Saturday, January 23, 2016

Malu Bertanya Tidak Sesat di Jalan


Oleh: Amriadi Al Masjidiy*

Dulu kita sering mendengarkan kata bijak “Malu bertanya sesat di jalan”. Kata bijak ini sudah melekat dikepala kita semua. Sebuah cerita Mop Papua dengan tajuk “Epen Kah, Cepen Toh” sebuah anekdot “banyak bertanya mampus di jalan”. Bagaimana tidak? dalam film pendek tersebut menceritakan seorang pemuda yang banyak bertanya. “Pa Ce (Panggilan akrab orang Papua), kalau jalan pasar lewat sinikah. Sang pemabuk menjawab betul, kau jalan dari sini terus sampai mendapatkan banyak orang, itulah pasar. 

Sang pemuda langsung jalan, namun baru sebentar jalan dia balik dan menanyakan lagi. Pa Ce kalau mau ke terminal lewat sini juga kan. Banyak Tanya kau. Kau jalan terus, terus sampai kau lihat banyak mobil, itulah terminal. Kembali lagi sang pemuda itu berjalan, namun lagi-lagi dia balik dan bertanya lagi. Pa Ce kalau jalan ke rumah sakit lewat sini juga kan. Banyak Tanya kau, kalau kau mau tau rumah sakit. Langsung kau berdiri di tengah jalan sampai truk nabrak kau. Nah, nanti kau tau sendiri rumah sakitnya. Anekdot ini dapat memberikan pelajaran buat kita semua. kalau banyak Tanya mampus di jalan, apalagi orang yang kita Tanya sedang mabuk dan tidak tau arah. Jadinya bukan jalan tujuan yang kita temui tapi mampus di jalan atau kesesatan yang akan terjadi.

Hal yang sama Kompas TV juga pernah merilis sebuah video yang bertajuk jaman dulu dan sekarang. Kalau jaman dulu orang akan bertanya ketika tidak tau alamat yang hendak dia tuju. Namun di era gadget sekarang ini, kata bijak “malu bertanya sesat di jalan” tidak berguna lagi. Fasilitas samartphone dengan didukung map mampu mencari dimana alamatnya. Jadi kata “malu bertanya sesat di jalan sudah tidak berlaku lagi” dan dari video rilis kompas tadi sudah berganti menjadi “malu bertanya tidak sesat di jalan”.

Jika kita lihat kembali kontek kalimat “malu bertanya sesat di jalan” dalam segi makna, jika jalan yang dimaksud adalah jalan hidup manusia. Maka hal ini tidak bisa diperlesetkan walaupun dunia secanggih apapun. Jalan hidup kita harus sesuai dengan tuntunan. Tuntunan umat Islam adalah Al-Qur’an dan Hadits Shahih. jikalau melonceng dari itu, maka akan tersesat jalan hidupnya. Oleh karenannya walaupun kita rajin membaca tetapi tanpa guru maka kesalahan yang terdapat dalam bacaan kita akan kita telan mentah-mentah. Dalam hal ini jika malu bertantanya kepada guru maka benar-benar sesat di jalan. Salah satu contohnya dalam penggunaan akal logika.

Ketika ada orang yang membaca kencing itu najis dan tidak wajib mandi. Kemudian dia logikakan dengan keluarnya mani yang tidak najis dan pastinya benar-benar tidak wajib mandi.  Begitu juga sebaliknya orang membaca keluar mani yang tidak najis itu wajib mandi apalagi kencing yang najis. Tentu hal ini akan sesat di jalan hidupnya, jika dia membaca tanpa dia bertanya maksudnya kepada guru pembimbingnya.

Contoh diatas memang harus kita jawab, kalau contoh diatas tidak diberikan jawaban penulis takut salah maksud dan tujuannya. Dan bahkan bisa jadi akan dijadikan referensi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mengatakan penulis adalah termasuk dalam liberalisme. Maka dalam contoh diatas tadi, harus kita berikan jawaban yang pasti.

Dalam hal ini Allah sayang kepada hambanya. Jika Allah mewajibkan kepada kita Mandi setiap kencing maka kita akan tidak sanggup melakukannya. Karena dalam satu hari saja kita bisa sepuluh kali mandi wajib. Makanya Allah tidak mewajibkan kepada kita, karena Allah itu maha penyayang. Keluar Mani diwajibkan mandi, hal ini juga karena Allah sayang kepada kita. Karena keluarnya mani itu membuat kita capek. Maka Allah wajibkan mandi agar kita segar kembali.

Contoh lainnya ketika seorang membaca bahwa Allah itu maha esa, maha kuasa. Ketika dia lupa membawa sesuatu dia akan mengatakan “jika engkau benar-benar maha kuasa ya Allah, tolong terbangkan baranng yang aku lupa di rumah kesini.” Dari sinilah jika tidak ada guru yang membimbingnya akan menjadi liberal dan atheis. Justru logika seperti diatas akan menjadikan Allah itu tidak maha esa. Karena dia akan menjadi pembantu untuk kita disaat lupa membawa barang. Namun kita juga jangan lupa bahwa ada Ku fayakun “jadilah maka terjadilah”. Maka malu bertanya tidak sesat dijalan salah besar jika dikaitkan dengan jalan hidup manusia. Namun jika dikaitkan kepada jalan alamat tentu ada benarnya, walau tidak 100% itu benar. Wallahu ‘alam…

Artikel ini diikut sertakan dalam lomba BNI Blogging Competition dan juga di publis di kompasiana

*) Penulis adalah Mantan pimpinan Islamic Research Forum dan Mahasiswa STID Mohammad Natsir Jakarta. Penulis blog: http://amriadiybet.blogspot.com Email: amriadicyber@gmail.com

SHARE THIS

Author:

Penulis merupakan penulis bebas dan juga penggiat blockchain dan Cryptocurrency. Terima Kasih sudah berkunjung ke Blog Saya, bebas copy paste asal mencantumkan sumber sebagaimana mestinya.

0 comments: