RI’AYATUL MASJID
Oleh: Amriadi
Al Masjidiy
A.
Pengertian Ri’ayatul
Masjid dan Urgensinya
1.
Pengertian Ri’ayatul
Masjid
Ri’ayatul artinya
penataan dan pengaturan disebut juga model atau bentuk, sedangkan Masjid
diartikan sebagai
tempat
beribadah. Akar kata dari masjid adalah sajada dimana sajada berarti
sujud atau tunduk. Kata masjid sendiri berakar dari bahasa Aram. Kata masgid (m-s-g-d)
ditemukan dalam sebuah inskripsi dari abad ke 5 Sebelum Masehi. Kata masgid (m-s-g-d)
ini berarti "tiang suci" atau "tempat sembahan".
Masjid juga diartikan sebagai tempat sujud,
dan mesjid berukuran kecil juga disebut musholla, langgar atau surau. Selain tempat
ibadah masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan -
kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al
Qur'an sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut
memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran.
Dari pengertian diatas dapat kita
ambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan Ri’ayatul masjid ialah penataan
atau pengaturan tempat ibadah ummat muslim sesuai dengan kebutuhan yang
dibutuhkan ummat Islam disekitar masjid tersebut.
2.
Urgensi Ri’ayatul
Masjid
Penataan masjid sangat
penting untuk di lakukan,dimulai dari bentuk design sampai kepengurusan perlu
untuk ditata dengan rapi. Model penataan masjid disesuaikan dengan konsep
pembangunan atau skala wilayah masjid dimana itu dibangun. Masjid berskala kota
tentunya berbeda dengan masjid berskala desa, masjid keluarga sangat beda
dengan masjid konflek perumahan, masjid kampus tentunya beda dengan masjid
perkantoran.
Urgensi-urgensi
penataan Masjid dapat dibagikan sebagai berikut; Pertama, Penagturan
Lokasi Masjid seperti pertimbangan atas dasar fungsi Masjid, Peninjauan tentang
daerah pelayanan efektif dan tinjaun pola hierarki fasilitas peribadatan Islam.
Kedua, pengaturan fasilitas masjid seperti bentuk design masjid,
perlengkapan masjid dan lain-lain. Ketiga,
pengaturan pelayanan masjid seperti membuka masjid 24 jam, parkiran yang
luas, kamar mandi/wc yang bersih tentunya dan lain-lain.
Keempat, pengaturan ruangan
Masjid seperti Ruang Shalat, Tempat wudhu’, ruang khusus wanita, ruang
pertemuan, konsultasi, perpustakaan, klinik, ruang bermain/olahraga,dan ruang
tempat pelatihan remaja, serta ruang serba guna. Kelima, pengaturan
keamanan dan keyamanan seperti memiliki satpam, tempat penitipan barang atau
sandal dan sepatu, dan lain-lain.
Keenam, Pengaturan pengurus
masjid seperti struktur masjid, sampai kepada petugas azan, Imam shalat serta
petugas lainnya. Ketujuh, pengaturan kegiatan social seperti baksos,
membantu pakir miskin, menyelesaikan problematika masyarakat dan lain-lain. Kedelapan,
pengaturan Struktur kepengurusan yang jelas.
B.
Realita Penataan dan
Pengaturan Masjid Masa Kini.
Pengaturan penataan
masjid dapat dilihat beberapa factor, yang harus ditata dengan baik: pertama; Faktor teknis planologi yaitu
masjid dilebelkan sebagai salah satu fasilitas social dan para pengembang
menyediakan lahan sebagai fasilitas umum. Kedua; Faktor sosiologis yaitu
masjid memerlukan penyesesuaian bagunan dengan tata kehidupan masyarakat di
sekelingnya, mengingat hal ini antara satu sama yang lain saling mempengaruhi. Ketiga;
Faktor ekonomi, biasanya yang membangun masjid adalah masyarakat umum dengan
cara swadaya, begitu juga dengan biaya perawatannya juga menjadi tanggungan
jamaah sebagai donator khusus, sehingga sering kali masjid-masjid diperdesaan
tidak mampu membiayai pemeliharaannya dan masjid hanya ada pada hari jum’at dan
bulan Ramadhan saja.
Keempat; Faktor teknologi, masjid perlu dipertimbangkan secara
tenaga/skil dan kemampuan teknis pemeliharaan, sering kali kita lihat
masjidyang indah dan megah tetapi secara teknis pemeliharaannya sangat sulit,
karena pengelola dan pengurus masjid tidak memiliki peralatan yang canggih
untuk memelihara masjid tersebut. Kelima; Faktor Estetika, masjid
dibangun dengan unsur keindahan tanpa berlebihan. Keindahan membuatmasjid enak
untuk dipandang dan menyenangkan bagi para jamaah, membahagiakan hati saat
dilihat, dimasuki, dan didiami.
Selain factor-faktor
penataan diatas, factor berikut ini juga perlu diperhatikan seperti penataan
ruangan, baik tempat shalat, thaharah, ruang pertemuan dan lain-lain. Penataan
lain adalah penataan struktur seperti Imam shalat rawatip, muazim sampai ke
penataan suara perlu dipertimbangkan, pada saat ini hal ini banyak tidak
dipertimbangkan.
C.
Sejarah Arsitektur
Masjid Dalam Islam
1.
Tinjaun Arsitek Masjid
Dari Masa ke Masa
Sebuah masjid
sepertinya hambar jika tanpa menara. Masjid-masjid jami’ di Indonesia hampir
selalu mempunyai menara. Padahal, asal tahu saja, menara bukan unsur arsitektur
asli bangunan masjid. Masjid Quba sebagai masjid pertama yang dibangun Nabi pun
pada awalnya tak mempunyai menara. Begitu pula ketika masa Islam dipimpin oleh
empat serangkai khalifah al-rasyidin, mulai Abu Bakar hingga Ali bin Abu
Thalib: masjid-masjid yang dibangun tak bermenara. Hanya saja ada semacam ruang
kecil di puncak teras masjid sebagai tempat muazzin mengumandangkan adzan.
Dalam sejarah
arsitektur masjid-masjid pertama, bisa dikatakan Khalifah Al-Walid (705-715)
dari Bani Umayyah merupakan khalifah yang pertama kali memasukkan unsur menara
dalam arsitektur masjid. Khalifah yang punya selera dan kepedulian tinggi dalam
rancang bangun arsitektur inilah yang memulakan tradisi menara sebagai salah
satu unsur khas pada masjid. Tradisi membangun menara diawali oleh Khalifah
Al-Walid ketika memugar bekas basilika Santo John (Yahya) menjadi sebuah masjid
besar, yang kemudian menjadi Masjid Agung Damaskus. Pada bekas basilika
tersebut tadinya terdapat dua buah menara yang berfungsi sebagai penunjuk
waktu: lonceng pada siang hari dan kerlipan lampu pada malam hari.
Menara itu sendiri
merupakan salah satu ciri khas bangunan Byzantium. Rupanya, Khalifah Al-Walid
tertarik untuk mempertahankan kedua menara tersebut. Bahkan, kemudian ia
membangun sebuah menara lagi di sisi utara pelataran masjid (tepat di atas
Gerbang al-Firdaus). Menara ini disebut Menara Utara Masjid Damaskus. Satu
tahun kemudian (706 M), Khalifah Al-Walid memugar Masjid Nabawi di Madinah.
Masjid ini tadinya tak mempunyai satu pun menara. Al-Walid lalu memerintahkan
para arsiteknya untuk membangunkan menara masjid sebagai tempat muadzin untuk
mengumandangkan azan. Bentuk menara pada Masjid Nabawi dan menara utara Masjid
Damaskus sangat mirip, terutama pada ornamen kubah puncak menara yang ramping.
Yang jelas, pada saat itu kehadiran menara masjid masih merupakan sesuatu yang
baru.
Bentuk menara seperti
menara Masjid Agung Damaskus cukup populer. Bahkan, hingga 250 tahun kemudian,
bentuk menara Masjid Nabawi dan Masjid Agung Damaskus ini juga menjadi model
tipikal menara Masjid Al-Azhar yang dibangun oleh Dinasti Fatimiyah di Kairo.
a.
Kaidah
Arsitektur Islam
Pertama; Didalam
dan luar bangunan tidak terdapat gambar/ornamen yang makhluk hidup yang utuh. Kedua; Didalam
dan luar bangunan terdapat ornamen yang mengingatkan kepada yang Maha
Indah...Allah SWT. Ketiga; Hasil Desain bangunan
tidak ditujukan untuk pamer dan kesombongan. Keempat; Pengaturan ruang-ruang
ditujukan untuk mendukung menjaga ahlak dan prilaku. Kelima; Posisi
toilet tidak dibolehkan menghadap atau membelakangi kiblat. Keenam; Keberadaan
bangunan tidak merugikan tetangga disekitar. Ketujuh; Pembangunan
sampai berdirinya bangunan seminimal mungkin tidak merusak alam. Kedelapan; Menggunakan
warna yang mendekatkan kepada Allah, seperti warna-warna alam.
b.
Bentuk-bentuk Menara
Pada masa awal
perkembangan arsitektur masjid, setidaknya ada beberapa bentuk dasar menara
masjid. Tapi yang paling awal, seperti pada menara Masjid Nabawi dan Masjid
Damaskus, menara itu tidak berdiri sendiri melainkan menyatu dengan struktur
bangunan masjid. Pola seperti ini menyebar ke berbagai penjuru negeri-negeri
muslim melintasi dataran Arab hingga ke Andalusia. Namun ada juga menara yang
dibangun terpisah dari bangunan utama masjid, seperti menara Masjid Agung
Samarra dan menara Masjid Abu Dulaf di wilayah Iraq. Ada beberapa bentuk dasar
menara masjid: menara klasik, menara variasi, menara segi empat, menara spiral
dan menara silinder.
Pada menara klasik
(classic minaret): lantai dasarnya berbentuk segi empat, naik ke atas menjadi
oktagonal (segi delapan) dan kemudian diakhiri dengan tower silinder yang
dipuncaki dengan sebuah kubah kecil. Termasuk jenis ini misalnya menara Masjid
Mad Chalif di Kairo, yang dibangun pada abad ke-11 masehi semasa pemerintahan
Khalifah Al-Hakim dari Dinasti Fatimiyah.
Sementara itu, jenis
menara variasi diawali dengan segi empat di bagian bawah, lalu bertransformasi
menjadi segi enam yang dihiasi dengan balkon segi delapan. Menara Masjid
Al-Azhar termasuk dalam jenis ini. Sedangkan menara-menara masjid di Iran
sebagian besar merupakan menara jenis menara silinder dengan diameter silinder
yang semakin mengecil di puncak menara, misalnya menara Masjid Natanz di Iran.
pola silinder ala Persia. Sementara itu di Aleppo (di wilayah Mediterrania),
terdapat tren baru bentuk menara masjid. Menara Masjid Aleppo ini sepenuhnya
berbentuk segi empat dari dasar hingga puncak. Menara yang dibangun oleh
penguasa Turki Seljuk pada tahun 1089 ini menggunakan batu sebagai material
utama. Uniknya, sebagai tren baru, tidak ada kubah di puncak menara.
Hasan bin Mufarraj,
arsitektur yang merancangnya, memberikan sentuhan baru dengan meletakkan
muqarnas di puncak menara setinggi 46 meter ini. Muqarnas tersebut menyerupai
galeri dan berfungsi sebagai tempat muadzin. Masih ada beberapa lagi menara
segi empat yang terdapat di wilayah Mediterrania, seperti menara Masjid Agung
Sevilla (yang disebut Menara Giralda). Menara ini pernah berfungsi sebagai
menara lonceng katederal seiring dengan lahirnya kekuasaan Kristen di Spanyol.
Menara segi empat lain terdapat di Masjid Kutubiyyah (dibangun 1125-1130) di
Marrakesh, Maroko. Keberadaan menara segi empat pada masjid-masjid tersebut
sangat dipengaruhi oleh menara Masjid Qayrawan (35 meter) yang mempunyai tiga
undakan segi empat. Hanya saja, ada pengamat arsitektur yang menyebutkan bahwa
bentuk menara masjid segi empat ini mengadopsi bentuk mercusuar kuno di
Iskandarsyah, Mesir. menara di masjid sevilla.
Ada sebuah bentuk
menara yang jarang diadopsi oleh menara-menara masjid di dunia, yaitu menara
spiral. Bentuk khas menara pada masjid-masjid di Samarra ini merupakan tradisi
dalam bangunan menara Mesopotamia. Menara Masjid Samarra dan Masjid Dullaf,
bahkan hingga sekarang masih tegak berdiri walaupun sudah berusia 1.200 tahun.
Padahal, bangunan masjidnya hanya tinggal reruntuhan saja. Bisa dikatakan kedua
menara ini sebagai peninggalan arsitektur yang memberikan kesan bahwa
perhitungan geometri para arsitek pada masa itu sudah sangat akurat. Masjid
lain yang juga memiliki menara spiral adalah Masjid Ibnu Tulun di Fustat, Mesir,
menara samarr.
c.
Fungsi Menara
Menara
masjid selain berfungsi sebagai tempat bagi muadzin mengumandangkan adzan juga
bisa berfungsi ganda seperti halnya mercusuar atau menara pengintai. Hal ini
terutama terdapat pada menara-menara masjid yang berada di kota pelabuhan atau
tepi sungai. Corak menara Masjid Ribbat Shushah di Tunisia, misalnya, terdapat
pada bangunan corak masjid yang sangat mirip sebuah markas militer. Menara
berbentuk silinder ini dibuat dengan gaya yang teramat kokoh untuk sebuah
menara yang biasanya berbentuk ramping.
Ribbat
Shushah, sebagai kota pelabuhan, memanfaatkan menara masjid sebagai sarana
untuk melakukan pengamatan lepas pantai dari balkon menara. Dalam sejarah
menara-menara masjid legendaris, masjid-masjid yang dibangun oleh Dinasti Turki
Utsmaniyah tercatat memiliki menara yang paling tinggi. Wajar saja, sebab
dinasti terakhir dalam kekhilafahan Islam ini sudah mengembangkan teknik
konstruksi yang lebih moderen. Menara-menara itu pada umumnya dibangun dengan
menerapkan pondasi pasak bumi generasi pertama. Hasilnya, mereka bisa membangun
menara masjid dengan ketinggian lebih dari 70 meter. Sebuah prestasi pada
zamannya. Memang, tinggi menara-menara masjid itu masih lebih rendah
dibandingkan menara Masjid Nabawi yang 105 meter. Namun, menara masjid Nabawi
tersebut sudah merupakan hasil renovasi pemerintah Arab Saudi, yang notabene
teknologinya sudah jauh lebih canggih.
2.
Masjid
Yang di Bagun dengan Arsitektur Cina, Persia, Eropa dll Dalam Kaca Mata Da’wah
Ketika Nabi Muhammad saw tiba di Madinah, beliau
memutuskan untuk membangun sebuah masjid, yang sekarang dikenal dengan
nama Masjid
Nabawi, yang berarti Masjid Nabi. Masjid Nabawi terletak di
pusat Madinah. Masjid Nabawi
dibangun di sebuah lapangan yang luas. Di Masjid Nabawi, juga terdapat mimbar
yang sering dipakai oleh Nabi Muhammad saw. Masjid Nabawi menjadi jantung kota
Madinah saat itu. Masjid ini digunakan untuk kegiatan politik, perencanaan
kota, menentukan strategi militer, dan untuk mengadakan perjanjian. Bahkan, di
area sekitar masjid digunakan sebagai tempat tinggal sementara oleh orang-orang
fakir miskin.
Saat ini, Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjid al-Aqsa adalah
tiga masjid tersuci di dunia.
Masjid kemudian dibangun di daerah luar Semenanjung Arab, seiring
dengan kaum Muslim yang
bermukim di luar Jazirah Arab. Mesir menjadi
daerah pertama yang dikuasai oleh kaum Muslim Arab pada
tahun 640. Sejak saat itu, ibu kota Mesir,Kairo dipenuhi
dengan masjid. Maka dari itu, Kairo dijuluki
sebagai kota seribu menara. Beberapa masjid di Kairoberfungsi
sebagai sekolah Islam atau madrasah bahkan sebagai rumah sakit. Masjid
di Sisilia dan Spanyol tidak
menirukan desain arsitektur Visigoth, tetapi
menirukan arsitektur bangsa Moor. Para
ilmuwan kemudian memperkirakan bahwa bentuk bangunan pra-Islam kemudian diubah
menjadi bentuk arsitektur Islam ala Andalus dan Magribi, seperti contoh
lengkung tapal kuda di pintu-pintu masjid.
Masjid pertama di Cina berdiri pada abad ke 8 Masehi di
Xi'an. Masjid
Raya Xi'an, yang terakhir kali di rekonstruksi pada abad ke 18
Masehi, mengikuti arsitektur Cina. Masjid di bagian barat Cina seperti
di daerah Xinjiang, mengikuti arsitektur Arab, dimana di masjid terdapat kubah
dan menara. Sedangkan, di timur Cina, seperti di
daerah Beijing, mengandung arsitektur Cina. Masjid mulai
masuk di daerah India pada abad ke 16 semasa kerajaan Mugal berkuasa. Masjid di India
mempunyai karakteristik arsitektur masjid yang lain, seperti kubah yang
berbentuk seperti bawang. Kubah jenis ini dapat dilihat di Masjid Jama, Delhi.
Masjid pertama kali didirikan di Kesultanan
Utsmaniyah pada abad ke 11 Masehi, dimana pada saat itu
orang-orang Turki mulai masuk agama Islam. Beberapa masjid awal di Turki
adalah Aya
Sofya, dimana pada zaman Bizantium, bangunan Aya Sofya
merupakan sebuah katedral. Kesultanan
Utsmaniyah memiliki karakteristik arsitektur masjid yang unik,
terdiri dari kubah yang besar, menara dan bagian luar gedung yang lapang.
Masjid di Kesultanan Usmaniyah biasanya mengkolaborasikan tiang-tiang yang
tinggi, jalur-jalur kecil di antara shaf-shaf, dan langit-langit yang tinggi,
juga dengan menggabungkan mihrab dalam
satu masjid. Sampai saat ini, Turki merupakan
rumah dari masjid yang berciri khas arsitektur Utsmaniyah.
Secara bertahap, masjid masuk ke beberapa bagian di Eropa. Perkembangan
jumlah masjid secara pesat mulai terlihat seabad yang lalu, ketika banyak imigran Muslim yang
masuk ke Eropa. Kota-kota besar di Eropa, seperti München, Londondan Paris memilki
masjid yang besar dengan kubah dan menara. Masjid ini biasanya terletak di
daerah urban sebagai pusat komunitas dan kegiatan sosial untuk para muslim di
daerah tersebut. Walaupun begitu, seseorang dapat menemukan sebuah masjid di
Eropa apabila di sekitar daerah tersebut ditinggali oleh kaum Muslim dalam
jumlah yang cukup banyak. Masjid pertama kali muncul di Amerika Serikat pada awal
abad ke 20. Masjid yang pertama didirikan diAmerika Serikat adalah di
daerah Cedar Rapids, Iowa yang
dibangun pada kurun akhir 1920an. Bagaimanapun, semakin banyak imigran Muslim yang
datang ke Amerika
Serikat, terutama dari Asia Selatan, jumlah masjid
di Amerika
Serikatbertambah secara drastis. Dimana jumlah masjid pada waktu
1950 sekitar 2% dari jumlah masjid di Amerika Serikat, pada tahun
1980, 50% jumlah masjid di Amerika Serikat didirikan.
Menurut sejarawan Muslim, sebuah kota
yang ditaklukkan tanpa perlawanan dari penduduknya, maka pasukan Muslim memperbolehkan
penduduk untuk tetap mempergunakan gereja dan sinagog mereka.
Tapi, ada beberapa gereja dan sinagog yang beralih fungsi menjadi sebuah masjid
dengan persetujuan dari tokoh agama setempat. Misal pada perubahan fungsi
Masjid Umayyah, dimana khalifahBani Umayyah, Abdul Malik
mengambil gereja Santo Yohannes pada tahun 705 dari Umat Kristiani. Kesultanan
Utsmaniyah juga melakukan alih fungsi terhadap beberapa
gereja, biara dan kapel di Istanbul, termasuk
gereja terbesar Ayasofyayang diubah
menjadi masjid, setelah kejatuhan kota Konstantinopel pada
tahun 1453 oleh Muhammad
al-Fatih. Beberapa masjid lainnya juga didirikan di daerah suci
milik Yahudi dan Kristen, seperti
di Yerusalem. Penguasa
Muslim di India juga membangun masjid hanya untuk memenuhi tugas mereka di
bidang agama.
Sebaliknya, masjid juga dialih fungsikan menjadi tempat
ibadah yang lain, sepertigereja. Hal ini
dilakukan oleh umat Kristiani di Spanyol yang
mengubah fungsi masjid di selatan Spanyol menjadi katedral, mengikuti
keruntuhan kekuasaan Bani Umayyah di selatan Spanyol. Masjid
Agung Kordoba sekarang dialih fungsikan menjadi sebuah gereja. Beberapa masjid
di kawasan Semenanjung
Iberia, Eropa Selatan dan India juga
dialih fungsikan menjadi gereja atau pura setelah kekuasaan Islam tidak
berkuasa lagi.
