Thursday, January 1, 2015

Manajemen Ri'ayatul Masjid

RI’AYATUL MASJID
Oleh: Amriadi Al Masjidiy

 
A.                Pengertian Ri’ayatul Masjid dan Urgensinya
1.      Pengertian Ri’ayatul Masjid
Ri’ayatul artinya penataan dan pengaturan disebut juga model atau bentuk, sedangkan Masjid diartikan sebagai tempat beribadah. Akar kata dari masjid adalah sajada dimana sajada berarti sujud atau tunduk. Kata masjid sendiri berakar dari bahasa Aram. Kata masgid (m-s-g-d) ditemukan dalam sebuah inskripsi dari abad ke 5 Sebelum Masehi. Kata masgid (m-s-g-d) ini berarti "tiang suci" atau "tempat sembahan".
Masjid juga diartikan sebagai tempat sujud, dan mesjid berukuran kecil juga disebut mushollalanggar atau surau. Selain tempat ibadah masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan - kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur'an sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran.
Dari pengertian diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan Ri’ayatul masjid ialah penataan atau pengaturan tempat ibadah ummat muslim sesuai dengan kebutuhan yang dibutuhkan ummat Islam disekitar masjid tersebut.

2.      Urgensi Ri’ayatul Masjid
Penataan masjid sangat penting untuk di lakukan,dimulai dari bentuk design sampai kepengurusan perlu untuk ditata dengan rapi. Model penataan masjid disesuaikan dengan konsep pembangunan atau skala wilayah masjid dimana itu dibangun. Masjid berskala kota tentunya berbeda dengan masjid berskala desa, masjid keluarga sangat beda dengan masjid konflek perumahan, masjid kampus tentunya beda dengan masjid perkantoran.
Urgensi-urgensi penataan Masjid dapat dibagikan sebagai berikut; Pertama, Penagturan Lokasi Masjid seperti pertimbangan atas dasar fungsi Masjid, Peninjauan tentang daerah pelayanan efektif dan tinjaun pola hierarki fasilitas peribadatan Islam. Kedua, pengaturan fasilitas masjid seperti bentuk design masjid, perlengkapan  masjid dan lain-lain. Ketiga, pengaturan pelayanan masjid seperti membuka masjid 24 jam, parkiran yang luas, kamar mandi/wc yang bersih tentunya dan lain-lain.
Keempat, pengaturan ruangan Masjid seperti Ruang Shalat, Tempat wudhu’, ruang khusus wanita, ruang pertemuan, konsultasi, perpustakaan, klinik, ruang bermain/olahraga,dan ruang tempat pelatihan remaja, serta ruang serba guna. Kelima, pengaturan keamanan dan keyamanan seperti memiliki satpam, tempat penitipan barang atau sandal dan sepatu, dan lain-lain.
Keenam, Pengaturan pengurus masjid seperti struktur masjid, sampai kepada petugas azan, Imam shalat serta petugas lainnya. Ketujuh, pengaturan kegiatan social seperti baksos, membantu pakir miskin, menyelesaikan problematika masyarakat dan lain-lain. Kedelapan, pengaturan Struktur kepengurusan yang jelas.

B.                 Realita Penataan dan Pengaturan Masjid Masa Kini.
Pengaturan penataan masjid dapat dilihat beberapa factor, yang harus ditata dengan baik:  pertama; Faktor teknis planologi yaitu masjid dilebelkan sebagai salah satu fasilitas social dan para pengembang menyediakan lahan sebagai fasilitas umum. Kedua; Faktor sosiologis yaitu masjid memerlukan penyesesuaian bagunan dengan tata kehidupan masyarakat di sekelingnya, mengingat hal ini antara satu sama yang lain saling mempengaruhi. Ketiga; Faktor ekonomi, biasanya yang membangun masjid adalah masyarakat umum dengan cara swadaya, begitu juga dengan biaya perawatannya juga menjadi tanggungan jamaah sebagai donator khusus, sehingga sering kali masjid-masjid diperdesaan tidak mampu membiayai pemeliharaannya dan masjid hanya ada pada hari jum’at dan bulan Ramadhan saja.
Keempat; Faktor teknologi,  masjid perlu dipertimbangkan secara tenaga/skil dan kemampuan teknis pemeliharaan, sering kali kita lihat masjidyang indah dan megah tetapi secara teknis pemeliharaannya sangat sulit, karena pengelola dan pengurus masjid tidak memiliki peralatan yang canggih untuk memelihara masjid tersebut. Kelima; Faktor Estetika, masjid dibangun dengan unsur keindahan tanpa berlebihan. Keindahan membuatmasjid enak untuk dipandang dan menyenangkan bagi para jamaah, membahagiakan hati saat dilihat, dimasuki, dan didiami.
Selain factor-faktor penataan diatas, factor berikut ini juga perlu diperhatikan seperti penataan ruangan, baik tempat shalat, thaharah, ruang pertemuan dan lain-lain. Penataan lain adalah penataan struktur seperti Imam shalat rawatip, muazim sampai ke penataan suara perlu dipertimbangkan, pada saat ini hal ini banyak tidak dipertimbangkan.

