaikan dengan tujuan organisasi media yang menyiarankan berita tersebut. Berita yang disajikan tentunya harus menguntungkan organisasi. Bahkan tidak jarang berita dimasukkan sebagai alat promosi, membentuk citra positif bagi organisasi yang bersangkutan.
Model Politik
Model ini meletakkan berita sebagai produk sebuah ideologi. Cara berpikir dalam menulis berita harus sesuai dengan pendapat suatu golongan. Sehingga tak jarang berita model ini diarahkan untuk menjelekkan ideologi media berita lain yang tidak sepaham. Apalagi kalau media tersebut dikendalikan oleh politisi dan pemerintah, sudah barang tentu beritanya akan pro kepada mereka.
Sebenarnya dalam melaporkan berita, seorang jurnalis mempunyai kekuasaan penuh dalam menulis berita. Ia dapat mempengaruhi pemikiran dan keputusan pembaca. Dalam penulisan berita memang fakta dan data harus akurat, harus mengandung 5w 1h. Walaupun tututan wartawan demikian dan tidak boleh beropini, namun wartawan tetap bisa beropini dengan cara mencari tangan ke tiga, yaitu mencari narasumber yang sesuai dengan paham mereka.
Maka jangan heran jika berita dalam sebuah media akan dipengaruhi oleh pemilik modal, pengiklan, politik dan ideologi. Karena memang tugas jurnalis sekarang hanya berusaha untuk mengangkat ulang peristiwa lapangan.
Berita yang dipengaruhi oleh pemilik modal tentunya berita yang diangkat tentang hal-hal positif si pemilik modal dan berusaha menepis berita dimedia lain, sehingga si pemilik modal bebas melakukan apa saja, dia tetap akan positif dimedia tersebut. Berita yang dipengaruhi oleh pengiklan tentunya tidak mengangkat keburukan produk iklan yang tayang dimedia tersebut. Berita yang dipengaruhi politik biasanya akan mencitrakan politisi dan partainya. Sedang berita yang dipengaruhi oleh ideologi biasanya berita yang selalu untuk mempengaruhi pembaca agar mengikuti ideologinya.
Dari itu dapat kita simpulkan bahwa media tidak lagi berupa saluran air. Media akan dipengaruhi oleh berbagai hal dan kepentingan. Karena itu media tidak mungkin netral terhadap sebuah peristiwa. Sebuah berita akan tanyang jika menarik, maka peristiwa yang biasa terjadi tentunya tidak akan menarik dan tidak laku untuk pemasaran produk iklan. (tebarsuara.com)
*)Alumni MTs.S Muhammadiyah Lhokseumawe, Pimpinan Umum Tebar Suara
0 comments:
Post a Comment