Selanjutnya
Persia yang merupakan kebudayaan
yang diketahui melakukan kontak dengan Islam untuk pertama kalinya. Sisi timur dari sungai eufrat dan tigris
adalah tempat
berdirinya kekaisaran Persia pada sekitar abad ke-7. Karena kedekatannya dengan
kekaisaran persia, Islam cenderung bukan saja meminjam budaya dari persia namun
juga mengadopsinya. Arsitektur Islam mengadopsi banyak sekali kebudayaan dari
Persia, bahkan bisa dikatakan arsitektur islam merupakan evolusi dari
arsitektur persia, yang memang sejak kehadiran Islam, kejayaan Persia mulai
pudar yang menunggu digantikan oleh kebudayaan lain. Banyak kota,
misalnya Baghdad, dibangun
dengan contoh kota lama persia misalnya Firouzabad.
Bahkan, sekarang bisa diketahui bahwa
dua arsitek yang
dipekerjakan oleh Al-Mansur untuk
merancang kota pada masa awal adalah warisan dari
kekaisaran Persia,
yaitu Naubakht, seorang zoroaster persia dan seorang Yahudi
dari Khorasan, Iran
yaitu Mashallah. Mesjid gaya persia bisa dilihat
dari ciri khasnyayaitu pilar batu
bata, taman yang luas dan lengkungan yang disokong beberapa pilar. Di Asia Timur, gaya
arsitektur Hindujuga turut
memengaruhi namun akhirnya tertekan oleh kebudayaan persia yang ketika itu
dalam masa jayanya.
Tantangan
da’wah jika masjid dibagun bercorak arsitektur Cina, Persia dan lain-lain akan
membuat jamaah tidak konsen dalam menjalankan segala aktivitas didalam masjid,
ketika pengajian matanya diarahkan ketempat pojok karena bentuknya unik, begitu
juga dengan yang lainnya. membangun masjid yang bercorak demikian boleh-boleh saja
asal tidak berlebihan dan menghambur-hamburkan keuangan masjid yang seharusnya
habis sekian tapi karena pembangunan yang demikian akan menghabiskan sekian.
Hal ini tentu sangat dilarang, apalagi masjid yang dibagun berupa bagunan yang
bercorak rumah ibadah agama lain, yang tentunya akan menjadi “barang siapa yang
mengikuti suatu kaum maka ia termasuk kaum tersebut.”
3. Masjid
yang Ada Kuburan, Gambar/Patung dan Lain-Lain
Dari Jundub bin Abdullah Radhiyallahu
'Anhu bahwa Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam bersabda lima hari sebelum beliau
wafat : “ …jika orang-orang sebelum kalian menjadikan kuburan sebagai masjid,
Ingatlah, janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid, maka sesungguhnya
saya melarang kalian dari hal itu”. ( HR. Muslim ). Dalam hadits lain, Dari
Aisyah Radhiyallahu 'Anha bahwa Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam bersabda
sebelum wafat : “Allah melaknat oraqng-orang Yahudi dan Nashroni mereka telah
menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid’, Beliau memperingatkan
terhadap perbuatan yang telah mereka lakukan. Aisyah berkata : “ dan seandainya
bukan karena hal itu niscaya saya akan menampakkan kuburan beliau, akan tetapi
beliau membenci jika dijadikan masjid”.
Menjadikan suatu tempat menjadi masjid
itu adalah menjadikan tempat itu untuk sholat lima waktu dan lain sebagainya,
Sebagaimana masjid dibangun juga dengan tujuan serupa, dan tempat yang
dijadikan masjid itu hanyasanya dimaksudkan untuk beribadah kepada Allah dan
berdo’a kepeda-Nya, bukan kepada makhluq.
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa salam
telah mengharamkan menjadikan kuburan sebagai masjid dengan maksud hendak
didirikannya sholat di dalamnya, walaupun pelakunya bermaksud hanya beribadah
kepada Allah saja, karena hal itu bahaya dan dapat menjerumuskan pelakunya
syirik kepada Allah. Sebagainmana larangan sholat dalam tiga waktu, demi
menghindari dari bahaya syirik ( sujud kepada matahari ). Dan suatu amalan jika
menjerumuskan kepada suatu mafsadah dan tidak ada maslahat yang jelas
didalamnya maka amalan tersebut terlarang.