C.                Sejarah Arsitektur Masjid Dalam Islam
1.      Tinjaun Arsitek Masjid Dari Masa ke Masa
Sebuah masjid sepertinya hambar jika tanpa menara. Masjid-masjid jami’ di Indonesia hampir selalu mempunyai menara. Padahal, asal tahu saja, menara bukan unsur arsitektur asli bangunan masjid. Masjid Quba sebagai masjid pertama yang dibangun Nabi pun pada awalnya tak mempunyai menara. Begitu pula ketika masa Islam dipimpin oleh empat serangkai khalifah al-rasyidin, mulai Abu Bakar hingga Ali bin Abu Thalib: masjid-masjid yang dibangun tak bermenara. Hanya saja ada semacam ruang kecil di puncak teras masjid sebagai tempat muazzin mengumandangkan adzan.
Dalam sejarah arsitektur masjid-masjid pertama, bisa dikatakan Khalifah Al-Walid (705-715) dari Bani Umayyah merupakan khalifah yang pertama kali memasukkan unsur menara dalam arsitektur masjid. Khalifah yang punya selera dan kepedulian tinggi dalam rancang bangun arsitektur inilah yang memulakan tradisi menara sebagai salah satu unsur khas pada masjid. Tradisi membangun menara diawali oleh Khalifah Al-Walid ketika memugar bekas basilika Santo John (Yahya) menjadi sebuah masjid besar, yang kemudian menjadi Masjid Agung Damaskus. Pada bekas basilika tersebut tadinya terdapat dua buah menara yang berfungsi sebagai penunjuk waktu: lonceng pada siang hari dan kerlipan lampu pada malam hari.
Menara itu sendiri merupakan salah satu ciri khas bangunan Byzantium. Rupanya, Khalifah Al-Walid tertarik untuk mempertahankan kedua menara tersebut. Bahkan, kemudian ia membangun sebuah menara lagi di sisi utara pelataran masjid (tepat di atas Gerbang al-Firdaus). Menara ini disebut Menara Utara Masjid Damaskus. Satu tahun kemudian (706 M), Khalifah Al-Walid memugar Masjid Nabawi di Madinah. Masjid ini tadinya tak mempunyai satu pun menara. Al-Walid lalu memerintahkan para arsiteknya untuk membangunkan menara masjid sebagai tempat muadzin untuk mengumandangkan azan. Bentuk menara pada Masjid Nabawi dan menara utara Masjid Damaskus sangat mirip, terutama pada ornamen kubah puncak menara yang ramping. Yang jelas, pada saat itu kehadiran menara masjid masih merupakan sesuatu yang baru.
Bentuk menara seperti menara Masjid Agung Damaskus cukup populer. Bahkan, hingga 250 tahun kemudian, bentuk menara Masjid Nabawi dan Masjid Agung Damaskus ini juga menjadi model tipikal menara Masjid Al-Azhar yang dibangun oleh Dinasti Fatimiyah di Kairo.
a.                     Kaidah Arsitektur Islam 
Pertama; Didalam dan luar bangunan tidak terdapat gambar/ornamen yang makhluk hidup yang utuh. Kedua; Didalam dan luar bangunan terdapat ornamen yang mengingatkan kepada yang Maha Indah...Allah SWT. Ketiga; Hasil Desain bangunan tidak ditujukan untuk pamer dan kesombongan. Keempat; Pengaturan ruang-ruang ditujukan untuk mendukung menjaga ahlak dan prilaku. Kelima; Posisi toilet tidak dibolehkan menghadap atau membelakangi kiblat. Keenam; Keberadaan bangunan tidak merugikan tetangga disekitar. Ketujuh; Pembangunan sampai berdirinya bangunan seminimal mungkin tidak merusak alam. Kedelapan; Menggunakan warna yang mendekatkan kepada Allah, seperti warna-warna alam.
b.                  Bentuk-bentuk Menara
Pada masa awal perkembangan arsitektur masjid, setidaknya ada beberapa bentuk dasar menara masjid. Tapi yang paling awal, seperti pada menara Masjid Nabawi dan Masjid Damaskus, menara itu tidak berdiri sendiri melainkan menyatu dengan struktur bangunan masjid. Pola seperti ini menyebar ke berbagai penjuru negeri-negeri muslim melintasi dataran Arab hingga ke Andalusia. Namun ada juga menara yang dibangun terpisah dari bangunan utama masjid, seperti menara Masjid Agung Samarra dan menara Masjid Abu Dulaf di wilayah Iraq. Ada beberapa bentuk dasar menara masjid: menara klasik, menara variasi, menara segi empat, menara spiral dan menara silinder.
Pada menara klasik (classic minaret): lantai dasarnya berbentuk segi empat, naik ke atas menjadi oktagonal (segi delapan) dan kemudian diakhiri dengan tower silinder yang dipuncaki dengan sebuah kubah kecil. Termasuk jenis ini misalnya menara Masjid Mad Chalif di Kairo, yang dibangun pada abad ke-11 masehi semasa pemerintahan Khalifah Al-Hakim dari Dinasti Fatimiyah.
Sementara itu, jenis menara variasi diawali dengan segi empat di bagian bawah, lalu bertransformasi menjadi segi enam yang dihiasi dengan balkon segi delapan. Menara Masjid Al-Azhar termasuk dalam jenis ini. Sedangkan menara-menara masjid di Iran sebagian besar merupakan menara jenis menara silinder dengan diameter silinder yang semakin mengecil di puncak menara, misalnya menara Masjid Natanz di Iran. pola silinder ala Persia. Sementara itu di Aleppo (di wilayah Mediterrania), terdapat tren baru bentuk menara masjid. Menara Masjid Aleppo ini sepenuhnya berbentuk segi empat dari dasar hingga puncak. Menara yang dibangun oleh penguasa Turki Seljuk pada tahun 1089 ini menggunakan batu sebagai material utama. Uniknya, sebagai tren baru, tidak ada kubah di puncak menara.
Hasan bin Mufarraj, arsitektur yang merancangnya, memberikan sentuhan baru dengan meletakkan muqarnas di puncak menara setinggi 46 meter ini. Muqarnas tersebut menyerupai galeri dan berfungsi sebagai tempat muadzin. Masih ada beberapa lagi menara segi empat yang terdapat di wilayah Mediterrania, seperti menara Masjid Agung Sevilla (yang disebut Menara Giralda). Menara ini pernah berfungsi sebagai menara lonceng katederal seiring dengan lahirnya kekuasaan Kristen di Spanyol. Menara segi empat lain terdapat di Masjid Kutubiyyah (dibangun 1125-1130) di Marrakesh, Maroko. Keberadaan menara segi empat pada masjid-masjid tersebut sangat dipengaruhi oleh menara Masjid Qayrawan (35 meter) yang mempunyai tiga undakan segi empat. Hanya saja, ada pengamat arsitektur yang menyebutkan bahwa bentuk menara masjid segi empat ini mengadopsi bentuk mercusuar kuno di Iskandarsyah, Mesir. menara di masjid sevilla.
Ada sebuah bentuk menara yang jarang diadopsi oleh menara-menara masjid di dunia, yaitu menara spiral. Bentuk khas menara pada masjid-masjid di Samarra ini merupakan tradisi dalam bangunan menara Mesopotamia. Menara Masjid Samarra dan Masjid Dullaf, bahkan hingga sekarang masih tegak berdiri walaupun sudah berusia 1.200 tahun. Padahal, bangunan masjidnya hanya tinggal reruntuhan saja. Bisa dikatakan kedua menara ini sebagai peninggalan arsitektur yang memberikan kesan bahwa perhitungan geometri para arsitek pada masa itu sudah sangat akurat. Masjid lain yang juga memiliki menara spiral adalah Masjid Ibnu Tulun di Fustat, Mesir, menara samarr.
c.                   Fungsi Menara
Menara masjid selain berfungsi sebagai tempat bagi muadzin mengumandangkan adzan juga bisa berfungsi ganda seperti halnya mercusuar atau menara pengintai. Hal ini terutama terdapat pada menara-menara masjid yang berada di kota pelabuhan atau tepi sungai. Corak menara Masjid Ribbat Shushah di Tunisia, misalnya, terdapat pada bangunan corak masjid yang sangat mirip sebuah markas militer. Menara berbentuk silinder ini dibuat dengan gaya yang teramat kokoh untuk sebuah menara yang biasanya berbentuk ramping.
Ribbat Shushah, sebagai kota pelabuhan, memanfaatkan menara masjid sebagai sarana untuk melakukan pengamatan lepas pantai dari balkon menara. Dalam sejarah menara-menara masjid legendaris, masjid-masjid yang dibangun oleh Dinasti Turki Utsmaniyah tercatat memiliki menara yang paling tinggi. Wajar saja, sebab dinasti terakhir dalam kekhilafahan Islam ini sudah mengembangkan teknik konstruksi yang lebih moderen. Menara-menara itu pada umumnya dibangun dengan menerapkan pondasi pasak bumi generasi pertama. Hasilnya, mereka bisa membangun menara masjid dengan ketinggian lebih dari 70 meter. Sebuah prestasi pada zamannya. Memang, tinggi menara-menara masjid itu masih lebih rendah dibandingkan menara Masjid Nabawi yang 105 meter. Namun, menara masjid Nabawi tersebut sudah merupakan hasil renovasi pemerintah Arab Saudi, yang notabene teknologinya sudah jauh lebih canggih.

2.      Masjid Yang di Bagun dengan Arsitektur Cina, Persia, Eropa dll Dalam Kaca Mata Da’wah
Ketika Nabi Muhammad saw tiba di Madinah, beliau memutuskan untuk membangun sebuah masjid, yang sekarang dikenal dengan nama Masjid Nabawi, yang berarti Masjid Nabi. Masjid Nabawi terletak di pusat Madinah. Masjid Nabawi dibangun di sebuah lapangan yang luas. Di Masjid Nabawi, juga terdapat mimbar yang sering dipakai oleh Nabi Muhammad saw. Masjid Nabawi menjadi jantung kota Madinah saat itu. Masjid ini digunakan untuk kegiatan politik, perencanaan kota, menentukan strategi militer, dan untuk mengadakan perjanjian. Bahkan, di area sekitar masjid digunakan sebagai tempat tinggal sementara oleh orang-orang fakir miskin. Saat ini, Masjidil HaramMasjid Nabawi dan Masjid al-Aqsa adalah tiga masjid tersuci di dunia.
Masjid kemudian dibangun di daerah luar Semenanjung Arab, seiring dengan kaum Muslim yang bermukim di luar Jazirah Arab. Mesir menjadi daerah pertama yang dikuasai oleh kaum Muslim Arab pada tahun 640. Sejak saat itu, ibu kota Mesir,Kairo dipenuhi dengan masjid. Maka dari itu, Kairo dijuluki sebagai kota seribu menara. Beberapa masjid di Kairoberfungsi sebagai sekolah Islam atau madrasah bahkan sebagai rumah sakit. Masjid di Sisilia dan Spanyol tidak menirukan desain arsitektur Visigoth, tetapi menirukan arsitektur bangsa Moor. Para ilmuwan kemudian memperkirakan bahwa bentuk bangunan pra-Islam kemudian diubah menjadi bentuk arsitektur Islam ala Andalus dan Magribi, seperti contoh lengkung tapal kuda di pintu-pintu masjid.
Masjid pertama di Cina berdiri pada abad ke 8 Masehi di Xi'an. Masjid Raya Xi'an, yang terakhir kali di rekonstruksi pada abad ke 18 Masehi, mengikuti arsitektur Cina. Masjid di bagian barat Cina seperti di daerah Xinjiang, mengikuti arsitektur Arab, dimana di masjid terdapat kubah dan menara. Sedangkan, di timur Cina, seperti di daerah Beijing, mengandung arsitektur Cina. Masjid mulai masuk di daerah India pada abad ke 16 semasa kerajaan Mugal berkuasa. Masjid di India mempunyai karakteristik arsitektur masjid yang lain, seperti kubah yang berbentuk seperti bawang. Kubah jenis ini dapat dilihat di Masjid Jama, Delhi.
Masjid pertama kali didirikan di Kesultanan Utsmaniyah pada abad ke 11 Masehi, dimana pada saat itu orang-orang Turki mulai masuk agama Islam. Beberapa masjid awal di Turki adalah Aya Sofya, dimana pada zaman Bizantium, bangunan Aya Sofya merupakan sebuah katedral. Kesultanan Utsmaniyah memiliki karakteristik arsitektur masjid yang unik, terdiri dari kubah yang besar, menara dan bagian luar gedung yang lapang. Masjid di Kesultanan Usmaniyah biasanya mengkolaborasikan tiang-tiang yang tinggi, jalur-jalur kecil di antara shaf-shaf, dan langit-langit yang tinggi, juga dengan menggabungkan mihrab dalam satu masjid. Sampai saat ini, Turki merupakan rumah dari masjid yang berciri khas arsitektur Utsmaniyah.
Secara bertahap, masjid masuk ke beberapa bagian di Eropa. Perkembangan jumlah masjid secara pesat mulai terlihat seabad yang lalu, ketika banyak imigran Muslim yang masuk ke Eropa. Kota-kota besar di Eropa, seperti MünchenLondondan Paris memilki masjid yang besar dengan kubah dan menara. Masjid ini biasanya terletak di daerah urban sebagai pusat komunitas dan kegiatan sosial untuk para muslim di daerah tersebut. Walaupun begitu, seseorang dapat menemukan sebuah masjid di Eropa apabila di sekitar daerah tersebut ditinggali oleh kaum Muslim dalam jumlah yang cukup banyak. Masjid pertama kali muncul di Amerika Serikat pada awal abad ke 20. Masjid yang pertama didirikan diAmerika Serikat adalah di daerah Cedar RapidsIowa yang dibangun pada kurun akhir 1920an. Bagaimanapun, semakin banyak imigran Muslim yang datang ke Amerika Serikat, terutama dari Asia Selatan, jumlah masjid di Amerika Serikatbertambah secara drastis. Dimana jumlah masjid pada waktu 1950 sekitar 2% dari jumlah masjid di Amerika Serikat, pada tahun 1980, 50% jumlah masjid di Amerika Serikat didirikan.
