BAB I
Latar belakang saya menulis skripsi
berawal dari semua yang indah menjadi gelap. Ketika saya sempat bekerja di
sebuah yayasan. Saya terus menjadi bawahan, lataran belum punya titel.
Melihat teman-teman pada nikah, kita
kapan menyusul adalah hal yang susah. Mau! tapi tidak ada modal karena belum
lulus. Saat jatuh cinta, walau itu adalah hal yang biasa terjadi pada siapa
saja. Tapi bagi saya itu adalah hal yang menyakitkan. Saya belum lulus, di
yayasan gajinya Cuma satu juta. Belum untuk makan dan kuliah.
Karena sudah cinta dan serius, akhirnya
berani datang ke camer (Calon Mertua). Ketika datang, orangtuanya alim dan
pintar ilmu agama. Ditanya ini dan itu saya bisa jawab, namun ketika di tanya
sekolah dimana.
Kita harus jawab dengan jujur karena
terlalu jujur pada si dia. Karena dia juga sering melihat teman-teman saya yang
berkunjung atau sekedar datang dan jalan bareng kuliah.
Maka dengan mantap saya menjawab “saya
sudah kuliah di sebuah Sekolah Tinggi di Jakarta.”
Sudah semester berapa?
Dengan tenang saya jawab semester 8.
Mendengar jawaban saya semester 8. Maka
langsung skripsi sudah bab berapa?
Lama jawabnya. Karena mikir alasan.
Maklum dari tadi ngobrolnya santai. Tapi tiba-tiba sudah terlalu serius. Belum sempat saya menjawab. Beliau sang Camer duluan
menjawab, tinggal nunggu wisuda atau masih belum selesai.
Karena saya anak yang polos jadi
jawabannya apa adanya. Maaf pak, skripsinya baru bab niat. Sontak dia menjawab,
berarti mau melamar anak saya juga baru niat.
Terlalu polos apa bloon. “Jawaban saya
iya pak.” Maklum kerena mau nikah sebenarnya belum mampu. Tapi dari pada
diambil orang mending tandai dulu. Tapi sialnya, orangtua si dia pintar agama. Sehingga
dia tau mana yang boleh untuk mengdekati anaknya dan mana yang tidak boleh.
Akhirnya camer mengeluarkan pernyataan
yang sangat berat bagi saya. Kalau kamu selesai skripsi dalam Desember ini.
Maka saya setuju kamu menikah dengan anak saya dan itu pun kalau kamu sudah memiliki rumah. Bukan
ngontrak.
Putus asa jadinya. Untung saja saya
bukan orang cemen. Tidak ikut gantung diri di pohon cabe. Karena saya bisa
menjalani apa adanya. Seperti air yang terus mengalir.
Saya melamar anak pada tanggal 2
Oktober. Disuruh selesai skripsi dan memiliki rumah hingga akhir Desember.
Tidak masuk akal, bisa di dapatkan. Setelah Desember, pada tanggal 5 Januari
dapat undangan anaknya menikah dengan orang lain pada tanggal 31 Januari
nantinya. Sakit atau memang di sakiti. Dia menikah dengan orang yang lebih baik
dari saya dan itu pilihan orangtuanya. Akhirnya saya design x-banner doa untuk
pernikahannya, yang isinya doa Rasulullah saw. Untuk pengantin.
Saya datang ke pernikahannya dengan undangan
khusus “Mantanku Kak Adi”. Dalam undangan juga tertulis surat khusus. Yang pada
akhir surat khusus itu “Mohon kesediaan kak Adi untuk menjadi salah satu juru
foto dan video.
Sepertinya ia gampang melupakan saya. Tapi
apa boleh buat pada hari H nya saya berani datang. Untuk membuktikan bakan kamu
saja yang bisa melupakan saya karena sudah adalah yang lain. Saya yang belum
ada penganti juga bisa. Kenapa juga harus sedih dan galau, kan selama ini juga
sendiri. Dekat dengan dia juga tidak lebih dari teman biasa, yang hanya ngobrol
dan saling curhat. Saya di media sosial sering curhat. Ngapain juga ada dia.
Ketika sedang membuat video tiba-tiba
dianya menangis. Pada saat membaca surat meminta izin pada orangtua. Entah
karena berat dengan orangtua. Atau karena disitu melahat sosok yang pernah
sama-sama jatuh hati (Mantan yang ditinggal baru satu bulan). Ini semua karena
dia bukan jodoh saya. Mati satu masih ada 10 ribu.
Masih dalam keadaan bimbang dan kacau
pikiran pernikahannya. Tiba-tiba Komunitas panahan amburadur. Kehidupan saya
juga amburadur. Memutuskan untuk mencari pekerjaan tidak ada yang lewat karena
ijazah SMA. Maka jalan keluar dari masalah menurut teman-teman, “kamu buat
skripsi dulu, nanti mikirkan kehidupan selanjutnya.” Benar juga.
