Puluhan tahun kita
telah hidup dalam keresahan dan ketakutan akan kontak senjata antara Gerakkan
Aceh Mardeka (GAM) dan Tentara Negara Indonesia (TNI). Sekarang keduanya telah
berdamai dan hidup dalam situasi persaudaraan, melalui perdamaian MUO tahun
2004, paska Tsunami. Perdamaian ini sekarang telah ada bibit pemicu kembali
komplik di Aceh, hal bisa kita lihat dengan timbulnya Eks GAM yang tidak puas
akan kepemerintahan daerah, setelah itu timbul lagi politisi yang saling menjatuhkan
karena perbedaan pendapat.
Sebelum Parade Aswaja
diadakan terlebih dahulu diadakannya rapat musyarawah tentang kepengurusan
Masjid Raya Baiturrahman, dalam rapat itu diputuskan oleh ulama Pesantren, FPI,
NU dan MPU Aceh. Maka dari sini dapat kita baca, kalau rapat itu dan hasil
keputusan itu sebenarnya tidak mewakili ormas Islam di Banda Aceh. Sebut saja
Muhammadiyah, PKS, Dewan Da’wah, Universitas Islam dan lain-lain kenapa tidak
ada dalam rapat keputusan itu.
Maka dari sini akan
memunculkan kesalahpahaman masyarakat, namun setelah keputusan itu bukan hanya
berhenti sampai disitu. Untuk mengambil hati rakyat dalam politik ini dibuat
lagi Parade Aswaja. Yang intinya lagi-lagi menyerang kaum pembaharuan seperti
Muhammadiyah, Gerakkan Tarbiyah (PKS), Gerakkan Da’wah (Dewan Da’wah) dan
lain-lain. Dalam parade itu juga terdapat kesalahan fatal, karena yang jelas
sesat di diamkan dan yang belum tau sesat atau tidak malah diperangi.
Salah satu kampanye
yang membuat kita geli, “Wahabi Haus Darah Ulama Aceh”. Ketika saya menanyakan
apakah wahabi membantai ulama di Aceh, mereka menjawab tidak. Lah, kenapa juga
ada spanduk “wahabi Haus Ulama darah Ulama Aceh”, ini jelas fitnah. Lantas apa
itu wahabi, wahabi itu adalah aliran yang memotong amal ibadah, seperti Shalat
terawih 23 rakaat dipotong menjadi 11 rakaat.
Maka dari sini saya tau
kalau yang maksud wahabi itu demikian. Jadi standar sesat di Aceh karena shalat
terawih bukan 23 rakaat. Kami terus mencari tau tentang hal ini, kemudian kami
ketahui lagi dalam sebuah opini di Serambi Indonesia yang menjelaskan tentang
wahabi dan bagaimana sulit untuk memahami agama Islam ini. Kami berfikir
tulisan tersebut untuk membodohi masyarakat, karena Islam itu mudah maka jangan
dipersusah.
Maka beda dengan
tulisan opininya yang menyerang wahabi dan lupa diri, bahkan menyerukan agar
meresmikan satu mazhab di Aceh seperti Negara Iran dan Arab. Padahal ini
terlalu jauh karena ukuran yang berbeda, provinsi tidak sebanding dengan
Negara. Maka dari itu seharusnya penulis opini Serambi sebaiknya jangan karena
politik membodohi rakyat Aceh untuk terus membebek. Rakyat Aceh perlu
dicerdaskan agar pemahaman akan Islam yang mudah ini dijalankan sesuai dengan
tuntutan Al-Qur’an dan As-sunnah. Kecuali ayat-ayat yang perlu ditkwilkan, ini
baru urasan para ulama.
Politik inilah yang
kemudian membuat orang kafir semakin berani di Aceh, sampai-sampai umat
kristiani menyerang umat Islam di Singkil. Ini semua karena umat Islam terlihat
perpecahannya. Karena yang sesat didiamkan dan yang lurus disesatkan. Peristiwa
Singkil membuat Masyarakat Aceh naik darah. Sehingga terjadilah peristiwa
pembakaran gereja, namun kembalilgi peristiwa ini semakin dipolitisi.
Dari pusat Jakarta
Presiden berkicaun untuk menhentikan kekerasan di Aceh, ketua Anshor NU Nusron
Wahib juga tidak ketinggal yang katanya Aswaja. Nusron Wahib menyerukan untuk
membakar Masjid dulu karena tidak IMB. Prediden maupun GP Anshor NU sama-sama
diam terhadap penyerangan Tolikara oleh Kristen GIDI. Kenapa geliran umat Islam
di Singkil banyak yang membicarakan.
IMB di tempat yang
manyoritas Islam tidak perlu untuk membangun masjid, tetapi kalau selain Islam
itu harus, begitu juga dengan di daerah yang manyoritas non-Islam seperti Bali,
Papua dan lain-lain. Maka pembangunan Masjid harus ada IMB dan tidak perlu
bangi yang manyoritas disana kecuali sama-sama manyoritas. Di Aceh daerah
Istimewa yang baru saja damai dari komplik yang berkepanjangan. Selain itu di
Aceh juga masih ada eks GAM yang masih bergerilya di hutan, oleh karena itu
seharusnya pemerintah sadar akan hal ini.
Sewaktu-waktu Aceh akan
kembali komplik, untuk itu perdamaian Aceh yang telah terbentuk jangan
dipolitisi untuk konplik lagi. Saran saya untuk rakyat Aceh jangan tervavokasi
oleh politisi yang bermain di Aceh. Dan berhati-hati dalam bertindak jangan
sampai kita menghidupkan kembali api yang telah padam. Hidup aman sejahtera
yang harus kita bangun bersama dan kita main bersama dalam politik yang tidak
merugikan rakyat.
0 comments:
Post a Comment