Menurut sejarawan Muslim, sebuah kota yang ditaklukkan tanpa perlawanan dari penduduknya, maka pasukan Muslim memperbolehkan penduduk untuk tetap mempergunakan gereja dan sinagog mereka. Tapi, ada beberapa gereja dan sinagog yang beralih fungsi menjadi sebuah masjid dengan persetujuan dari tokoh agama setempat. Misal pada perubahan fungsi Masjid Umayyah, dimana khalifahBani Umayyah, Abdul Malik mengambil gereja Santo Yohannes pada tahun 705 dari Umat KristianiKesultanan Utsmaniyah juga melakukan alih fungsi terhadap beberapa gereja, biara dan kapel di Istanbul, termasuk gereja terbesar Ayasofyayang diubah menjadi masjid, setelah kejatuhan kota Konstantinopel pada tahun 1453 oleh Muhammad al-Fatih. Beberapa masjid lainnya juga didirikan di daerah suci milik Yahudi dan Kristen, seperti di Yerusalem. Penguasa Muslim di India juga membangun masjid hanya untuk memenuhi tugas mereka di bidang agama.
Sebaliknya, masjid juga dialih fungsikan menjadi tempat ibadah yang lain, sepertigereja. Hal ini dilakukan oleh umat Kristiani di Spanyol yang mengubah fungsi masjid di selatan Spanyol menjadi katedral, mengikuti keruntuhan kekuasaan Bani Umayyah di selatan Spanyol. Masjid Agung Kordoba sekarang dialih fungsikan menjadi sebuah gereja. Beberapa masjid di kawasan Semenanjung IberiaEropa Selatan dan India juga dialih fungsikan menjadi gereja atau pura setelah kekuasaan Islam tidak berkuasa lagi.
Selanjutnya Persia yang merupakan kebudayaan yang diketahui melakukan kontak dengan Islam untuk pertama kalinya. Sisi timur dari sungai eufrat dan tigris adalah tempat berdirinya kekaisaran Persia pada sekitar abad ke-7. Karena kedekatannya dengan kekaisaran persia, Islam cenderung bukan saja meminjam budaya dari persia namun juga mengadopsinya. Arsitektur Islam mengadopsi banyak sekali kebudayaan dari Persia, bahkan bisa dikatakan arsitektur islam merupakan evolusi dari arsitektur persia, yang memang sejak kehadiran Islam, kejayaan Persia mulai pudar yang menunggu digantikan oleh kebudayaan lain. Banyak kota, misalnya Baghdad, dibangun dengan contoh kota lama persia misalnya Firouzabad.
Bahkan, sekarang bisa diketahui bahwa dua arsitek yang dipekerjakan oleh Al-Mansur untuk merancang kota pada masa awal adalah warisan dari kekaisaran Persia, yaitu Naubakht, seorang zoroaster  persia dan seorang  Yahudi  dari  Khorasan,  Iran  yaitu Mashallah. Mesjid gaya persia bisa dilihat dari ciri khasnyayaitu pilar batu bata, taman yang luas dan lengkungan yang disokong beberapa pilar. Di Asia Timur, gaya arsitektur Hindujuga turut memengaruhi namun akhirnya tertekan oleh kebudayaan persia yang ketika itu dalam masa jayanya.
Tantangan da’wah jika masjid dibagun bercorak arsitektur Cina, Persia dan lain-lain akan membuat jamaah tidak konsen dalam menjalankan segala aktivitas didalam masjid, ketika pengajian matanya diarahkan ketempat pojok karena bentuknya unik, begitu juga dengan yang lainnya. membangun masjid yang bercorak demikian boleh-boleh saja asal tidak berlebihan dan menghambur-hamburkan keuangan masjid yang seharusnya habis sekian tapi karena pembangunan yang demikian akan menghabiskan sekian. Hal ini tentu sangat dilarang, apalagi masjid yang dibagun berupa bagunan yang bercorak rumah ibadah agama lain, yang tentunya akan menjadi “barang siapa yang mengikuti suatu kaum maka ia termasuk kaum tersebut.”

