Oleh: Amriadi Al
Masjidiy*
Dulu kita sering mendengarkan kata bijak
“Malu bertanya sesat di jalan”. Kata bijak ini sudah melekat dikepala kita
semua. Sebuah cerita Mop Papua dengan tajuk “Epen Kah, Cepen Toh” sebuah anekdot
“banyak bertanya mampus di jalan”. Bagaimana tidak? dalam film pendek tersebut
menceritakan seorang pemuda yang banyak bertanya. “Pa Ce (Panggilan akrab orang
Papua), kalau jalan pasar lewat sinikah. Sang pemabuk menjawab betul, kau jalan
dari sini terus sampai mendapatkan banyak orang, itulah pasar.
Sang pemuda langsung jalan, namun baru
sebentar jalan dia balik dan menanyakan lagi. Pa Ce kalau mau ke terminal lewat
sini juga kan. Banyak Tanya kau. Kau jalan terus, terus sampai kau lihat banyak
mobil, itulah terminal. Kembali lagi sang pemuda itu berjalan, namun lagi-lagi
dia balik dan bertanya lagi. Pa Ce kalau jalan ke rumah sakit lewat sini juga
kan. Banyak Tanya kau, kalau kau mau tau rumah sakit. Langsung kau berdiri di
tengah jalan sampai truk nabrak kau. Nah, nanti kau tau sendiri rumah sakitnya.
Anekdot ini dapat memberikan pelajaran buat kita semua. kalau banyak Tanya
mampus di jalan, apalagi orang yang kita Tanya sedang mabuk dan tidak tau arah.
Jadinya bukan jalan tujuan yang kita temui tapi mampus di jalan atau kesesatan
yang akan terjadi.
Hal yang sama Kompas TV juga pernah merilis
sebuah video yang bertajuk jaman dulu dan sekarang. Kalau jaman dulu orang akan
bertanya ketika tidak tau alamat yang hendak dia tuju. Namun di era gadget sekarang
ini, kata bijak “malu bertanya sesat di jalan” tidak berguna lagi. Fasilitas samartphone
dengan didukung map mampu mencari dimana alamatnya. Jadi kata “malu
bertanya sesat di jalan sudah tidak berlaku lagi” dan dari video rilis kompas
tadi sudah berganti menjadi “malu bertanya tidak sesat di jalan”.
Jika kita lihat kembali kontek kalimat
“malu bertanya sesat di jalan” dalam segi makna, jika jalan yang dimaksud
adalah jalan hidup manusia. Maka hal ini tidak bisa diperlesetkan walaupun
dunia secanggih apapun. Jalan hidup kita harus sesuai dengan tuntunan. Tuntunan
umat Islam adalah Al-Qur’an dan Hadits Shahih. jikalau melonceng dari itu, maka
akan tersesat jalan hidupnya. Oleh karenannya walaupun kita rajin membaca
tetapi tanpa guru maka kesalahan yang terdapat dalam bacaan kita akan kita
telan mentah-mentah. Dalam hal ini jika malu bertantanya kepada guru maka
benar-benar sesat di jalan. Salah satu contohnya dalam penggunaan akal logika.
Ketika ada orang yang membaca kencing
itu najis dan tidak wajib mandi. Kemudian dia logikakan dengan keluarnya mani
yang tidak najis dan pastinya benar-benar tidak wajib mandi. Begitu juga sebaliknya orang membaca keluar
mani yang tidak najis itu wajib mandi apalagi kencing yang najis. Tentu hal ini
akan sesat di jalan hidupnya, jika dia membaca tanpa dia bertanya maksudnya
kepada guru pembimbingnya.
Contoh diatas memang harus kita jawab,
kalau contoh diatas tidak diberikan jawaban penulis takut salah maksud dan
tujuannya. Dan bahkan bisa jadi akan dijadikan referensi oleh pihak-pihak yang
tidak bertanggung jawab untuk mengatakan penulis adalah termasuk dalam
liberalisme. Maka dalam contoh diatas tadi, harus kita berikan jawaban yang
pasti.
Dalam hal ini Allah sayang kepada
hambanya. Jika Allah mewajibkan kepada kita Mandi setiap kencing maka kita akan
tidak sanggup melakukannya. Karena dalam satu hari saja kita bisa sepuluh kali
mandi wajib. Makanya Allah tidak mewajibkan kepada kita, karena Allah itu maha
penyayang. Keluar Mani diwajibkan mandi, hal ini juga karena Allah sayang
kepada kita. Karena keluarnya mani itu membuat kita capek. Maka Allah wajibkan
mandi agar kita segar kembali.
Contoh lainnya ketika seorang membaca bahwa
Allah itu maha esa, maha kuasa. Ketika dia lupa membawa sesuatu dia akan
mengatakan “jika engkau benar-benar maha kuasa ya Allah, tolong terbangkan
baranng yang aku lupa di rumah kesini.” Dari sinilah jika tidak ada guru yang
membimbingnya akan menjadi liberal dan atheis. Justru logika seperti diatas
akan menjadikan Allah itu tidak maha esa. Karena dia akan menjadi pembantu
untuk kita disaat lupa membawa barang. Namun kita juga jangan lupa bahwa ada Ku
fayakun “jadilah maka terjadilah”. Maka malu bertanya tidak sesat dijalan
salah besar jika dikaitkan dengan jalan hidup manusia. Namun jika dikaitkan
kepada jalan alamat tentu ada benarnya, walau tidak 100% itu benar. Wallahu
‘alam…
Artikel ini diikut sertakan dalam lomba BNI Blogging Competition dan juga di publis di kompasiana
*) Penulis adalah Mantan pimpinan
Islamic Research Forum dan Mahasiswa STID Mohammad Natsir Jakarta. Penulis
blog: http://amriadiybet.blogspot.com
Email: amriadicyber@gmail.com
0 comments:
Post a Comment