Monday, January 25, 2016

Sultan Sulaiman Al Qanuni Dan Turki Usmani


Oleh: Amriadi Al Masjidy

A.    Latar Belakang
Setelah Dinasti Saljuk runtuh menjadi dinasti kecil yang diakibatkan oleh serangan bangsa Mongo, pada saat itu, Kesultanan Turki Utsmani menyatakan berdiri atas kekuasaannya. Turki Utsmani berdiri pada tahun 1300 M, didirikan oleh seorang yang berasal dari suku pengembara Qayigh Oghuz[1] yang bernama Erthogrol (Arthogrol) bin Sulaiman.[2] Sepeninggal Erthogrol pada tahun 1289 M, yang memimpin Kesultanan Turki Utsmani adalah putranya yang bernama Usman.[3] Setelah mengalami banyak perjuangan dan perluasan wilayah hingga berhasil menaklukan kota Konstantinopel pada masa Sultan Muhammad II (al-Fatih)[4] pada tahun 1453 M, telah menjadikan titik awal permanennya Kesultanan Turki Utsmani yang sebelumnya selalu berpindah-pindah ibu kota.[5] Keberhasilan dalam perluasan wilayah (ekspansi) yang dilakukannya tidak dapat dilepaskan dari peran pasukan Janissary.[6] Janissary adalah pasukan infantri yang sangat kuat dalam berbagai usaha ekspansi dan penaklukkan wilayah di darat, sedangkan di lautan, pesisir dan pulau-pulau penaklukkan dilakukan dengan mengandalkan pasukan angkatan laut.
Puncak ekspansi terjadi pada masa Muhammad II yang terkenal dengan gelar al-Fatih (Sang Penakluk), karena telah berhasil menaklukan kota Konstantinopel. Konstantinopel merupakan ibukota kerajaan Romawi Timur yang kemudian berganti nama menjadi Istambul[7] setelah berhasil dikuasai oleh orang Islam. Akibat peristiwa penaklukan tersebut, menjadikan negara itu menjadi negara makmur dan maju, serta menjadi pusat pemerintahan Turki Utsmani sampai menjelang keruntuhannya. Perkembangan pemerintahan Turki Utsmani yang begitu lambat ketika masa Bayazid II (1481 M), di latar belakangi, karena pada saat itu Sultan Bayazid II yang cenderung lebih suka kepada cinta damai. Hal itu, disebabkan terpengaruhnya Bayazid II oleh ajaran tasawuf, sehingga aktivitas Sultan lebih banyak dihabiskan untuk berdzikir daripada mengangkat pedang untuk memperluas wilayah dan menegakkan kekuasaannya.[8] Keadaan yang demikian membuat Sultan Salim I melakukan perlawanan kepada ayahnya, tujuan perlawanan yang dilakukannya tersebut adalah menginginkan agar ayahnya turun tahta. Akhirnya, Sultan Bayazid II turun tahta pada 1512 M dan digantikan oleh Salim I.
Awal pemerintahan Sultan Salim I membuat Turki Utsmani semakin maju dan berkembang dengan baik. Di antara usahanya yaitu dengan melakukan penaklukkan-penaklukkan wilayah ke bagian Timur, yaitu meliputi Persia, Syria, dan Mamluk di Mesir.[9] Kesultanan Mamluk yang bertindak sebagai pelindung warisan Kekhalifahan Baghdad, setelah berhasil ditaklukan oleh Salim I gelar kekhalifahan sejak saat itu dipakai oleh Salim I dan berlanjut secara turun-temurun, yaitu gelar khalifah tersebut dipakai oleh para Sultan Turki Utsmani setelahnya.[10] Sebagian besar penaklukan wilayah atau ekspansi Turki Utsmani, khususnya wilayah Afrika Utara berhasil dicapai pada masa kekuasaan Sulaiman al-Qanuni (1520-1566 M), ia merupakan putra Sultan Salim I.[11] Sultan Sulaiman al-Qanuni menduduki tahta Kesultanan Turki Utsmani menggantikan ayahnya pada tahun 1520 M. Pada masa kepemimpinannya, ia berhasil menaklukkan sebagian wilayah Hongaria, sedangkan wilayah Wina sudah tunduk, dan Rhodes dapat dikuasai. Ia juga berhasil membawa kekuatan Turki Utsmani terus melebarkan sayapnya, yaitu eliputi Budapes yang berada di Danube ke Baghdad di Tigris, dan juga dari Cremia sampai sungai Nil.
Kesultanan Turki Utsmani menjelma menjadi kekuatan Muslim terbesar dan terlama sepanjang sejarah.[12] Sulaiman al-Qanuni lebih dikenal oleh rakyatnya dengan sebutan yang sangat mulia “al-Qanuni".[13] Hal itu karena mereka sangat menghormatinya sehingga namanya diabadikan menjadi nama himpunan perundang-undangan oleh generasi setelahnya. Sulaiman al-Qanuni juga menyusun sebuah kitab hukum (Qanun) yang oleh Sultan di beri nama Multaqa al-Abhur.[14] Hukum ini diberlakukan bagi Kesultanan Turki Utsmani sebagai pegangan dan pedoman Kesultanan hingga datangnya masa reformasi pada abad kesembilan belas.
Karena pesatnya perkembangan Kesultanan Turki Utsmani pada saat itu, membuat wilayah kesultanan menjadi semakin luas. Luasnya wilayah Islam pada masa pemerintahan Sulaiman al-Qanuni, telah membuatnya terkenal dengan sebutan “Solomon the Magnificent” atau “Solomon the Great”. Oleh karena itu, ia sangat tersohor sebagai seorang negarawan Islam yang terulung dan pandai di zamannya. Ia juga sangat berwibawa dan mempunyai karisma yang tinggi baik di hadapan kawan maupun lawanya, sehingga ia begitu sangat dikagumi oleh rakyatnya. Sultan Sulaiman al-Qanuni telah berjasa besar dalam islamisasi atau penyebaran agama Islam di Eropa.[15] Pada masa kekuasaannya, ia telah menerapkan kebebasan dan toleransi bagi rakyatnya dalam menjalankan kehidupan keberagamaan. Oleh karena itu, tak heran jika pada masa pemerintahannya, umat Islam dan Kristen dapat menjalankan hidup dengan aman, damai dan tentram, keduanya dapat hidup berdampingan.[16]
Sebagai Sultan yang menduduki tahta kesultananan, ia juga terkenal sebagai seorang penyair yang hebat dalam sejarah peradaban Islam. Di era kekuasaannya, ibukota Turki Utsmani yaitu Istambul berubah menjadi pusat kesenian visual, di antaranya adalah kesenian musik. Ia juga terkenal sebagai seorang seniman, khususnya dalam seni sastra. Kecintaanya pada ilmu pengetahuan[17] diwujudkannya dengan mendirikan bangunan-bangunan seperti di antaranya mendirikan universitas, masjid, madrasah, istana, jembatan, terowongan, jalur kereta, pemandian umum dan juga memperindah ibu kotanya. Semuanya itu dibangun dengan gaya arsitektur Utsmaniyah1.[18]
Masa pemerintahan Sulaiman al-Qanuni merupakan masa yang paling gemilang, karena pada masa itu Kesultanan Turki Utsmani mencapai masa kejayaan dan keemasan. Meski demikian, proses untuk menuju zaman keemasan dan kemajuan ini sudah dimulai sejak seabad sebelumnya, yaitu sejak ditaklukaknnya kota Konstantinopel oleh Sultan Muhammad al-Fatih pada 1453 M. Kemudian masa Salim I berhasil menaklukkan Mesir pada 1517 M. Berlanjut sampai pada masa Sulaiman al-Qanuni, ekspansi selanjutnya terus dilanjutkan baik di daratan Eropa, Asia, dan Afrika Utara.
Wilayah Utsmani pada saat itu telah mencapai puncak kejayaan dan kemajuannya, menjadi negara adikuasa yang sangat kuat yang tidak ada tandingannya di dunia pada masanya. Pada saat itu, Eropa sedang lemah dan negara Amerika belum ada, sedangkan dunia Islam di timur, yaitu Kerajaan Shafawi di Persia dan Mongol di India yang ada tidak sebesar dan sekuat Kesultanan Turki Utsmani. Sulaiman al-Qanuni yang Agung pada masa keemasannya juga terlihat dari kata-kata dalam suratnya yang ditunjukan kepada Raja Prancis I, yang telah diterjemahkan ke bahasa indonesia:
Aku, Sultan para sultan, penguasa atas semua penguasa, pemberi mahkota untuk kerajaan di muka bumi, bayangan Tuhan di muka bumi, sultan dan penguasa Laut Putih dan Laut Hitam, penguasa Rumelia, Anatolia, Karamania, Romawi, Zulkandria, Diarbekir, Kurdistan, Azerbaijan, Persia, Damaskus, Aleppo, Kairo, Mekkah, Madinah, Yerussalem dan seluruh kawasan Arab, penguasa Yaman dan wilayah lain yang telah ditaklukkan oleh nenek moyang dan leluhur-leluhurku -semoga Tuhan menerangi kubur mereka- yang mulia dengan kekuasaan senjata mereka, dan yang Kemuliaan Agustusku yang telah menetapkan sasaran untuk tebasan pedang dan pisau belatiku. Aku, Sultan Sulaiman Khan, putra Sultan Salim Khan, putra Sultan Bayazid Khan, ditunjukkan padamu, Francis, Raja Bangsa Prancis.[19]
Sulaiman al-Qanuni ketika menjadi pemimpin Turki Utsmani melakukan berbagai kebijakan-kebijakan untuk memantapkan kekuasaannya. Kebijakan-kebijakan tersebut meliputi bidang politik, bidang Ekonomi, bidang Militer, bidang Agama dan Hukum, dan bidang Sosial Budaya. Adanya kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh Sulaiman al-Qanuni tentunya memberi pengaruh bagi bangsa Turki Utsmani, dan dunia Islam, juga terhadap dunia barat.
Penelitian ini menarik, karena pada masa Sulaiman al-Qanuni Kesultanan Turki Utsmani telah berhasil mencapai puncak kemajuan dan kejayaan. Menguasai wilayah yang terbentang baik di daratan dan lautan. Keunikan dalam penelitian ini adalah ketika di tangan Sulaiman al-Qanuni, Kesultanan Turki Utsmani mencapai masa keemasan dan membentuk imperium yang terlama dan terpanjang. Hal itu tentunya tidak lepas dari peran Sulaiman al-Qanuni, yaitu meliputi kepemimpinannya, kepandaiannya, serta kebijakan-kebijakan yang telah ia terapkan sewaktu menjabat sebagai seorang Sultan Turki Utsmani.
Berdasarkan penjelasan di atas, kebijakan-kebijakan Sulaiman al-Qanuni secara jelas dilakukan demi keamanan dan keutuhan pemerintahan Turki Utsmani, yang di kemudian hari Turki Utsmani mencapai kejayaan dan menjelma sebagai imperium yang kuat dan berlangsung lama. Oleh karenanya fenomena sejarah tersebut sangat menarik dan layak untuk diteliti dan dikaji.

B.     Biografi Sultan Sulaiman Al Qanuni
Sultan Sulaiman popular dengan gelar Al-Qanuni, adalah Khalifah Turki Usmani yang sukses membawa dinasti pada puncak kejayaan. Sultan Sulaiman dalam peradaban bangsa barat disebut sebagai pemimpin Muslim yang bergelar 'Solomon the Magnificient' atau 'Solomon the Great'.[20] Bahkan Sulaiman tersohor sebagai negarawan Islam yang terulung di zamannya. Kharisma kepemimpinannya yang begitu harum membuat Sulaiman dikagumi kawan dan lawan.
Sulaiman lahir di Trabzon, kawasan pantai Laut Hitam pada tanggal 6 November 1494. Sulaiman adalah putra Sultan Salim I dan merupakan cucu khalifah Al-Fatih. Sejak kecil, dia sudah didik sang ayah pelajaran dan ilmu seni berperang serta seni berdamai. Menginjak usia tujuh tahun, Sulaiman cilik dikirim ke sekolah Istana Topkapi di Istanbul. Di sekolah itu, dia mempelajari beragam ilmu pengetahuan seperti, sejarah, sastra, teologi serta taktik militer.
Meski berdarah ningrat dan putera mahkota sebuah kesultanan yang sangat besar, sejak muda Sulaiman sudah sangat merakyat. Sahabat dekatnya justru adalah seorang budak bernama, Ibrahim. Kelak, sahabatnya itu menjadi penasehat yang amat dipercayainya. Sebelum menduduki tahta kesultanan Usmani, pada usia 17 tahun dia ditunjuk sang ayah untuk menjadi gubernur pertama Provinsi Kaffa (Theodosia), pada hahun 1511. Lalu setelah itu, dia diuji dengan menduduki jabatan Gubernur Sarukhan (Manisa) dan kemudian memimpin masyarakat di Edirne (Adrianople). Delapan hari setelah sang ayah (Sultan Salim I) tutup usia, pada 30 September 1520 M, Sulaiman naik tahta menjadi sultan ke-10 Kesultanan Usmani, pada usia 25 tahun.
Seorang utusan dari Venesia, Bartolomeo Contarini dalam catatan perjalanannya ke Istanbul Turki menggambarkan sosok Sultan Sulaiman. Menurut Contarini, saat itu Sulaiman baru berusia 22 tahun. ''Postur tumbuhnya tinggi, tapi kurus dan kuat serta corak kulitnya lembut,'' tutur Contarini. Selain itu, sang sultan digambarkan memiliki leher yang sedikit lebih panjang dan wajahnya yang tipis serta hidungnya bengkok seperti paruh rajawali.[21] ''Dia adalah pemimpin yang bijaksana, sangat cinta pada ilmu. Sehingga semua orang berharap banyak dari kepemimpinannya,'' Contarini memuji akhlak Sultan Sulaiman I. Sebagian sejarawan mengklaim pada masa remajanya mengagumi Aleksander Agung.
Menurut sejarawan, Sulaiman sangat terpengaruh oleh visi Aleksander dalam membangun sebuah kerajaan yang dapat berkuasa dari Timur hingga Barat. Sehingga, pada masa pemerintahannya terbilang sangat panjang, jika dibandingkan dengan Sultan-Sultan Ottoman lainnya. Selama berkuasa selama 46 tahun, Sultan Sulaiman begitu banyak mencapai kemenangan dalam berbagai peperangan. Sehingga, wilayah kekuasaan Kesultanan Usmani terbentang dari Timur ke Barat.
Pada tahun 1521, Sulaiman telah berhasil menguasai Beograd, kini ibukota Yugoslavia. Tahun 1522 berhasil menguasai ibu kota Hongaria, Rhodos dari Ksatria Santo Yohanes. Selanjutnya ko Budapest, Hongaria dapat direbut di tahun 1524. Kurang lebih tujuh tahun kemudian, tahun 1531 pasukan Sultan Sulaiman meraih kemenangan dalam perang melawan Austria.
Dilanjutkan pada tahun 1532 yang mampu memimpin perang melawan Raja Spanyol, yaitu Karel V. Kemudian tahun 1533, Sulaiman mengumumkan penerimaan tawaran damai dengan Prancis. Di tahun 1535 mencapai kesepakatan damai dengan Prancis di kota Baghdad, Irak. Sebelumnya, tahun 1534 Sultan Sulaiman mampu membangun armada laut yang pertama untuk menghadapi perlawanan pasukan Kaisar Karel V. Tahun 1537, Sulaiman memerintahkan Admiral Khairuddin Barbarossa untuk menguasai Laut Aijah yang terletak di antara Turki dan Yunani dalam tempo tiga tahun. Dan dilanjutkan pada tahun 1547, pasukan Turki Usmani yang dikirim Sultas Sulaiman, berhasil mengepung pantai Italia dan menguasai pelabuhan Nicea. Puncaknya pada tahun tahun 1548, Sultan Sulaiman menguasai Gharan.
Sultan Sulaiman telah menunjukkan kesuksesannya dalam melakukan ekspansi ke daratan eropa melanjutkan ayah dan kekeknya. Jasa besarnya ketika menjadi pemimpin dinasti Turki Usmani adalah suksesnya menyebarkan ajaran Islam hingga ke tanah Balkan di Benua Eropa yang meliputi Hongaria, Beograd, dan Austria, bahkan sampai di benua Afrika dan kawasan Teluk Persia.[22] Dengan kekuasaannya tersebut, Sulaiman menerapkan syariat Islam dalam memimpin rakyat yang tersebar di daratan Eropa, Persia, Afrika, serta Asia Tengah. Selain itu, Sulaiman juga berhasil menyusun dan mengkaji sistem Undang-undang Kesultanan Turki Usmani yang secara konsisten dan tegas dijalankannya sendiri, menjadi pengatur berjalannya Pemerintahan. Sehingga dengan jasanya menciptakan undang-undang yang diterapkannya, dianugrahkanlah gelar al-Qanuni, yang melekat pada nama besarnya.
Selain di bidang pemerintahan dan kebijakan politik dan penerapan hukum-hukum yang berlandaskan syariat Islam, Sultan Sulaiman juga turut memajukan kebudayaan. Selain sebagai pemimpin yang tangkas dalam menjalankan stratege politik merebut wilayah kekuasan, ia juga pemimpin yang mencintai seni dan kebudayaan. Sultan Sulaiman disamping menduduki tahta Kesultanan, ia juga tampil sebagai salah seorang penyair yang hebat dalam peradaban Islam. Pada era kekuasaannya, Istanbul - ibukota Usmani Turki menjadi pusat kesenian visual, musik, penulisan serta filasafat. Sehingga tidak mengherankan jika pada tahun 1550, Sultan Sulaiman sukses mendirikan Universitas As-Sulaimaniyyah sebagai bentuk perwujudan dari kecintaannya terhadap ilmu pengetahun.
Sama seperti halnya pembangunan masjid Agung Sulaiman, pembangunan perguruan tinggi itu dilakukan oleh arsitek ulung bernama Mimar Sinan. Sultan Sulaiman wafat pada usia 71 tahun saat berada di Szgetvar, Hongaria pada tanggal 5 Juni 1566 M.[23] Secara hampir bersamaan, pendirian Masjid Agung Sulaiman selesai dibangun di tahun 1566. Jasad Sulaiman dimakamkan di Masjid Agung Sulaiman yang berada di kota Istanbul, Turki. Kehebatan dan kebaikannya selama memimpin kesultanan Usmani hingga kini tetap dikenang. 



C.    Kebijakan Politik Sultan Sulaiman Al Qanuni
Sejarah hidup dan kepemimpinan Sultan Sulaiman menunjukkan kharisma tinggi. Sultan Sulaiman tampil dengan ketangkasan dan kelembutannya sekaligus. Hal tersebut dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan yang dimiliki dan pengalaman yang dialaminya sejak masih remaja. Sehingga ketika menjadi Sultan, pola kepemimpinannya digandrungi oleh rakyatnya yang beragam di berbagai daerah taklukannya. Lawan dan kawannya kagum terhadap kebijakannya. Sultan Sulaiman adalah penguasa kuat yang merakyat. Baginya, setiap rakyat di Kesultanan Usmani memiliki hak yang sama. Tak ada pemberadaan pangkat dan derajat. Kebebasan dan toleransi menjalankan kehidupan beragama pun dijunjungnya. 
Sejarah hidup Sultan Sulaiman sebagai Pemimpin yang memegang pucuk kejayaan Turki Usmani, dinyatakan untuk mengetahui sikap dan kebijakan politiknya. Sultan Sulaiman dalam menjalankan politik kekuasaannya adalah dengan mememilih gubernur yang benar-benar berkualitas. Tujuannya agar pemerintahannya kuat dan dicintai rakyat. Popularitas dan status sosial tak menjadi syarat dalam mencari kandidat gubernur. Ia sendiri yang turun langsung menyelidiki kepribadian setiap calon gubernur. Setiap gubernur yang dipilih dan dilantiknya adalah sosok pemimpin yang besih dan benar-benar berkualitas. Itulah mengapa, wilayah kekuasaan Usmani Turki yang begitu luas bisa bersatu dan tumbuh dengan pesat menjadi sebuah kekuatan yang sangat diperhitungkan di dunia.
Gubernur yang dipilih langsung oleh Sultan Sulaiman, bertujuan untuk menyeimbangkan struktur pemerintahan. Karena struktur pemerintahan itu sangat penting dalam stabilisasi daerah-daerah kekuasaannya. Maka dapat disebutkan jika suatu ekspansi akan sempurna apabila dikuatkan oleh terciptanya jaringan pemerintahan yang teratur. Dalam mengelola wilayah yang luas, sultan-sultan Turki Usmani, termasuk Sultan Sulaiman senatiasa bertindak tegas. Dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh shadr al-A’zham (perdana menteri), diikuti Pasya (gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang al-zanaziq atau al-’alawiyah (bupati). Struktur pemerintahan negara, di masa Sultan Sulaiman diatur oleh sebuah kitab undang-undang (qanun) yang dibuat oleh Sulaiman sendiri. Kitab tersebut diberi nama Multaqa al-Abhur, yang menjadi undang-undang bagi kerajaan Turki Usmani sehingga datangnya reformasi pada abad ke-19. 
Ekspansi yang dicapai oleh Sultan Sulaiman meliputi Irak, Bergrado, Pulau Rodhes, Tunisia, Budapest, dan Yaman. Maka luas wilayah Turki Usmani mencakup Asia Kecil, Armedia, Irak, Syiria, Hijaz, Mesir, Libya, Tunis, dan al Jazair, serta di wilayah Eropa meliputi Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria dan Romania.[24] Perluasan yang berhasil dilakukan oleh Sultan Sulaiman ini, merupakan lanjutan dari Sultan Salim I dan Al-Fatih. Pasa sejarawan menulis bahwa, dengan jatuhnya Konstantinopel oleh Al-Fatih, pengaruhnya sangat besar bagi Turki Usmani. Kesemuanya itu diwariskan kepada Usmani. Dari segi letak kota itu sangat srategis karena menghubungkan dua benua secara langsung, Eropa dan Asia. Penaklukkan kota itu memudahkan mobilisasi pasukan dari Anatolia ke Eropa.[25] Dengan begitu, maka Sultan Sulaiman sebenarnya tinggal melanjutkannya saja. Walaupun, Sultan Sulaiman pada akhirnya membuat peta ekspansi tersendiri.
Sultan Sulaiman bukan hanya sultan yang paling terkenal dikalangan Turki Usmani, akan tetapi pada awal ke-16 ia adalah kepala negara yang paling terkenal di dunia. Ia seorang penguasa yang saleh, ia mewajibkan rakyat muslim harus shalat lima kali dan berpuasa dibulan Romadhan, jika ada yang melanggar tidak hanya dikenai denda namun juga sangsi badan.[26] Sulaiman juga berhasil menerjemahkan al-Qur’an dalam bahasa turki dengan tulisan tangannya sendiri.[27] Bahkan Ulama dan sejumlah karyanya dihasilkan pada masa Sultan Sulaiman adalah Mustafa Ali (1541-1599), ahli sejarah. Diantara karyanya adalah Kunh al-Akhbar, yang berisi sejarah dunia dari Adam As sampai Yesus, sejarah Islam awal hingga Turki Usmani.
Pantaslah Sultan Sulaiman mendapat gelar al-Qanuni yang artinya sang “Pemberi Hukum”. Penyematan gelar itu merupakan bentuk penghomatan rakyat atas kepiwaiannya mengatur pemerintahan. Pada masanya, Sultan Sulaiman meminta Ibrahim al Halabi untuk menyusun sebuah kitab undang-undang (Qanun), bernama Multaqa al Abrar yang menjadi dasar hukum bagi kekasisaran Turki Usmani hingga datangnya reformasi pada abad ke 19. Keagungan raja besar itu tidak hanya diakui oleh rakyatnya, bahkan oleh bangsa Eropa pun mengenalnya sebagai “Yang Agung”.[28] Bahkan Sebagai pewaris kekhalifahan Islam, dalam dinasti Usmani, Agama menduduki tempat signifikan dalam struktur sosial dan politik masyarakat Turki Usmani.  Fatwa seorang Syaikhul Islam (Mufti) dijadikan sebagai hukum yang berlaku, tanpa legitimasi mufti, keputusan hukum kerajaan bisa tidak berjalan. Dengan demikian ulama mempunyai peran besar dalam kerajaan dan masyarakat.
Khazanah Sejarah Islam menulis bahwa, para pemimpin Kerajaan Usmani pada masa-masa pertama adalah orang-orang yang kuat, sehingga kerajaan dapat melakukan ekspansi dengan cepat dan luas. Meskipun demikian, kemajuan Kerajaan Usmani sehingga mencapai masa keemasannya itu, bukan semata-mata karena keunggulan politik para pemimpinnya. Masih banyak faktor lain yang mendukung keberhasilan ekspansi itu. Yang terpenting diantaranya adalah keberanian, keterampilan, ketangguhan, dan kekuatan militernya yang sanggup bertempur kapan saja. Pengorganisasian yang baik dan srategi tempur militer Usmani berlangsung dengan baik.[29] Setelah Sultan Sulaiman I, Kerajaan Turki Usmani diperintah oleh sultan-sultan yang lemah, baik dalam kepribadian, jiwa atau watak kepemimpinan serta tidak sesuai dengan tuntutan pada masa itu. Mereka juga kurang terlibat lansung dalam administrasi negara, dan juga dalam peperangan melawan musuh, mereka banyak larut dalam kehidupan istana.[30]
Sesudah Sultan Sulaiman Kerajaan Turki Usmani tidak lagi mempunyai sultan-sultan yang dapat diunggulkan. Sejak pemerintahannya, kekuasaan Turki Usmani sudah mulai diungguli oleh kekuatan Eropa secara perlahan-lahan.[31] Padahal pada masa Sultan Sulaiman menjadi khalifah, gejolak teredam dari daerah-daerah kekuasaannnya. Hal itu disebabkan oleh sikap toleransi Sultan Sulaiman kepada rakyat di daerah-daerah tersebut. Sejarah mencatat, bahwa Sultan Sulaiman pernah memberikan sertifikat tanah kepada para pengungsi Yahudi yang diusir dari Spanyol setelah runtuhnya pemerintahan Islam di sana. Hingga kini dokomentasinya masih terdapat di Istambul, Turki. Raja Perancis pernah dilindungi oleh Sultan Sulaiman al-Qonuni ketika diancam oleh musuh-musuhnya. 
Sejarawan Will Durant dalam The Story of Civilization, menggambarkan hal ini dalam tulisannya: “Para Kholifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan usaha keras mereka. Para Kholifah telah mempersiapkan berbagai kesempatan bagi siapapun yang memerlukannya dan meratakan kesejahteraan selama berabad-abad dalam luasan wilayah yang belum pernah tercatatkan lagi fenomena seperti itu setalah masa mereka“.[32] 
Abdul Karim menulis bahwa, pada saat Eroap terjadi pertentangan antara Katolik dan Proterstan, yang diantaranya lari untuk minta suaka politik kepada Khalifah Sulaiman. Mereka diberi kebebasa dalam memilih agama, dan diberikan tempat di Turki Usmani.[33] Lord Cerssay menyatakan, bahwa pada zaman di mana dikenal ketidakadilan dan kelaliman Katholik Roma dan Protestan, maka Sultan Sulaimanlah yang paling adil dengan rakyatnya meskipun ada yang tidak beragama Islam.[34]

D.    Terbentuknya Turki Usmani
Dalam sejarah Islam tercatat yang berhasil didirikan oleh bangsa Turki, yaitu Turki Saljuk Turki Usmani. Berdirinya Turki Ysmani setelah hancurnya Turki Saljuq yang telah berkuasa selama kurang lebih 250 tahun (1055- 1300).[35]
Kerajaan ini didirikan oleh bangsa Turki dari kabilah Oghuz (ughu) yang mendiami daerah Mongol dan daerah Utara Cina, yang kemudian panda ke Turki, Persia dan Irak. Mereka memeluk Islam kira-kira abad IX atau X, yaitu ketika mereka menetap di Asia tengah. Hal ini karena mereka bertetangga dengan dinasti Samani dan dinasti Ghaznawi, karena tekanan -tekanan bangsa Mongol, mereka mencari perlindungan kepada saudara perempuannya, dinasti Saljuq. Saljuq ketika itu dibawah kekuasaan Sultan Alauddin Kaikobad. Entogrol yang merupakan pimpinan Turki Usmani pada waktu itu berhasil membantu Sultan Saljuq dalam menghadapi Bizantium. Atas jasa inilah ia mendapat penghargaan dari Sultan, berupa sebidang tanah di Asia kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memiliki Syukud sebagai Ibiu kota.[36] Selain itu Entogrol juga diberikan wewenang untuk memperluas wilayahnya.[37]
Setelah Entogrol meninggal, kedudukannya sebagai pimpinan Turki Usmani digantikan oleh anaknya Usman. Dan setelah itu saljuq mendapat serangan bangsa Mongol, dinasti ini kemudian terpecah menjadi dinasti-dinasti kecil. Pada saat itulah Usman mengklaim kemerdekaan secara penuh wilayah yang didudukinya, yang semula merupakan pemberian Sultan Saljuq sendiri, sekaligus memproklamasikan berdirinya kerajaan Turki Usmani. Inilah asal mula mengapa kemudian diberikan nama dinasti Usmani. Hal ini berarti bahwa putra Ertogrol inilah dianggap sebagai pendiri kerajaan Usmani.[38] Sebagai penguasa pertama, dalam sejarah ia disebut sebagai Usman I. Usman memerintah pada Tahun 1290 M Sampai 1326 M.
E.     Ekspansi-Ekpansi Turki Usmani
Sebagai sultan I, Usman lebih banyak mencurahkan perhatiannya kepada usaha-usaha untuk memantapkan kekuasaannya dan melindunginya dari segala macam serangan, khususnya Bizantium yang memang ingin menyerang. Exspansinya dimulai dengan menyerang daerah perbatasan Bizantium sanmenaklukan kota Broessa Tahun 1317 M, dan Broessa dijadikan sebagai ibu kota kerajaan.[39]
Putra Usman, Orkhan, memerintah pada tahun 1326-1360 M.[40] Ia membentuk pasukan yang tangguh kemudian dikenal dengan Inkisyariyah (Jannisary)[41] untuk membentengi kekuasaanya. Basis kesatuan ini berasal dari pemuda-pemuda tawanan perang. Kebijakan kemiliteran ini lebih dikembangkan oleh pengganti Orkhan yaitu Murad I dengan membentuk sejumlah korps atau cabang-cabang yennisary. Pembaharuan secara besar-besaran dalam tubuh organisasi militer oleh Orkhan dan Murad I tidak hanya bentuk perombakan personil pemimpinnya, tetapi juga dalam keanggotaanya. Seluruh pasukan militer dididik dan dilatih dalam asrama militer dengan pembekalan semangat perjuangan Islam. Kekuatan militer Yennisary berhasil mengubah Negara Usmany yang baru lahir ini menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang besar sekali bagi penaklukan negeri-negeri non Muslim.[42] Pada masa Orkhan inilah dimulai usaha perluasan wilayah yang lebih agresip dibanding pada masa Usman. Dengan mengandalkan jennisary, Orkhan dapat menaklukan Azmir (Smirna) tahun 1327 M, Thawasyanly (1330 M), Uskandar (1338 M), Ankara (1354 M) dan Gallipoli (1356 M). Daerah-daerah ini merupakan bagian benua Eropa yang pertama kali diduduki oleh kerajaan Usmani.[43]
Ekspansi yang lebih besar lagi terjadi pada masa ini meliputi daerah Balkan, Andrinopel, Mesodonia, Sofia (Bulgaria), dan seluruh wilayah yunani. Andrinopel kemudian dijadikan sebagai ibu kota kerajaan yang baru.
Setelah Murad I tewas dalam pertempura melawan pasukan Kristen, ekspansi berikutnya dilanjutkan oleh putranya Bayazid I. Pada tahun 1391 M. Pasukan Bayazid I apat merebut benteng Philladelpia dan Gramania atau Kirman (Iran). Dengan demikian kerajaan Usmani secara bertahap menjadi suatu kerajaan besar.[44] Suatu hal yang sangat disayangkan bahwa Bayazid I tewas dalam pertempuran melawan timur lenk. Tewasnya bayasid I dan sebagian besar pasukannya melawan hamper seluruh wilaya Usmani jatu ketangan Timur Lenk.
Kerjaan Usmani bangkit kembali pada masa pemerintahan Murad II. Ia digelari Al-Fatih (Sang Penakluk) karena pada masanya ekspansi Islam berlangsung secara besar-besaran. Kota penting yang berhasil ditaklukkan adalah Konstantinopel pada tahun 1453. Dengan demikian usaha menaklukkan Isalam atas kerajaan Romawi Timur yang dimulai sejak zaman Umar Bin Khattab telah tercapai. Konstantinopel dijadikan ibu kita kerajaan dan namanya diubah menjadi Istanbul (Tahta Isalm). Kejatuhan Konstantinopel memudahkan tentara Usmani menaklukkan wilaya lainnya seperti Serbia, Albania dan Hongaria.[45]
Sekalipun Konstatinopel telah jatuh di tangan Usmani dibawa kekuasaan Muhammad Al-Fatih, namun umat Kristen sebagai pendudduk asli daerah tersebut tetap diberikan kebebasan beragama. Bahkan merekadibiarkan memilih ketua-ketua dilantik oleh Sultan.[46]
Setelah Muhammad Al-Fatih meninggal, Ia diganikan Bayazid II.[47] Ia lebih mementingkan kehidupan tasau daripada berperang. Kelemahannya di bidang pemerintahan yang cenderung berdamai dengan musuh mengakibatkan Ia tidak ditaati oleh rakyatnya, termasuk putra-putranya. Karena seringnya terjadi perselisihan yang panjang antara dia dan putra-putranya, akhirnya Ia mengundurkan diri dan diganti putranya, Salim I pada tahun 1512 M. Pada masa Sultan Salim I pada tahu 1517 M. Gelar Khalifah yang disandang oleh Al-Mutawakki alaa llah, salah seorang keturunan Banii Abbas yang selamat dari Bangsa mongol tahun 1235 M. dan saat itu berada dalam proteksi makhluk diambil alih oleh Sultan. Engan demikian pada masa Sultan Salim ini para Sultan Usmani menyandang dua gelar, yaitu gelar Sultan dan gelar Khalifah. Sehingga nama Sultan Salim pun mulai disebutkan dalam khutbah-khubah. Selain itu ia pun dalam masa pemerintahannya selama 8 tahun menjadi penguasa dan pelindung 2 buah kota suci yaitu Mekkah dan Madinah.[48]
Puncak kerajaan Turki Usmani dicapai pada masa pemerintahan Sulaiman I. Ia digelari Al-Qanuni, karena ia berhasil membuat undan-undan yang mengatur masyarakat. Orang, barat menyebunya sebagai Sulaeman yang agung, the magnificien. Ia menyebut dirinya sultan dari segala sultan, raja dari segala raja, pemberian anigra mahkota bagi para raja. Pada masanya wilayahnya meliputi dataran Eropa hingga Austria, Mesir dan Afrika Utara hingga ke Aljazair dan Asia hingga Persia, serta meliputi lautan Hindia, Laut Arabia, Laut merah, Laut tengah,dan Laut Hitam.
Untuk lebih jelasnya penulis akan menyebutkan priode-priode kesultanan pada masa kerajaan Turki Usmani. Dalam bukunya DR. Syafiq A. Mugani membagi menjadi 5 (Lima) priode yakni priode I pada tahun 1299-1402 M. priode ke II pada tahun 1402-1566 M, priode ke III 1566-1699 M, priode ke IF pada tahun 1699-1839 M dan priode ke F pada tahun 1839-1922 M.[49]
Kerajaan Turki Usmani mulai melemah semejak meninggalnya Sulaiman Al Qanuni. Para pemimpin lemah dan pada umumnya tidak berwibawah. Selain itu para pembesar kerajaan hidup dalam kemewahan sehingga sering terjadi penyimpangan keuangan Negara. Sekalipun demikian serangan Eropa masih terus berlangsung terutama penaklukkan terhadap kota Wina di Australia. Usaha penaklukkan ini ternyata juga tidak berhasil.

F.     Kemajuan-Kemajuan Turki Usmani
1.      Bidang kemiliteran dan pemerintahan
Salah satu yang menentukan keberhasilan ekspansi Usmani adalah kebernian,keterampilan,ketangguhan dan kekuatan militernya yang sanggup bertempur di mana saja dan kapan saja. Hal ini karena tabiat bangsa Turki sendiri yang bersifat militer berdisiplin dan patuh terhadap aturan.
Selain itu, keberhasilan ekspansinya juga didukung oleh terciptanya jaringan pemerintahan yang teratur. Dalam struktur pemerintahan, Sultan sebagai penguasa tertinggi dibantu oleh Shadr al-Azham (perdana menteri) yang membawahi pasya (gubernur). Di bawah gubernur yerdapat al-Awaliyah (bupati).[50]
Untuk mengatur pemerintahan urusan Negara dibentuk undang-undang (qanun) pada masa Sulaeman I, yang disebut Multaqa al- Abhur.[51] Undang-undang ini menjadi pegangan hukum bagi Turki Usmani sanpai datangnya reformasi pada  abad 19. Undang-undang ini memiliki arati historis yang sangat penting karena merupakan undang-undang pertama di dunia.

2.      Bidang Ilmu Pengetahuan dan Budaya
Walaupun pengembangan ilmu pengetahuan tidak mendapat perhatian besar Usmani, namun mereka mengembangkan seni arsitektur berupa bangunan Masjid yang indah, misalnya masjid Al-Muhammadi atau masjid Jami’ Sultan Muhammad Al-Fatih, masjid agung Sulaeman dan masjid Ayyub  al-Ansari, masjid al- Ansari merupakan sebuah masjid yang semula adalah gereja Aya Shopia. Kesemua masjid ini dihiasi dengan kaligrafi yang indah.[52]
Pada masa Sulaeman banyak dibangun masjid, sekolah, rumah sakit, gedung-gedung, pemakaman, saluran air, filla dan permandian umum terutama dikota-kota besar. Sisebutkan bahwa 235 buah dari bangunan itu dibangun dibawah kordinator hojasinan. Seorang arsitek asal Anatolia.[53]
Kemajuan dibidang intelektual pada masa pemerintahan Turki Usmani tidak begitu menonjol, adapun aspek-aspek intelektual yang dicapai yaitu:
a)      Terdapat dua buah surat kabar yang muncul pada masa itu, yaitu berita harian terkini Feka ( 1831 ) dan jurnal Tasfiri efkyar (1862) dan terjukani ahfal (1860).
b)      Terjadi tranfomasi pendidikan, dengan mendirikan sekolah-sekolah dasar dan menengah (1881) dan perguruan tinggi (1869), juga mendirikan Fakultas kedokteran dan fakultas Hukum. Disamping itu para belajar yang berprestasi dikirim keprancis untuk melanjutkan studinya, yang sebelumnya itu tidak pernah terjadi.[54]

3.      Bidang keagamaan
Dalam tradisi, Agama memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial dan politik. Pihak penguasa sangat terikat dengan syariat Islam sehingga fatwa Ulama menjadi hukum yang berlaku. Mufti sebagi pejabat urusan Agama tertinggi berwenag member fatwa resmi terhadap problem keagamaan. Tanpa legitimasi Mufti keputusan hukum kerajaan tidak bias berjalan. Pada masa ini kegiatan terus berkembang pesat. Al-bektasi dan Al-maulawi merupakan dua aliran tarekat yang paling besar. Tarekat bektasi sangat berpengaruh terhadap kalangan tentara sehingga mereka sering disebut tentara bektasi Yennisari. Sementara tarekat maulawi berpengaru besar dan mendapat dukungan dari penguasa dalam mengimbangi yennisari bektasi. Ilmu pengetahuan seperti fikhi, tafsir, kalam dan lain-lain, tidak mengalami perkembangan. Kebanyakan penguasa Usmani cenderung bersikap taklid dan fanatik terhadap suatu mazhab dan menentang mazhab-mazhab lainnya.[55]
Menurut Ajid Tahir dalam bukunya menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan sehingga Turki Usmani memperoleh keamjuan antara lain :
ü  Adanya sistem pemberian hadiah berupa tanah kepada tentara yang berjasa
ü  Tidak adanya diskriminasi dari pihak penguasa
ü  Kepengurusan organisasi yang cakap
ü  Pihak Turki memberikan perlakuan baik terhadap saudara-saudara baru dan memberikan kepada mereka hak rakyat secara penuh
ü  Turki telah menggunakan tenaga-tenaga profesional dan terampil
ü  Kedudukan sosial orang-orang Turki telah menarik minat penduduk negeri-negeri Balkan untuk memeluk agama Islam
ü  Rakyat memeluk agama Kristen hanya dibebani biaya perlindungan (jizyah) yang relatife murah dibandingkan pada masa Bizantium
ü  Semua penduduk memperoleh kebebasan untuk menjalankan kepercayaannya masing-masing
ü  Karena Turki tidak fanatik agama, wilayah-wilayah Turki menjadi tempat perlindungan orang-orang Yahudi dari serangan kerajaan Kristen di Spanyol dan Portugal pada abad XVI.[56]

G.    Runtuhnya Turki Usmani
Turki Utsmani mulai mengembangkan wilayahnya sejak masa pemerintahan Muhammad II (1451-1481) pada masa itu Turki Utsmani berhasil menguasai Constantinopel, ibu kota Romawi Timur (1453), dengan dikuasainya kota itu pengembangan wilayah ke Eropa memperoleh sukses. Puncak keemasan Turki Utsmani terjadi pada pemerintahan Sulaiman I (1520-1560) yang terkenal dengan Sulaiman Agung dan Sulaiman Al Qanuni. Di bawah pemerintahannya berhasil disatukan wilayah yang meliputi Afrika Utara, Mesir, Hedzjaz, Irak, Armenia, Asia Kecil, Krimea, Balkan, Yunani, Bulgaria, Bosnia, Hongaria, Rumania, sampai ke batas sungai Danube, dengan tiga lautan yaitu Laut Merah, Laut Hitam, dan Laut Tengah.[57]
Namun sedikit demi sedikit wilayah Turki Utsmani mulai direbut negara lain. Perancis berhasil merebut Aljazair pada tahun 1882 serta menjadikan Pulau Cyprus sebagai pangkalannya. Italia merebut Lybia pada tahun 1912. Austria merebut Bosnia-Herzegovina pada tahun 1908. Rakyat Balkan secara perlahan-lahan mulai memperoleh kemerdekaannya. Yunani adalah wilayah Turki Utsmani pertama yang memperoleh kemerdekaan pada tahun 1830. Kemerdekaan Yunani kemudian diikuti kemerdekaan Rumania, Bulgaria, Serbia dan Montenegro pada tahun 1878.
Rusia juga merampas Kars, Ardahan dan Batum pada tahun 1878. Rusia juga membantu kemerdekaan negara-negara Balkan dari kekuasaan Turki Utsmani. Pada tahun 1908, terjadi gejolak politik di Turki Utsmani akibat kudeta yang dilaksanakan Komite Persatuan dan Kemajuan terhadap Sultan Abdul Hamid II. Gejolak politik di Turki Utsmani membuat keseimbangan kekuatan di Eropa menjadi terganggu. Austria-Hongaria mengambil keuntungan dari krisis politik di Turki Utsmani dengan menyatakan Bosnia-Herzegovina sebagai provinsinya. Serbia yang ingin menguasai Bosnia-Herzegovina kemudian meminta bantuan Rusia untuk menghadapi Austria-Hungaria. Pada bulan oktober 1912, dimulailah koalisi antara Bulgaria, Serbia, Yunani, dan Montenegro.
Keempat negara ini menyatakan perang dengan Turki Utsmani sehingga meletuslah Perang Balkan I pada tahun 1912. Koalisi yang dibentuk negara-negara ini kemudian berhasil mengalahkan Turki Utsmani dalam Perang Balkan I. Tentara Turki Utsmani dapat dikalahkan tentara Bulgaria dalam pertempuran di Kirkilisse dan Lule Burgas. Tentara Turki Utsmani juga dikalahkan tentara Serbia dalam pertemputan Kumanovo. Kekalahan ini membuat Turki Utsmani harus menandatangani Perjanjian London pada tanggal 10 Juni 1913. Perjanjian London berisi Turki Utsmani kehilangan semua wilayahnya di Semenanjung Balkan kecuali hanya menyisakan garis kecil di sekeliling kota Istanbul.[58]
Negara-negara Balkan saling berperang kembali setelah Perang Balkan I selesai sehingga muncullah Perang Balkan II. Pada Perang Balkan II, Turki Utsmani memanfaatkan kemelut diantara negara-negara Balkan degan merebut Trasia Timur termasuk Kota Adrianopel dari penduduk Bulgaria. Peang Balkan II kemudian diakhiri dengan perjanjian Bucharest pada tanggal 10 Agustus 1913.[59] Kekalahannya hanya memiliki wilayah Trasia Timur dan kawasan Asia Barat.
Pemerintah Turki Utsmani yang telah dipegang oleh Komite Persatuan dan Kemajuan menginginkan Turki Utsmani ikut dalam perang Dunia I dengan harapan akan memperoleh wilayahnya yang telah merdeka atau dikuasai bangsa lain. Anggota Komite Persatuan dan Kemajuan mempunyai sifat nasionalis yang tinggi serta menginginkan Turki Utsmani dapat kembali jaya. Hal ini membuat mereka mengambil resiko untuk ikut serta dalam Perang Dunia I.
Periode keruntuhan kerajaan  Turki Usamani termanifestasi dalam dua priode yang berbeda pula, yaitu : pertama, priode desentrallisasi yang dimulai pada awal pemeritahan Sulatan Salim II (1566-1574) hingga tahun 1683 ketika angkatan bersenjata Turki,Usmani gagak dalam merebut kota Fiena untuk kedua kalinya. Kedua, priode dekompresi yang terjadi dengan munculnya anarki internal yang dipadukan denagn lepasnya wilayah taklukan satu per satu.
            Pada abad ke 16 kelompok derfisme[60] telah menjadi kelompok yang solid dan mendominasi kekuatan politik bahkan menggeser posisi para aristoerat Turki tua.[61] Namun pada prkembangan selanjutnya terjadi konflik intern yang menyebabkan mereka berkotak-kotak dan terjebak dalam politik praktis. Mereka menngkondisikan Sultan agar lebih suka tinggal menghabiskan waktunya di Istana Keputren ketimbang urusan pemerintahan, agar tidak terlibat langsung dalam intrik-intrik politik yang mereka rancang.[62]
            Dengan mengeploitasi posisinya di mata penguasa terhadap rakyat mereka memanipulasi pajak dengan kewajiban tambahan kepada petani, akibatnya banyak penduduk yang berusaha untuk masuk ke dalam korp Jannisari. Hal ini mengakibatkan membengkakanya jumlah keanggotaan Jannisari yang hingga pertengahan abad ketujuh belas mencapai jumlah 200.000 orang.[63]
            Faktor-Faktor penyebab hancurnya Turki Usmani. Untuk menentukan faktor penyebab utama kehancuran kerajaan Turki usmani merupakan persoalan yang tidak mudah. Alam sejarah lima abad akhir abad ke tiga belas smpai abad ke Sembilan belas Kerajaan Turki Usmani merupakan sebuah proses sejarah panjang yang tidak terjadi secara tiba-tiba.
            Mengamati sejarah keruntuhan Kerajaan Turki Usmani, dalam bukunya Syafiq A. Mughani melihat tiga hal kehancuran Turki Usmani, yaitu melemahnya sistem birokrasi dan kekuatan militer  Turki Usmani, kehancuran perekonomian kerajaan dan munculnya kekuatan baru di daratan Eropa serta serangan balik terhadap Turki Usmani.

H.    Penutup
Setelah penulisan selesai, maka dapat ditarik kesimpulan dari rumusan masalah sebagai berikut.
Pertama, Sulaiman al-Qanuni adalah seorang pemimpin Turki Utsmani yang berhasil membangun kekuatan politik, ekonomi, militer, dan kebudayaan. Ketika berkuasa, dia banyak menerapkan berbagi kebijakan sehingga menghantarkan Turki Utsmani mencapai puncak kejayaan. Karena kepiawaiannya dalam memimpin Turki Utsmani, dia mendapat sebutan Solomon the Magnificent atau Solomon the Great. Selama 46 tahun berkuasa di Turki Utsmani, dia dikenal sebagai penguasa yang tegas dan berwibawa, baik oleh orang Islam maupun Orang Eropa. Salah satu usahanya yang paling gemilang adalah tersusunnya sebuah kitab undang-undang Multaqa al-Abhur, yang dijadikan pegangan hukum bagi seluruh masyarakat Islam Turki Utsmani waktu itu. Atas jasanya tersebut, Sulaiman diberi gelar al-Qanuni.
Kedua, Kebijakan yang diterapkan Sulaiman al-Qanuni adalah:
ü  Dalam bidang politik, memperbaiki sistem dan administrasi pemerintahan, melakukan perluasan wilayah ke wilayah Eropa, menjalin aliansi dengan Prancis.
ü  Dalam bidang ekonomi, pemerintah sebagai induk pasar, yaitu secara langsung ikut dalam menjalankan kegiatan ekonomi, menerapakan sistem ekonomi sentralistik, mengatur sepenuhnya perekonomian di seluruh wilayah kekuasaannya, menyusun aturan sebagai dasar hukum dalam kegiatan perekonomian.
ü  Dalam bidang militer, menyediakan tempat khusus bagi keperluan pasukannya, mendatangkan pelatih pasukan yang handal untuk mengajari berbagi keahlian berperang. terutama pasukan jenissarymenjadi semakin kuat, baik dari skil maupun persenjataan, karena mendapatkan pelatihan atau kerjasama dengan tentara prancis.
ü  Dalam bidang agama dan hukum, memberikan toleransi kehidupan keagamaan bagi seluruh masyarakatnya yang terdiri dari orang muslim dan non-muslim, menciptakan rasa aman dan damai di antara masyarakatnya, membuat kitab undang-undang dan menjadi pedoman bagi seluruh masyarakatnya.
ü  Dalam bidang sosial dan budaya, mengembangkan berbagai budaya yang ada saat itu sehingga perkembangan kebudayaan semakin maju, misalnya, seni arsitektur yang dapat disaksikan dari usahanya dalam mendirikan bangunan seperti Masjid Sulaimaniyah. Terciptanya kehidupan sosial yang kompleks di dalam masyarakatnyaTurki Utsmani saat itu.
Ketiga, Pengaruh kebijakan Sulaiman al-Qanuni adalah:
ü  Dalam pemerintahan, kebijakannya mempunyai pengaruh besar dalam memperbaiki sistem pemerintahannya, mempertahankan kekuasaannya, juga menambah luas wilayah pemerintahan Turki Utsmani.
ü  Dalam wilayah Islam, Islam menjadi besar seiring kebesaran Turki Utsmani pada saat itu, melahirkan rasa bangga bagi setiap pemeluk Islam, serta Negara muslim dapat berkembang dan Islam tersebar lebih luas.
ü  Bagi Eropa, adanya Turki Utsmani yang kuat dan berkembang saat itu, menimbulkan ancaman yang besar bagi negara-negara Eropa, membuat rasa khawatir dan takut, yang menjadikan raja-raja Eropa selalu berusaha untuk mencari jalan agar dapat mengalahkan Turki Utsmani.
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis memberikan saran untuk motivasi peneliti yang akan datang. Pertama, penelitian tentang Turki Utsmani ini masih perlu dilakukan penelitian lanjutan yang lebih mendalam lagi. Hal itu dikarenakan masih banyak permasalahan yang menarik terutama masalah kebijakan yang terkait aliansi antara Turki Utsmani dengan Prancis.
Selanjutnya, ungkapan terakhir dari penulis adalah rasa syukur dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Allah Swt dan Nabi Muhammad Saw yang telah membimbing manusia ke jalan yang benar, kedua orang tua dan keluarga, serta pembimbing yang telah memberikan doa dan dukungan untuk kesuksesan penulis hari ini dan masa yang akan datang. Amin

DAFTAR PUSTAKA
A. Mughni, Syafiq, Sejarah kebudayaan Islam Di Turki, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997
Ahmad, Akbar S. Citra Muslim. Jakarta: Erlangga, 1992
Ali, K. A, Study Of Islamic History, Diterjemahkan Oleh Ghufron A. Mas adi, Sejarah Islam: Tarikh Pramodern.  Cet. II; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000.