3.      Masjid yang Ada Kuburan, Gambar/Patung dan Lain-Lain
Dari Jundub bin Abdullah Radhiyallahu 'Anhu bahwa Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam bersabda lima hari sebelum beliau wafat : “ …jika orang-orang sebelum kalian menjadikan kuburan sebagai masjid, Ingatlah, janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid, maka sesungguhnya saya melarang kalian dari hal itu”. ( HR. Muslim ). Dalam hadits lain, Dari Aisyah Radhiyallahu 'Anha bahwa Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam bersabda sebelum wafat : “Allah melaknat oraqng-orang Yahudi dan Nashroni mereka telah menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid’, Beliau memperingatkan terhadap perbuatan yang telah mereka lakukan. Aisyah berkata : “ dan seandainya bukan karena hal itu niscaya saya akan menampakkan kuburan beliau, akan tetapi beliau membenci jika dijadikan masjid”.
Menjadikan suatu tempat menjadi masjid itu adalah menjadikan tempat itu untuk sholat lima waktu dan lain sebagainya, Sebagaimana masjid dibangun juga dengan tujuan serupa, dan tempat yang dijadikan masjid itu hanyasanya dimaksudkan untuk beribadah kepada Allah dan berdo’a kepeda-Nya, bukan kepada makhluq.
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa salam telah mengharamkan menjadikan kuburan sebagai masjid dengan maksud hendak didirikannya sholat di dalamnya, walaupun pelakunya bermaksud hanya beribadah kepada Allah saja, karena hal itu bahaya dan dapat menjerumuskan pelakunya syirik kepada Allah. Sebagainmana larangan sholat dalam tiga waktu, demi menghindari dari bahaya syirik ( sujud kepada matahari ). Dan suatu amalan jika menjerumuskan kepada suatu mafsadah dan tidak ada maslahat yang jelas didalamnya maka amalan tersebut terlarang.
Al Hafidz Ibnu Rojab berkata : “ Hadist ini menunjukkan atas haramnya membangun masjid diatas kuburan orang-orang yang sholih, dan menggambar mereka di dalamnya, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Nashroni, dan tidak ada keraguan lagi atas haramnya masing-masing dari dua hal itu, Maka menggambar manusia adalah haram, dan membangun masjid di atas kuburan juga haram, sebagaimana ada juga nash-nash yang lain menunjukkan akan hal ini.
Tidak ada keraguan bahwa asal pengharaman membangun masjid di atas kuburan adalah bahwa masjid adalah tempat untuk sholat, manusia mendatangi masjid adalah untuk sholat di dalamnya, maka jika manusia sholat di masjid yang dibangun di atas kuburan, maka seolah-olah mereka sholat di kuburan. Dan yang perlu diwaspadai dalam masjid yang dibangun di atas kuburan, ada juga di setiap tempat yang ada kuburannya jika untuk sholat walaupun tidak dibangun masjid di tempat tersebut.