Al Hafidz Ibnu Rojab berkata : “ Hadist
ini menunjukkan atas haramnya membangun masjid diatas kuburan orang-orang yang
sholih, dan menggambar mereka di dalamnya, sebagaimana yang dilakukan
orang-orang Nashroni, dan tidak ada keraguan lagi atas haramnya masing-masing
dari dua hal itu, Maka menggambar manusia
adalah haram, dan membangun masjid di atas kuburan juga haram, sebagaimana ada
juga nash-nash yang lain menunjukkan akan hal ini.
Tidak ada keraguan bahwa asal
pengharaman membangun masjid di atas kuburan adalah bahwa masjid adalah tempat
untuk sholat, manusia mendatangi masjid adalah untuk sholat di dalamnya, maka
jika manusia sholat di masjid yang dibangun di atas kuburan, maka seolah-olah
mereka sholat di kuburan. Dan yang perlu diwaspadai dalam masjid yang dibangun
di atas kuburan, ada juga di setiap tempat yang ada kuburannya jika untuk
sholat walaupun tidak dibangun masjid di tempat tersebut.
Ibnu Taimiyah berkata : “Jika sholat
seseorang dikuburan para Nabi dan orang-orang sholih tanpa ada maksud berdo’a
kepadanya ( kuburan ), seperti menjadikan kuburan mereka sebagai masjid hal itu
adalah haram dan dilarang dan pelakunya diancam mendapat laknat dan
murka dari Allah. Sebagaimana sabda Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam :
Artinya:“Murka Allah sangat keras atas suatu kaum yang menjadikan kuburan para
nabi mereka sebagai masjid. Imam Ahmad berkata : “Tidak boleh sholat di dalam
masjid yang kiblatnya menghadap ke kuburan, sampai antara tembok masjid dan
kuburan ada penghalang yang lain”. Maka jelaslah bahwa tembok masjid tidak
cukup sebagai penghalang antara masjid dengan kuburan.
Masjid boleh dihias sebagus mungkin asal
tidak melebih dua hal; Pertama, membersihkan masjid dari gambar dan
patung-patung, seperti yang terdapat dalam agama Kristen dan lain-lain. Mereka
meletakkan patung dan gambar di Gereja atau yang lainnya, seperti gambar yang
mereka klaim Isa Al Masih atau gambar ibunya maupun gambar yang lain,
seperti para muridnya dan para Santo. Umar . Berkata; “kami tidak akan
masuk ke gereja-gereja kalian karena adanya patung-patung didlamnya
(gambar-gambar).”
Kedua, dilarang
berlebihan dalam menghias masjid, yang mengubah sifat dan fungsi sebagai tempat
ibadah kepada Allah . Dan tempat melaksanakan
syiar-syiar Islam, menjadi tempat pameran seni dan hiasan interior yang
menganngu kekhusyuan jamaah saat ia shalat, saat beribadah, saat mentadaburi
ayat-ayat Al-Qur’an yang ia baca, dan saat berzikir, bertasbih, berdo’a serta
beristigfar. Diantara bentuk berlebihan dalam menghias masjid yaitu menghiasi
masjid dengan emas dan perak. Menggantung pelita-pelita hiasan yang terbuat
dari emas dan perak. Ada pendapat ulama yang membolehkan ka’bah diberikan tirai
dari sutra. Dalam Hadits riwayat Bukhari; “Hilanglah tirai itu dari pandanganku
karena berbentuk gambarnya menggaggu konsentrasi shalatku.”
Daftar Pustaka
Al-Albani, Muhammad Nashiruddi, “Larangan Shalat
di Masjid yang dibangun diatas kuburan”, Jakarta: Pustaka Asy-Syafi’I, 2007
Al-Qaradhawi, Yusuf, “Tuntutan Membangun Masjid” Jakarta:
Gramedia Insani Press, 2000
Husain, Huri Yamin, “Fikih Masjid”, Jakarta:
Pustaka Kautsar, 2011
Rukmana, Nana, “Manajemen Masjid”, Bandung:
MQS Publishing, 2009
Wikipedia Indonesia Bebas, “Masjid”, Wabsite:
id.wikipedia.org/
Wikipedia Indonesia Bebas, “Seni Rupa Islam” Wabsite:
id.wikipedia.org/
0 comments:
Post a Comment