Saat lagi stres sendiri, dari rumah di telphone. Amri kapan pulang. Ibu
sangat merindukanmu. Saya belum lulus bagaimana bisa pulang. Pekerjaan tidak
ada yang memadai dan bahkan kita seringkali makan sehari sekali. Sehingga belum
bisa pulang. Sudah 5 tahun merindukan orangtua di Kampung halaman. Tetap harus
bersabar, karena kita tidak memiliki sanak family seperti orang lain.
Masih pikiran kayak benang kusut.
Seorang teman telphone, Amri sudah bab berapa Skripsi. Pulang ke kampus yang di
tanya juga skripsi sudah bab berapa? Sudah nikah apa belum? Stres 7 keliling.
Uang tidak ada pertanyaan yang kita dengar itu-itu saja. “Leumoh Aneuk muda”,
kata Apache13.
Saya selalu berusaha untuk menutupi
keadaan saya yang sebenarnya. Ketika mau fokus skripsi di Kampus. Ternyata
teman-teman yang tinggal di kampus fokus skrispi sudah mau di usir. Karena
magang di Masjid hingga selesai skripsi.
Solusi yang berikan untuk saya menetap
di Masjid yang jauh tempat dulu atau pindah masjid dekat kampus. Apapun
sebenarnya, yang saya butuhkan adalah biaya hidup. Bukan tempat tinggal saat
itu. Karena saya bisa tinggal dimana saja namun skripsi harus selesai tampa
tahan lapar. Di kampus ada teman yang baik, yang sudah lulus. Dia jadi staf
disana. Sehingga jatah makan dia sering di kasih saya. Dan Bahkan sering juga
memberikan uang secara Cuma-cama kepada saya saat itu.
Namun sepertinya keadaan belum
memungkinkan saya untuk selesai skripsi. Karena beberapa teman saya secara
kasar suatu siang di usir dari tempat tinggal para staf yang juga teman satu
kelas dulu.
Akhirnya saya pulang ke tempat saya tinggal
dulu di Harapan Indah. Sesampai disana saya stress. Pekerjaan tidak ada. Makan
hanya daun Ubi Ungu dan kangkung di goreng pakai tepung. Itulah makanan
sehari-hari selama 3 hari di Harapan Indah sendiri. Karena teman juga sudah
pindah.
Lagi pikiran kacau listrik sebentar lagi
padam. Datang telphone dari sebuah Tabloid Nasional. Saya di minta untuk
menjadi Layouter kembali. Karena dulu pada tabloid tersebut saya pernah menjadi
layouter selama 2 edisi. Kemudian saya tidak mau lagi, karena di dalamnya harus
membuat salip-salip, tulisan dan gambarnya adalah anti Islam dan pro Ahok.
Dia memaksa saya untuk kembali menjadi
layouter. Dengan memberikan gaji saya setiap edisi 7 juta. Waktu dulu Cuma 3
juta saya di gaji per-edisi, ini nambah jadi 7 juta.
Pada saat-saat saya sangat membutuhkan
pekerjaan. Hati antara terima atau tidak. Namun karena hati nurani mengatakan
jangan jual aqidahmu hanya untuk kamu hidup. Hidup dan matimu adalah sudah di
tentukan oleh yang maha segalanya.
Setelah lama dia nego saya. Akhirnya
saya katakan “Maaf pak saya tidak mau” dan langsung saya menutup telphone
darinya.
Saat itu saya berfikir, menyelesaikan
tugas akhir adalah kunci dari problematika ini. Kalau saya tidak bergegas
menulis skripsi maka akan begini terus. Sulusi adalah menulis skripsi.
Akhirnya saya balik lagi ke kampus, dan
apapun yang terjadi saya di kampus harus selesai skripsi dulu.
Itulah latar belakang yang menyebabkan
saya bergegas menulis skripsi setelah muak dengan aktivitas di berbagai
organisasi. Karena aktivitas disana hanya menjadi famor dan tidak ada perubahan
pada saya, selain organisasi yang berubah.
Seperti dalam skripsi umumnya, latar
belakang biasanya alasan muncul masalah, sehingga bisa saja tidak ada masalah
menjadi masalah (mencari-cari kesalahan). Bisa saja mahasiswa mencari masalah
walau tidak ada masalah, asal jangan jadi bermasalah.
Masalah saya diatas adalah benar-benar
masalah. Bukan masalah yang buat-buat. Namun kalau saya tidak mampu berargumen
sama saja itu tidak masalah. Karena pasti muncul argumen lain. Kanapa kamu gak
begini atau begitu? Itulah yang akan dihadapi oleh pembuat latar belakang.
Dalam panduan menulis skripsi versi lama
pada halaman 5 tertulis sebagai berikut.
“Dalam latar belakang masalah
dikemukakan data dasar yang dapat dijadikan acuan atau alasan munculnya masalah
penelitian. Hal itu kemudian dirumuskan dalam bentuk pernyataan-pernyataan yang
saling berhubungan dan mengandung kontradiksi atau keunikan (distinctive).
Pengungkapan pernyataan itu dilakukan secara deduktif, berawal dari yang
bersifat umum dan berakhir pada yang bersifat khusus.”
Dari panduan diatas memang mahasiswa
harus memiliki asumsi dasar dalam menulis latar belakang, sehingga muncul
pertanyaan-pertanyaan dan kontradiksi atau keunikan. Namun dari beberapa dosen
mungkin akan mengatakan yang penting menarik, unik, belum pernah diteliti, dan
sudah memiliki data hingga 70%.
Kalau latar belakang dilihat dari
“Menarik” maka menulis cerita adalah yang paling menarik. Maka yang ahli
bercerita dia jadi pemenang. Menarik bagi saya belum tentu menarik bagi
pembaca.
Jika latar belakang “unik” maka yang
ahli menghayal dan bermimpi yang akan jadi pemenang. Karena keunikan bisa di
dapatkan dari hayalan dan mimpi belaka. Pembuat Komik kartun kebanyakan dari
mimpi dan hayalan. Begitu juga dengan ahli Pemograman Komputer, tidak lepas
dari menghayal. Kadar unik juga tidak bisa diukur. Unik bagi saya belum tentu
unik bagi yang lain.
Kalau hanya sebatas belum pernah
diteliti maka semua yang belum diteliti juga harus diterima. Layak atau tidak
untuk diteliti itu urusan belakang.
Jika latar belakang harus diketahui
hampir 70% maka tidak perlu dibuat penelitian lagi. Kerana sudah positif
ujungnya. Kita mahasiswa hanya mampu untuk berargumentasi yang kuat, agar semua
yang kita ajukan tidak mental menjadi masalah.
Maka yang menguasi publik speaking
selalu menjadi pemenang dalam menghadapi skripsi. Sebagus apapun tulisanmu
dalam skripsi, tetap saja ada revisi. Tetap saja banyak perbaikan. Karena kita
yang tidak bisa berargumen di depan dosen akan selalu terkalahkan.
Jadi dalam menghadapi skripsi perlu
mental, kecakapan dalam berbicara dan terakhir baru kepintaran kita dalam
menulis. Karena pintar berargumen dalam tulisan belum tentu bisa bebas dari
argumen percakapan. Sehingga seringkali mahasiswa yang menulisnya biasa saja,
namun mampu membela diri saat ditanya, itulah yang jadi pemenang.
Ternyata publik speaking adalah hal yang
utama. Tidak mungkin dosen yang begitu sibuk sempat membaca semua tulisan kita.
Kalau pun ada itu bisa di hitung tangan. Baik itu di Universitas Swasta maupun
di Universitas negeri.
Dari itu latar belakang yang kita buat
harus benar-benar menarik, unik, belum dibuat orang lain, memiliki daya tarik
untuk diteliti. Bisa saja hal yang menarik, unik dan belum pernah di teliti
namun tidak layak untuk diteliti.
Soal hasilnya positif atau negatif itu
diketahui setelah selesai penelitian. Jangan belum penelitian sudah di vonis
itu hasilnya positif atau negatif. Maka jika ada yang mengatakan 70% hal yang
mau kita teliti itu sudah kita tau hasilnya.
Apa menariknya bagi peneliti jika dia
sudah mengetahui 70% dari apa yang teliti. Menarik sebuah latar
belakang/skripsi bukan tergantung pada kemauan dosen. Tapi kemauan peneliti
yang menentukan mau meneliti hal itu atau tidak.
Lebih lanjut dalam panduan skripsi
tertulis, “Karena itu isinya harus dapat meyakinkan pembaca bahwa: Masalah
yang diangkat benar-benar masalah, bukan masalah yang dibuat-buat. Dan masalah
yang diangkat benar-benar penting untuk dipecahkan.”
Jika masalah yang harus benar-benar
penting untuk di pecahkan sekarang. Maka berita di media hari ini yang
membutuhkan investigasi adalah hal utama. Setiap hari ada berita yang mesti di
pecahkan. Maka bagi mahasiswa komunikasi tidak perlu panik mencari judul
skripsi. Cukup cari judul berita dan lakukan investigasi (penelitian).
Karena dalam latar belakang biasanya
minimal 6 lembar. Maka latar ini sudah mencapai hal itu. Kita cukupkan saja
catatan latar belakang ini. Sampai ketemu di catatan rumusan masalah.
Bagi yang belum menulis skripsi segera
menulis, agar tidak tertumpuk menjadi masalah. Masalah harus di selesaikan
bukan masalah yang harus selesai. Karena tidak mungkin masalah selesai tampa
kita selesaikan. Mari menulis, menuju mahasiswa yang selesai.
0 comments:
Post a Comment