Ibnu Taimiyah berkata : “Jika sholat seseorang dikuburan para Nabi dan orang-orang sholih tanpa ada maksud berdo’a kepadanya ( kuburan ), seperti menjadikan kuburan mereka sebagai masjid hal itu adalah  haram dan dilarang  dan pelakunya diancam mendapat laknat dan murka dari Allah. Sebagaimana sabda Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam : Artinya:“Murka Allah sangat keras atas suatu kaum yang menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid. Imam Ahmad berkata : “Tidak boleh sholat di dalam masjid yang kiblatnya menghadap ke kuburan, sampai antara tembok masjid dan kuburan ada penghalang yang lain”. Maka jelaslah bahwa tembok masjid tidak cukup sebagai penghalang antara masjid dengan kuburan.
Masjid boleh dihias sebagus mungkin asal tidak melebih dua hal; Pertama, membersihkan masjid dari gambar dan patung-patung, seperti yang terdapat dalam agama Kristen dan lain-lain. Mereka meletakkan patung dan gambar di Gereja atau yang lainnya, seperti gambar yang mereka klaim Isa Al Masih u atau gambar ibunya maupun gambar yang lain, seperti para muridnya dan para Santo. Umar a. Berkata; “kami tidak akan masuk ke gereja-gereja kalian karena adanya patung-patung didlamnya (gambar-gambar).”
Kedua, dilarang berlebihan dalam menghias masjid, yang mengubah sifat dan fungsi sebagai tempat ibadah kepada Allah l. Dan tempat melaksanakan syiar-syiar Islam, menjadi tempat pameran seni dan hiasan interior yang menganngu kekhusyuan jamaah saat ia shalat, saat beribadah, saat mentadaburi ayat-ayat Al-Qur’an yang ia baca, dan saat berzikir, bertasbih, berdo’a serta beristigfar. Diantara bentuk berlebihan dalam menghias masjid yaitu menghiasi masjid dengan emas dan perak. Menggantung pelita-pelita hiasan yang terbuat dari emas dan perak. Ada pendapat ulama yang membolehkan ka’bah diberikan tirai dari sutra. Dalam Hadits riwayat Bukhari; “Hilanglah tirai itu dari pandanganku karena berbentuk gambarnya menggaggu konsentrasi shalatku.”

Daftar Pustaka

Al-Albani, Muhammad Nashiruddi, “Larangan Shalat di Masjid yang dibangun diatas kuburan”, Jakarta: Pustaka Asy-Syafi’I, 2007
Al-Qaradhawi, Yusuf, “Tuntutan Membangun Masjid” Jakarta: Gramedia Insani Press, 2000
Husain, Huri Yamin, “Fikih Masjid”, Jakarta: Pustaka Kautsar, 2011
Rukmana, Nana, “Manajemen Masjid”, Bandung: MQS Publishing, 2009
Wikipedia Indonesia Bebas, “Masjid”, Wabsite: id.wikipedia.org/
Wikipedia Indonesia Bebas, “Seni Rupa Islam” Wabsite: id.wikipedia.org/




SHARE THIS

Author:

Penulis merupakan penulis bebas dan juga penggiat blockchain dan Cryptocurrency. Terima Kasih sudah berkunjung ke Blog Saya, bebas copy paste asal mencantumkan sumber sebagaimana mestinya.

0 comments: