Tuesday, July 9, 2019

Menyoalkan Wacana Poligami di Aceh



Sebagaimana obrolan santai antara saya dengan ketua Pemuda Atjeh Seurantau kemarin, terlihat memang kami setuju dengan poligami. Jauh sebelum ada wacana poligami legal di Aceh, saya sudah bicarakan nilai postif poligami dan harus diterapkan di berbagai tempat. Hal ini saya tulis dulu pada tahun 2015 yang lalu, untuk selengkapnya silahkan dibaca disini.
Kembali soal wacana poligami di Aceh yang menemui pro-kontra antara wanita dan pria. Hukum secara syariat sah poligami dan undang-undang perkawinan juga membolehkan menikahi lebih dari seorang Istri. Hal ini terdapat dalam undang-undang no 1 tahun 1974 pada BAB 1 pasal 3 yang berbunyi "Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh fihak-fihak yang bersangkutan." Cek disini lengkapnya.
Jadi undang-undang di Indonesia memberikan ruang kepada pria untuk memiliki lebih dari satu istri. Namun kenapa DPRA menghembus wacana Poligami dengan alasan mau melindungi perempuan? Poligami memang sebuah keadilan yang nyata untuk wanita jika ia mau berbesar hati. Soal ini sudah selengkap kita bahas pada tulisan tahun 2015 yang lalu, silahkan baca kembali.
Apakah legalitas poligami sangat penting dibandingkan daripada setiap saat listrik mati di Aceh, barang-barang serba mahal dan berbagai permasalahan lainnya. Seperti pendidikan tidak memadai, banyaknya orang miskin dan pengangguran. Kenapa hal yang sangat krusial dan tentu tanggung jawab pemerintah Aceh terhadap rakyat.
Dari segi hukum agama dan syariat, poligami sesuatu yang sah. Suatu yang sudah sah dalam agama tidak perlu lagi di buat qanun dan undang-undang manusia. Cukup menjalankan dan memberikan ruang untuk penegakkan syariat tersebut. Sama halnya dengan hukum haram makan Babi yang tidak perlu udang-undang atau qanun, orang Islam pasti tau bahwa babi itu haram. Maka hal ini bukanlah prestasi bagi DPRA kalau pun ini sah menjadi undang-undang.
1.png
Akan berprestasi dan saya akan mengakuinya jika DPRA mewujudkan butir-butir MUO Helsingki seperti bendera Aceh dan yang lainnya. Boleh juga bila DPRA merancang undang-undang untuk yang belum menikah diberikan fasilitas dan tidak dibebankan dengan mahar yang terlalu tinggi.
Kita semua tau kalau banyak jomblo yang belum menikah salah satu faktornya adalah masalah biaya nikah yang tinggi di Aceh. Kalau DPRA mau mengatur soal pernikahan, maka yang belum nikah ini perlu perhatian DPRA. Jangan cuma mementingkan diri sendiri yang sudah memiliki banyak istri seperti beberapa elit di Aceh.
Berikan kesempatan kepada anak-anak Aceh lapangan pekerjaan yang lebih penting dibanding Poligami. Hal ini bukan berarti saya anti terhadap syariat poligami. Saya sudah membahas berbagai sudut pandang poligami. Saya juga setuju dengan legalitas Poligami, tapi itu tidak terlalu penting untuk Aceh saat ini.
Berikut adalah obrolan santai soal wacana poligami di Aceh, dimana disini kita setuju dengan Poligami.

SHARE THIS

Author:

Penulis merupakan penulis bebas dan juga penggiat blockchain dan Cryptocurrency. Terima Kasih sudah berkunjung ke Blog Saya, bebas copy paste asal mencantumkan sumber sebagaimana mestinya.

0 comments: