Penyusun: Amriadi, dkk
Kode Etik
Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan. Wartawan[1] selain
dibatasi oleh ketentuan hukum,[2]
seperti Undang-Undang[3] Pers
Nomor 40 Tahun 1999, juga harus berpegang kepada kode etik jurnalistik. Tujuannya
adalah agar wartawan bertanggung
jawab dalam menjalankan profesinya, yaitu mencari dan menyajikan informasi.[4]
A. Pengertian
Ditinjau
dari segi bahasa, kode[5] etik berasal dari dua bahasa, yaitu
“kode” berasal
dari bahasa Inggris[6] “code”
yang berarti sandi, pengertian dasarnya dalah ketetuan atau petunjuk yang
sistematis. Sedangkan “etika”[7]
berasal dari bahasa Yunani[8] “ethos”
yang berarti watak atau moral. Dari pengertian itu, kemudian dewasa ini
kode etik secara sederhana dapat diartikan sebagai himpunan atau kumpulan
etika. Di Indonesia[9] terdapat
banyak Kode Etik Jurnalistik. Hal tersebut dipengaruhi oleh
banyaknya organisasi[10] wartawan[11] di
Indonesia, untuk itu kode etik juga berbagai macam, antara lain Kode Etik
Jurnalistik Persatuan Wartawan Indonesia (KEJ-PWI), Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI), Kode Etik Jurnalistik Aliansi Jurnalis[12]
Independen (KEJ-AJI), Kode EtikJurnalis Televisi Indonesia, dan
lainnya.
B.
Sejarah Kode Etik Jurnalistik di Indonesia
Sejarah perkembangan
Kode Etik Jurnalistik di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari sejarah
perkembangan pers di Indonesia. Jika diurutkan, maka sejarah pembentukan,
pelaksanaan, dan pengawasan Kode Etik Jurnalistik di Indonesia terbagi dalam
lima periode. Berikut kelima periode tersebut:
1.
Periode Tanpa Kode Etik Jurnalistik
Periode ini terjadi ketika Indonesia[13] baru
lahir sebagai bangsa yang merdeka tanggal 17 Agustus 1945. Meski baru merdeka, di Indonesia telah
lahir beberapa penerbitan pers baru. Berhubung masih baru, pers pada saat
itu masih bergulat dengan persoalan bagaimana dapat menerbitkan atau
memberikan informasi[14] kepada
masyarakat di era kemerdekaan, maka belum terpikir soal pembuatan Kode Etik
Jurnalistik. Akibatnya, pada periode ini pers berjalan tanpa kode etik.
2.
Periode Kode Etik Jurnalistik PWI tahap
1
Pada tahun 1946, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dibentuk di Solo, tapi ketika organisasi ini
lahir pun belum memiliki kode etik. Saat itu baru ada semacam
konvensi yang ditungakan dalam satu kalimat, inti kalimat tersebut adalah PWI mengutamakan prinsip
kebangsaan. Setahun kemudian, pada 1947, lahirlah Kode Etik PWI yang pertama.
3.
Periode Dualisme Kode Etik Jurnalistik
PWI dan Non PWI
Setelah PWI lahir, kemudian muncul
berbagai organisasi wartawan lainnya. Walaupun
dijadikan sebagai pedoman etik oleh organisasi lain,
Kode Etik Jurnalistik PWI hanya
berlaku bagi anggota PWI sendiri,
padahal organisai wartawan lain juga memerlukan Kode Etik
Jurnalistik. Berdasarkan pemikiran itulah Dewan Pers[15] membuat
dan mengeluarkan pula Kode Etik Jurnalistik. Waktu itu Dewan Pers
membentuk sebuah panitia yang terdiri dari tujuh orang, yaitu Mochtar Lubis,[16] Nurhadi Kartaatmadja, H.G Rorimpandey , Soendoro, Wonohito, L.E Manuhua dan A. Aziz. Setelah selesai, Kode Etik
Jurnalistik tersebut ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris Dewan Pers masing-masing Boediarjo[17] dan T. Sjahril, dan disahkan pada 30 September 1968. Dengan demikian, waktu itu
terjadi dualisme[18] Kode Etik
Jurnalistik. Kode Etik Jurnalistik PWI berlaku untuk wartawan yang
menjadi anggota PWI, sedangkan
Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers berlaku
untuk non PWI.
4.
Periode Kode Etik Jurnalistik PWI tahap
2
Pada tahun 1969, keluar peraturan pemerintah
mengenai
wartawan. Menurut
pasal 4 Peraturan Menteri Penerangan No.02/ Pers/ MENPEN/ 1969 mengenai wartawan, ditegaskan, wartawan Indonesia diwajibkan
menjadi anggota organisasi wartawan Indonesia
yang
telah disahkan pemerintah.[19]
Namun, waktu itu belum ada organisasi wartawanyang
disahkan oleh pemerintah. Baru
pada tanggal 20 Mei 1975 pemerintah
mengesahkan
PWI
sebagai
satu-satunya organisasi wartawan Indonesia. Sebagai
konsekuensi dari pengukuhan PWI tersebut, maka secara otomatis
Kode Etik Jurnalistik yang berlaku bagi seluruh wartawan Indonesia adalah
milik PWI.
5.
Periode Banyak Kode Etik Jurnalistik
Seiring dengan tumbangnya
rezim Orde Baru,[20]
dan berganti dengan era Reformasi,[21] paradigma[22] dan
tatanan dunia pers pun ikut berubah. Pada tahun 1999, lahir Undang-Undang No 40 tahun
1999 tentang Pers yaitu Pasal 7 ayat 1, Undang-Undang ini membebaskan wartawan dalam
memilih organisasinya. Dengan Undang-Undang ini, munculah berbagai
organisasi wartawan baru. Akibatnya, dengan berlakunya ketentuan ini maka
Kode Etik Jurnalistik pun menjadi banyak. Pada tanggal 6 Agustus 1999,
sebanyak 25 organisasi wartawan di Bandung melahirkan
Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI), yang disahkan Dewan Pers pada 20 Juni 2000. Kemudian pada 14 Maret 2006, sebanyak 29 organisasi pers membuat
Kode Etik Jurnalistik baru, yang disahkan pada 24 Maret 2006.
C.
Fungsi
Kode Etik Jurnalistik menempati
posisi yang sangat vital bagi wartawan, bahkan
dibandingkan dengan perundang-undangan lainnya yang memiliki sanksi fisik sekalipun, Kode Etik
Jurnalistik memiliki kedudukan yang sangat istimewa bagi wartawan. M. Alwi Dahlan[23] sangat
menekankan betapa pentingnya Kode Etik Jurnalistik bagi wartawan. Menurutnya,
Kode Etik setidak-tidaknya memiliki lima fungsi, yaitu:
Ø
Melindungi keberadaan seseorang profesional dalam
berkiprah di bidangnya.
Ø
Melindungi masyarakat dari malpraktek oleh praktisi
yang kurang profesional.
Ø
Mendorong persaingan sehat antarpraktisi
Ø
Mencegah kecurangan antar rekan profesi
Ø
Mencegah manipulasi informasi oleh narasumber.
D.
Asas Kode Etik Jurnalistik
Kode Etik Jurnalistik yang lahir
pada 14 Maret 2006, oleh gabungan organisasi pers
dan ditetapkan sebagai Kode Etik Jurnalistik baru yang berlaku secara nasional
melalui keputusan Dewan Pers No 03/
SK-DP/ III/2006 tanggal 24 Maret 2006, misalnya, sedikitnya mengandung empat
asas, yaitu:
1.
Asas Demokratis
Demokratis[24]
berarti berita harus disiarkan secara berimbang dan independen, selain itu,
Pers wajib melayani hak jawab dan hak koreksi, dan pers harus mengutamakan
kepentingan publik Asas demokratis ini
juga tercermin dari pasal 11 yang mengharuskan, Wartawan Indoensia
melayani hak jawab dan hak koreksi secara proposional. Sebab, dengan
adanya hak jawab dan hak koreksi ini, pers tidak boleh menzalimi pihak
manapun. Semua pihak yang terlibat harus diberikan kesempatan untuk
menyatakan pandangan dan pendapatnya, tentu secara proposional.
2.
Asas Profesionalitas
Secara sederhana, pengertian asas
ini adalah wartawan Indonesia harus
menguasai profesinya, baik dari segi teknis maupun filosofinya. Misalnya
Pers harus membuat, menyiarkan, dan menghasilkan berita[25] yang
akurat dan faktual. Dengan demikian, wartawan indonesia terampil
secara teknis, bersikap sesuai norma yang berlaku, dan paham terhadap
nilai-nilai filosofi profesinya. Hal lain yang ditekankan kepada wartawan dan
pers dalam asas ini adalah harus menunjukkan identitas kepada narasumber,
dilarang melakukan plagiat, tidak mencampurkan fakta dan opini, menguji
informasi yang didapat, menghargai ketentuan embargo,[26] informasi latar
belakang , dan off the record, serta pers harus segera mencabut,
meralat dan memperbaiki berita yang tidak akurat dengan permohonan maaf.
3.
Asas Moralitas
Sebagai sebuah lembaga, media massa[27] atau
pers dapat memberikan dampak sosial yang sangat luas terhadap tata nilai,
kehidupan, dan penghidupan masyarakat luas yang mengandalkan
kepercayaan. Kode Etik Jurnalistik menyadari pentingnya sebuah moral dalam
menjalankan kegiatan profesi wartawan. Untuk itu, wartawan yang
tidak dilandasi oleh moralitas tinggi, secara langsung sudah melanggar asas
Kode Etik Jurnalistik. Hal-hal yang berkaitan dengan asas moralitas antara
lain Wartawan tidak
menerima suap, Wartawan tidak
menyalahgunakan profesi, tidak merendahkan orang miskin dan orang cacat (Jiwa
maupun fisik), tidak menulis dan menyiarkan berita berdasarkan diskriminasi
SARA dan gender, tidak menyebut identitas korban kesusilaan, tidak menyebut
identitas korban dan pelaku kejahatan anak-anak, dan segera meminta maaf
terhadap pembuatan dan penyiaran berita yang tidak akurat atau keliru.
4.
Asas Supremasi Hukum
Dalam hal ini, wartawan bukanlah
profesi yang kebal dari hukum yang berlaku. Untuk itu, wartawan dituntut
untuk patuh dan tunduk kepada hukum yang berlaku. Dalam memberitakan
sesuatu wartawan juga diwajibkan menghormati asas praduga tak bersalah.
E. Kode Etik Jurnalistik
Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan
pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar
1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah
sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi
kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan
kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan
bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.
Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban
dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers
dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Untuk
menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi
yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi
sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan
integritas, serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia
menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
F.
Penafsiran Pasal Demi
Pasal yang ditetapkan Lembaga Wartawan dan Pers
1.
Pasal
1
Wartawan
Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan
tidak beritikad buruk. Berikut penafsirannya:
Ø
Independen berarti
memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur
tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan
pers.
Ø
Akurat berarti
dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
Ø
Berimbang berarti
semua pihak mendapat kesempatan setara.
Ø
Tidak beritikad
buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan
kerugian pihak lain.
2.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh
cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Cara-cara yang
profesional adalah:
Ø
Menunjukkan identitas diri kepada narasumber.
Ø
Menghormati hak privasi.
Ø
Tidak menyuap.
Ø
Menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya.
Ø
Rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar,
foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara
berimbang.
Ø
Menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian
gambar, foto, suara.
Ø
Ttidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan
wartawan lain sebagai karya sendiri.
Ø
Penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk
peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.
3. Pasal
3
Wartawan
Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak
mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak
bersalah.Pnafsirannya sebagai berikut:
Ø
Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
Ø
Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan
kepada masing-masing pihak secara proporsional.
Ø
Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal
ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi
wartawan atas fakta.
Ø
Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi
seseorang.
4. Pasal
4
Wartawan
Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Berikut penafsirannya:
Ø
Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh
wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
Ø
Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara
sengaja dengan niat buruk.
Ø
Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
Ø
Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan
foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan
nafsu birahi.
Ø
Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan
mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.
5.
Pasal 5
Wartawan
Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila
dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Ø
Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut
diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
Ø
Anak adalah seorang
yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
6. Pasal
6
Wartawan
Indonesia tidak menyalah-gunakan profesi dan tidak menerima suap.
Ø
Menyalah-gunakan profesi adalah segala tindakan yang
mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas
sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
Ø
Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau
fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.
7.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki
hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas
maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang,
dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.
Ø Hak tolak adalak hak untuk
tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan
narasumber dan keluarganya.
Ø Embargo adalah penundaan
pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
Ø Informasi latar belakang
adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau
diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
Ø “Off the record” adalah
segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau
diberitakan.
8.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak
menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap
seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin,
dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat
jiwa atau cacat jasmani.
Ø Prasangka adalah anggapan
yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
Ø Diskriminasi adalah
pembedaan perlakuan.
9.
Pasal 9
Wartawan Indonesia
menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk
kepentingan publik.
Ø Menghormati hak narasumber adalah
sikap menahan diri dan berhati-hati.
Ø Kehidupan pribadi adalah
segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan
kepentingan publik.
10.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera
mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai
dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Ø Segera berarti tindakan
dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari
pihak luar.
Ø Permintaan maaf disampaikan
apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
11.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani
hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Ø Hak jawab adalah hak
seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan
terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
Ø Hak koreksi adalah hak
setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers,
baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
Ø Proporsional berarti setara
dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.
Penilaian akhir
atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas
pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau
perusahaan pers.
Jakarta, Selasa,
14 Maret 2006
Kami atas nama organisasi
wartawan dan organisasi perusahaan pers Indonesia:
1.
Aliansi Jurnalis
Independen (AJI)-Abdul Manan
2.
Aliansi Wartawan
Independen (AWI)-Alex Sutejo
3.
Asosiasi Televisi Swasta
Indonesia (ATVSI)-Uni Z Lubis
4.
Asosiasi Wartawan
Demokrasi Indonesia (AWDI)-OK. Syahyan Budiwahyu
5.
Asosiasi Wartawan Kota
(AWK)-Dasmir Ali Malayoe
6.
Federasi Serikat
Pewarta-Masfendi
7.
Gabungan Wartawan
Indonesia (GWI)-Fowa'a Hia
8.
Himpunan Penulis dan
Wartawan Indonesia (HIPWI)-RE Hermawan S
9.
Himpunan Insan Pers
Seluruh Indonesia (HIPSI)-Syahril
10. Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI)-Bekti Nugroho
11. Ikatan Jurnalis Penegak Harkat dan Martabat Bangsa (IJAB
HAMBA)-Boyke M. Nainggolan
12. Ikatan Pers dan Penulis Indonesia (IPPI)-Kasmarios SmHk
13. Kesatuan Wartawan Demokrasi Indonesia (KEWADI)-M. Suprapto
14. Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI)-Sakata Barus
15. Komite Wartawan Indonesia (KWI)-Herman Sanggam
16. Komite Nasional Wartawan Indonesia (KOMNAS-WI)-A.M. Syarifuddin
17. Komite Wartawan Pelacak Profesional Indonesia (KOWAPPI)-Hans Max
Kawengian
18. Korp Wartawan Republik Indonesia (KOWRI)-Hasnul Amar
19. Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI)-Ismed hasan Potro
20. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)-Wina Armada Sukardi
21. Persatuan Wartawan Pelacak Indonesia (PEWARPI)-Andi A.
Mallarangan
22. Persatuan Wartawan Reaksi Cepat Pelacak Kasus (PWRCPK)-Jaja
Suparja Ramli
23. Persatuan Wartawan Independen Reformasi Indonesia (PWIRI)-Ramses
Ramona S.
24. Perkumpulan Jurnalis Nasrani Indonesia (PJNI)-Ev. Robinson Togap
Siagian-
25. Persatuan Wartawan Nasional Indonesia (PWNI)-Rusli
26. Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat- Mahtum Mastoem
27. Serikat Pers Reformasi Nasional (SEPERNAS)-Laode Hazirun
28. Serikat Wartawan Indonesia (SWI)-Daniel Chandra
29. Serikat Wartawan Independen Indonesia (SWII)-Gunarso
Kusumodiningrat.
30. Persatuan Jurnalis Indonesia (PJI)-Darwin Hulalata,SH.
(Disunting oleh Asnawin)
Daftar
Pustaka
Bertens. K. 2005. Etika.
Jakarta: Gramedia Pustakan Utama.
http://id.wikisource.org/wiki/Kode_Etik_Jurnalistik
Siregar. R.H. 2005. Setengah
Abad Pergulatan Etika Pers. Jakarta: Dewan Kehormatan PWI.
Sukardi. Wina Armada. 2007. Keutamaan
di Balik Kontroversi Undang-Undang Pers. Jakarta: Dewan Pers.
Tebba. Sudirman. 2005. Jurnalistik
Baru. Jakarta: Kalam Indonesia.
[1] Wartawan atau jurnalis adalah seseorang yang melakukan jurnalisme atau orang yang secara teratur menuliskan berita (berupa
laporan) dan tulisannya dikirimkan/dimuat di media
massa secara teratur.
Laporan ini lalu dapat dipublikasi dalam media
massa, seperti koran, televisi, radio, majalah, film dokumentasi, dan internet. Wartawan
mencari sumber mereka untuk ditulis dalam laporannya; dan mereka diharapkan
untuk menulis laporan yang paling objektif dan tidak memiliki pandangan dari
sudut tertentu untuk melayani masyarakat.
[2] Hukum adalah sistem yang terpenting dalam
pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam
bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak,
sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum
pidana yang berupayakan
cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka
kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas
kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih.
Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah,
sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam
kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer.
filsuf Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih
baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela.
[3] Legislasi atau Undang-undang adalah hukum yang
telah disahkan oleh badan legislatif atau unsur pemerintahan yang lainnya. Sebelum disahkan, undang-undang disebut
sebagai rancangan
Undang-Undang. Undang-undang
berfungsi untuk digunakan sebagai otoritas, untuk mengatur, untuk menganjurkan,
untuk menyediakan (dana), untuk menghukum, untuk memberikan, untuk
mendeklarasikan, atau untuk membatasi sesuatu. Suatu undang-undang biasanya
diusulkan oleh anggota badan legislatif (misalnya anggota DPR), eksekutif
(misalnya presiden),
dan selanjutnya dibahas di antara anggota legislatif. Undang-undang sering kali
diamandemen (diubah) sebelum akhirnya disahkan atau mungkin juga ditolak. Undang-undang
dipandang sebagai salah satu dari tiga fungsi utama pemerintahan yang berasal dari doktrin pemisahan
kekuasaan. Kelompok yang memiliki
kekuasaan formal untuk membuat legislasi disebut sebagai legislator (pembuat
undang-undang), sedangkan badan yudikatif pemerintah memiliki kekuasaan formal untuk menafsirkan
legislasi, dan badan eksekutif pemerintahan hanya dapat bertindak dalam batas-batas
kekuasaan yang telah ditetapkan oleh hukum perundang-undangan.
[4] Informasi adalah
pesan (ucapan atau ekspresi) atau kumpulan pesan yang terdiri dari order sekuens dari simbol, atau makna
yang dapat ditafsirkan dari pesan atau kumpulan pesan. Informasi dapat direkam
atau ditransmisikan. Hal ini dapat dicatat sebagai tanda-tanda, atau sebagai sinyal berdasarkan gelombang. Informasi adalah jenis acara yang mempengaruhi suatu negara dari sistem dinamis.
Para konsep memiliki banyak arti lain dalam konteks yang berbeda.[1] Informasi bisa di katakan sebagai pengetahuan yang
didapatkan dari pembelajaran, pengalaman, atau instruksi [2]. Namun demikian, istilah ini memiliki banyak arti bergantung pada
konteksnya, dan secara umum berhubungan erat dengan konsep seperti arti, pengetahuan, negentropy, Persepsi, Stimulus, komunikasi, kebenaran, representasi, dan rangsangan mental. Dalam
beberapa hal pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa tertentu atau situasi yang
telah dikumpulkan atau diterima melalui proses komunikasi, pengumpulan
intelejen, ataupun didapatkan dari berita juga dinamakan informasi. Informasi
yang berupa koleksi data dan fakta seringkali dinamakan informasi statistik.
Dalam bidang ilmu komputer, informasi adalah data yang disimpan, diproses, atau
ditransmisikan. Penelitian ini memfokuskan pada definisi informasi sebagai
pengetahuan yang didapatkan dari pembelajaran, pengalaman, atau instruksi dan alirannya. Informasi adalah data yang
telah diberi makna melalui konteks. Sebagai contoh, dokumen berbentuk
spreadsheet (semisal dari Microsoft Excel) seringkali digunakan untuk membuat
informasi dari data yang ada di dalamnya. Laporan laba rugi dan neraca
merupakan bentuk informasi, sementara angka-angka di dalamnya merupakan data
yang telah diberi konteks sehingga menjadi punya makna dan manfaat.
[5] Kode atau sandi dalam komunikasi adalah aturan untuk mengubah suatu informasi (sebagai contoh, suatu surat, kata, atau frasa) menjadi
bentuk atau representasi lain, yang tidak harus dalam bentuk yang sama. Dalam
komunikasi dan pemrosesan informasi, pengkodean atau penyandian (encoding) adalah proses konversi
informasi dari suatu sumber (objek) menjadi data, yang
selanjutnya dikirimkan ke penerima atau pengamat, seperti pada sistem pemrosesan data. Pengawakodean atau pengawasandian(decoding)
adalah proses kebalikannya, yaitu konversi data yang telah dikirimkan oleh
sumber menjadi informasi yang dimengerti oleh penerima. Kodek (codec)
adalah penerapan aturan atau algoritma untuk penyandian dan pengawasandian (sebagai contoh MP3) yang dapat
berupa penerapan pada sisi perangkat keras maupun perangkat lunak, dan mungkin pula melibatkan kompresi data. Penyandian adalah
proses untuk mengubah sinyal ke
dalam bentuk yang dioptimasi untuk keperluan transmisi data atau penyimpanan data. Penyandian (bahasa Inggris: encoding) dalam komunikasi berarti tindakan pemberian arti simbol-simbol pada
pemikiran. Misalnya: memutuskan kata kata mana yang akan dikatakan atau
dituliskan. Proses penyandian adalah tindakan pemilihan simbol-simbol untuk
pemikiran.
[6] Inggris (bahasa Inggris: England) adalah sebuah negara
yang merupakan bagian dari Britania
Raya. Negara ini berbatasan
dengan Skotlandia di sebelah utara dan Wales di sebelah barat, Laut
Irlandia di barat laut, Laut
Keltik di barat daya,
serta Laut
Utara di sebelah timur
dan Selat
Inggris, yang memisahkannya dari benua
Eropa, di sebelah selatan. Sebagian besar wilayah Inggris terdiri dari bagian
tengah dan selatan Pulau Britania Raya di Atlantik
Utara. Inggris juga mencakup lebih dari 100 pulau-pulau kecil seperti Isles
of Scilly dan Isle
of Wight.
[7]
Etika (Yunani
Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah
sebuah sesuatu di mana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan
penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan
konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.]St. John of
Damascus (abad ke-7
Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis (practical
philosophy).
[8] Yunani (bahasa
Yunani modern: Ελλάδα [Elláda], historis: Ελλάς [Ellás]; bahasa
Inggris: Greece),
secara resmi bernama Republik
Hellenik (Elliniki Dimokratia; bahasa
Indonesia: Republik Yunani), adalah sebuah negara tempat lahirnya budaya Dunia
Barat yang berada di Eropa bagian selatan/tenggara, terletak di ujung selatan Semenanjung Balkan, di bagian
timur Laut
Tengah (Mediterania).
[9] Republik
Indonesia disingkat RI atau Indonesia adalah negara di Asia
Tenggara, yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra
Pasifik dan Samudra
Hindia. Indonesia adalah negarakepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau, Nama alternatif yang biasa dipakai
adalah Nusantara. Dengan
populasi sekitar sebesar 260 juta jiwa pada tahun 2013, Indonesia adalah negara berpenduduk
terbesar keempat di dunia dan negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia, sekitar 230 juta meskipun secara resmi
bukanlah negara
Islam. Bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik, dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah danPresiden yang dipilih langsung.
[10] Organisasi (Yunani: ὄργανον, organon - alat) adalah suatu kelompok orang dalam suatu wadah untuk tujuan bersama.Dalam ilmu-ilmu sosial, organisasi dipelajari oleh periset dari berbagai
bidang ilmu, terutama sosiologi, ekonomi, ilmu politik, psikologi, dan manajemen. Kajian mengenai
organisasi sering disebut studi organisasi (organizational
studies), perilaku
organisasi (organizational
behaviour), atau analisis organisasi (organization analysis).
[11] Persatuan Wartawan Indonesia yang biasa disingkat PWI adalah organisasi wartawan pertama di Indonesia. Sebagai organisasi profesi, PWI didirikan pada 9 Februari 1946 di Solo.
Munculnya PWI diwarnai aspirasi perjuangan para pejuang kemerdekaan, baik
mereka yang ada di era 1908, 1928 maupun
klimaksnya 1945. Sebelum
lahirnya PWI dibentuk sebuah panitia persiapan pada awal Januari 1946. Sebagai
organisasi profesi, PWI menjadi wahana perjuangan bersama para wartawan.
Organisasi PWI lahir mendahului SPS (Serikat Penerbit Suratkabar). Aspirasi perjuangan
kewartawanan Indonesia yang melahirkan PWI juga yang melahirkan SPS, empat
bulan kemudian yakni pada Juni 1946.
[12] Aliansi Jurnalis Independen atau AJI adalah organisasi profesi jurnalis,
yang didirikan oleh para wartawan muda Indonesia pada 7 Agustus 1994 di Bogor, Jawa Barat, melalui penandatangan suatu deklarasi yang disebut "Deklarasi
Sirnagalih". Organisasi ini didirikan sejak pembredelan tiga media --DeTik, Tempo, Editor pada 21 Juni 1994 dan
didirikan sebagai upaya untuk membuat organisasi jurnalis alternatif di luar PWI karena
saat itu PWI dianggap menjadi alat kepentingan pemerintah Soeharto dan tidak betul-betul memperjuangkan kepentingan
jurnalis.
[13]
Surakarta (Hanacaraka: disebut Solo atau Sala) adalah kota yang terletak di provinsi Jawa
Tengah,Indonesia yang berpenduduk
503.421 jiwa (2010) dan kepadatan
penduduk 13.636/km2. Kota dengan luas 44 km2 ini berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali di sebelah utara, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah timur dan barat, dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah selatan.. Sisi timur kota ini dilewati sungai yang
terabadikan dalam salah satu lagu keroncong, Bengawan Solo. Bersama dengan
Yogyakarta, Solo merupakan pewaris Kerajaan
Mataram yang dipecah
pada tahun 1755.
[14]
Informasi adalah pesan
(ucapan atau ekspresi) atau kumpulan pesan yang terdiri dari order sekuens dari simbol,
atau makna yang dapat ditafsirkan dari pesan atau kumpulan pesan. Informasi
dapat direkam atau ditransmisikan. Hal ini dapat dicatat sebagai tanda-tanda,
atau sebagai sinyal berdasarkan gelombang. Informasi adalah jenis acara yang
mempengaruhi suatu negara dari sistem
dinamis. Para konsep memiliki banyak arti lain dalam konteks yang
berbeda. Informasi bisa di
katakan sebagai pengetahuan yang didapatkan dari pembelajaran, pengalaman, atau
instruksi. Namun demikian, istilah ini memiliki banyak arti bergantung pada
konteksnya, dan secara umum berhubungan erat dengan konsep seperti arti, pengetahuan, negentropy, Persepsi, Stimulus, komunikasi, kebenaran, representasi,
dan rangsangan
mental.
[15] Dewan
Pers adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang berfungsi untuk mengembangkan dan melindungi kehidupan pers di Indonesia. Dewan Pers sebenarnya sudah berdiri sejak tahun
1966 melalui Undang-undang No. 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan pokok
pers, tetapi pada saat itu Dewan Pers berfungsi sebagai penasehat Pemerintah
dan memiliki hubungan secara struktural dengan Departemen Penerangan. Seiring
berjalannya waktu Dewan Pers terus berkembang dan akhirnya memiliki dasar hukum
terbaru yaitu Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Sejak saat itu,
Dewan Pers menjadi sebuah lembaga independen. Pembentukan Dewan Pers juga
dimaksudkan untuk memenuhi Hak
Asasi Manusia (HAM), karena
kemerdekaan pers termasuk sebagai bagian dari HAM. Dewan Pers memiliki wewenang
untuk menyelesaikan sengketa jurnalistik. Sebagai lembaga independen, Dewan
Pers tidak memiliki perwakilan dari Pemerintah pada jajaran anggotanya. Saat
ini, Dewan Pers diketuai oleh Bagir
Manan.
[16] Mochtar
Lubis (lahir di Padang, Sumatera
Barat, 7
Maret 1922 – meninggal
di Jakarta, 2
Juli 2004 pada umur 82 tahun) adalah seorang jurnalis dan pengarang
ternama asal Indonesia. Sejak zaman
pendudukan Jepang ia telah dalam lapangan penerangan. Ia turut mendirikan
Kantor Berita ANTARA, kemudian
mendirikan dan memimpin harian Indonesia Raya yang telah dilarang terbit. Ia mendirikan majalah sastra Horizon bersama-sama kawan-kawannya. Pada waktu pemerintahan rezim Soekarno, ia dijebloskan
ke dalam penjara hampir sembilan tahun lamanya dan baru dibebaskan pada tahun 1966. Pemikirannya
selama di penjara, ia tuangkan dalam buku Catatan
Subversif (1980).
[17] Boediardjo (lahir di Magelang, Jawa
Tengah, 16
November 1921 – meninggal
di Jakarta, 15
Maret 1997 pada umur 75 tahun) adalah Menteri
Penerangan pada tahun 1968
- 1973 menggantikan B.M.
Diah. Ia juga pernah menjabat sebagai Duta
BesarIndonesia untuk Kamboja dan Spanyol.
[18] Dualisme adalah
konsep filsafat yang menyatakan ada dua substansi. Dalam pandangan tentang
hubungan antara jiwa dan raga, dualisme mengklaim bahwa fenomena mental adalah
entitas non-fisik.
[19] Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum
serta undang-undang di wilayah tertentu. Ada beberapa definisi mengenai sistem pemerintahan.
Sama halnya, terdapat bermacam-macam jenis pemerintahan di dunia.
[20] Istilah Orde Baru dalam sejarah politik Indonesia dicetuskan oleh pemerintahan Soeharto dan merujuk kepada masa
pemerintahan Soeharto (1966-1998). Istilah ini digunakan untuk membedakan dengan Orde
Lama pemerintahan Soekarno. Setelah
kejatuhan Soeharto, Orde Baru digantikan dengan Orde
Reformasi (1999-sekarang).
[21] Reformasi secara
umum berarti perubahan terhadap suatu sistem yang
telah ada pada suatu masa. Di Indonesia, kata Reformasi umumnya merujuk kepada gerakan
mahasiswa pada tahun 1998 yang
menjatuhkan kekuasaan presiden Soeharto atau era setelah Orde
Baru Kendati demikian, kata Reformasi sendiri pertama-tama muncul dari gerakan
pembaruan di kalangan Gereja Kristen di Eropa Barat pada abad ke-16, yang
dipimpin oleh Martin Luther, Ulrich Zwingli, Yohanes Calvin, dll.
[22] Paradigma dalam disiplin intelektual adalah cara
pandang orang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir
(kognitif), bersikap (afektif),
dan bertingkah laku (konatif). Paradigma juga dapat berarti
seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang di terapkan dalam memandang
realitas dalam sebuah komunitas yang sama, khususnya, dalam disiplin
intelektual. Kata paradigma sendiri berasal dari abad pertengahan di Inggris
yang merupakan kata serapan dari bahasa Latin pada tahun 1483 yaitu paradigma yang berarti suatu model atau pola;
bahasa Yunani paradeigma (para+deiknunai) yang berarti untuk
"membandingkan", "bersebelahan" (para) dan memperlihatkan
(deik)
[23] Muhammad
Alwi Dahlan (lahir di Padang, Sumatera
Barat, 15
Mei 1933; umur 81 tahun)
adalah salah seorang tokoh politikIndonesia. Sebelum
diangkat sebagai Menteri
Penerangan dalam kabinet
terakhir yang dipimpin oleh Presiden Soeharto (Maret-21 Mei 1998), ia pernah
menjabat sebagai Asisten Menteri Negara bidang Keserasian Kependudukan dan
Lingkungan, dan Bidang Kependudukan, di Kementerian
Lingkungan Hidup (1979-1993) serta Kepala
BP-7 (Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila) (1993-1998). Pada 5
Juli 1997, ia dikukuhkan
sebagai Guru
Besar dalam bidang ilmu
komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.
[24] Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya memiliki hak setara dalam
pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan
warga negara berpartisipasi—baik secara langsung atau melalui perwakilan—dalam perumusan,
pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi
mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara.
[25] Berita adalah informasi baru atau informasi
mengenai sesuatu yang sedang terjadi, disajikan lewat bentuk cetak, siaran, Internet, atau dari
mulut ke mulut kepada orang ketiga atau orang banyak. Dalam perniagaan dan politik internasional.
[26] Embargo adalah
pelarangan perniagaan dan perdagangan dengan sebuah negara. Embargo
umumnya dideklarasikan oleh sekelompok negara terhadap negara lain untuk
mengisolasikannya dan menyebabkan pemerintah negara tersebut dalam keadaan
internal yang sulit. Keadaan yang sulit ini dapat terjadi akibat pengaruh dari
embargo yang menyebabkan ekonomi negara yang dilawan tersebut menderita karenanya.
Embargo biasanya digunakan sebagai hukuman politik bagi pelanggaran terhadap
sebuah kebijakan atau kesepakatan. Salah satu contoh embargo adalah yang pernah
diterapkan Amerika Serikat terhadap Indonesia dari tahun 1999 hingga 2005 dalam
hal pengadaan senjata militer akibat pelanggaran HAM yang
dilakukan ABRI di Timor Timur.
[27] Media massa atau Pers adalah
suatu istilah yang mulai digunakan pada tahun 1920-an untuk mengistilahkan jenis media yang secara khusus
didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Dalam pembicaraan
sehari-hari, istilah ini sering disingkat menjadi media. Masyarakat
dengan tingkat ekonomi rendah memiliki ketergantungan dan kebutuhan terhadap
media massa yang lebih tinggi daripada masyarakat dengan tingkat ekonomi tinggi
karena pilihan mereka yang terbatas. Masyarakat dengan tingkat ekonomi lebih
tinggi memiliki lebih banyak pilihan dan akses banyak media massa, termasuk
bertanya langsung pada sumber atau ahli dibandingkan mengandalkan informasi
yang mereka dapat dari media massa tertentu.
1 comments:
"Hi!..
Greetings everyone, my name Angel of Jakarta. during my
visiting this website, I found a lot of useful articles, which indeed I was looking earlier. Thanks admin, and everything."
Ejurnalism
Post a Comment