Amin, Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah, 2009
B Merriman, Roger, Suleiman the Magnificent, Cambridge: Harvard University Press, 1944
Black, Anthony, The History Of Islamic Political Though rom The Prophet To The Present, Dialihbahasakan oleh Abdullah Ali. Jakarta: Jakarta: Seranbi Ilmu Semesta, 2006.
C.E Bosworth, Dinasti-dinasti Islam, diterjemahkan oleh Ilyas Hasan, Bandung: Mizan, 1993
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam 5, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994
Hamka, Sejarah Umat Islam (Edisi Baru), Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, 2002
Haurani, Albert, Sejarah Bangsa-bangsa Muslim, diterjemahkan: Irfan Abubakar, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2004
Ruslan, Heri, “Sulaeman Al-Qanuni, Pemimpin Agung dari Abad XVI” Khazanah: REPUBLIKA, 09 Juni 2008 
Hitti, Philip K., History of The Arabs, diterjemahkan: R. Cecep Lukman Yasin dkk, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006 dan terbitan 2010
http://www.globalmuslim.web.id/2009/10/beberapa-tanggapan-terhadap-khilafah.html
Ibrahim, Hassan, Islamic History And Culture. Dialihbahasakan oleh Djahdan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Yogyakarta: Kot Kembang, 1989.
Karim, M Abdul, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007
Kirchener, An Outline History of Russia, New York: Barnes & Nobile, Inc. 1950
Lubis, Amany dkk. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: UIN Syarif. 2005.
Maarif, Ahmad Syafii, Sejarah pemikiran dan peradapan Islam, Yogyakarta: Pustaka Book  Publisher, 2007
Mahmudunassir, Islam; Konsepsi Dan Sejarah, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994.
Maryam, Siti (ed.), Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern, Yogyakarta: LESFI, 2002
Mughani, Syafik, A, Sejarah Kebudayaan Islam Di Turki,  Cet. I; Jakarta: Logos, 1997.
Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia terlengkap, edisi kedua, Yogyakarta: Putaka Progresif, 1997
Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI-Press, 1985
Ratnasari, Dwi, “Sulaiman al-Qanuni: Sultan Terbesar Kerajaan Turki Utsmani” dalam Thaqafiyyat Jurnal Ilmu Budaya, Volume 12, No. 1, Januari-Juni, Yogyakarta: Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2007
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003
Thohir, Ajid, Perkembangan Peradaban Di Kawasan  Dunia Islam, Melacak Akar-Akar Sejarah, Sosial Politik Dan Budaya Ummat Islam,  Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam Dirassah Islamiyah II Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003
……..., Sejarah Dan Peradaban Islam,  Jakarta: PT. Raja Gra indo Persada, 2001.
……..., Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Press, 2010















[1] Suku yang memimpin sekelompok besar orang nomadik di Asia kecil, merupakan bagian terbesar orang Turkmen yang berasal dari timur kemudian membuat mundur orang Byzantium. C.E Bosworth, Dinasti-dinasti Islam, diterjemahkan oleh Ilyas Hasan, Bandung: Mizan, 1993, hlm. 163. Lihat juga dalam Syafiq. A. Mughni, Sejarah kebudayaan Islam Di Turki, Jakarta: Logos Wacana ilmu, 1997, hlm. 51.
[2] Disebutkan semasa kepemimpinan Erthogrol sampai dengan kepemimpinan Orkhan merupakan masa-masa pembentukan pasukan militer Turki Utsmani, sehingga menjadikan Turki Utsmani negara yang berdasarkan sistem dan prinsip kemiliteran. Ali K, Sejarah Islam Dari Awal Hingga Runtuhnya Dinasti Utsmani (Tarikh Pramodern), diterjemahkan: Ghufron A. Mas’adi , Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 546.
[3] Berasal dari nama Usman inilah, kemudian muncul nama sebuah Dinasti Utsmani. Pendapat lain mengatakan Usman yang dianggap sebagai pendiri dinasti Utsmani. Lihat dalam Mundzirin Yusuf “Peradaban Islam di Turki” dalam Siti Maryam (ed.), Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern, Yogyakarta: LESFI, 2002, hlm. 152.
[4] Penaklukkan tersebut diawali dengan pengepungan terhadap kota Konstantinopel pada tahun 1453 M. Oleh karena itu, disebutkan bahwa peristiwa pengepungan itu berlangsung selama 53 hari. Kemudian, pasukan Utsmani dapat masuk ke area pertahanan dan berhasil menduduki benteng-benteng pertahanan Konstantinopel. Dengan demikian pertahanan istana telah hancur dan sang kaisar juga terbunuh bersamaan dengan sejumlah pasukannya. Setelah itu Muhammad al-Fatih melanjutkan penundukan semenanjung Maura, Serbia, Albania sampai perbatasan Bundukia. Ali K, Sejarah Islam Dari Awal Hingga Runtuhnya Dinasti Utsmani (Tarikh Pramodern), diterjemahkan: Ghufron A. Mas’adi, hlm. 549.
[5] Disebutkan bahwa bangsa Turki adalah bangsa yang hidupnya selalu berpindah-pindah (nomaden), setelah menaklukkan sebuah wilayah di situlah ia menetap dan membangun ibu kotanya. Hal itu, dikarenakan secara geografis yang menuntut pola hidup yang berpindah-pindah, dalam perkembangannya membentuk masyarakat yang bersuku-suku. Syafiq, Sejarah kebudayaan Islam Di turki, hlm. 7
[6] Janissary/ Yeni-Cheri/ Inkisyariyah, secara bahasa berarti: “Pasukan baru”, yang dibentuk melalui Devshirme atau semacam pendidikan wajib militer ketika masa Orkhan. Inkisyariyah adalah tentara utama Turki Utsmani yang berasal dari bangsa Georgia dan Armenia yang baru masuk Islam. Pasukan ini merupakan mesin perang yang sangat kuat Dinasti Utsmani. Pendapat lain mengatakan, Janissary berasal dari anak-anak penduduk Kristen muallaf di sekitar Georgia, Balkan, dan Armenia, yang direkrut untuk dijadikan prajurit infantri, untuk diperkerjakan sebagai tentara yang elit dan sangat kuat (mesin perang). Albert Haurani, Sejarah Bangsa-bangsa Muslim, diterjemahkan: Irfan Abubakar, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2004, hlm 415. Lihat juga Mundzirin, “Peradaban Islam di Turki” dalam Siti Maryam (ed.), Sejarah Peradaban Islam Dari masa Klasik Hingga Modern, hlm. 154.
[7] Setelah Konstantinopel berhasil dikuasai oleh orang Islam, namanya diganti oleh Muhammad al-Fatih menjadi Istambul yang berarti “Tahta Islam” dengan dikuasainya Konstantinopel telah memudahkan tentara Turki Utsmani untuk melakukan ekspansi ke wilayah lainya seperti Serbia, Albania dan Hongaria. Penaklukan Kota Konstantinopel adalah merupakan cita-cita umat Islam sejak masa Nabi Muhammad SAW. Ibid., hlm. 156.
[8] Disebutkan bahwa Sultan Bayazid II mempunyai tabiat atau karakter yang sangat berbeda dengan ayahnya, dia lebih suka mempelajari dan mendalami ajaran-ajaran tasawuf, dan lebih banyak umurnya dihabiskan untuk memegang tasbih berdzikir kapada Allah SWT, dari pada mengangkat pedang untuk berperang menegakkan dan memperluas kekuasaan. Masa Bayazid dalam pemerintahan Turki Utsmani, bisa dibilang masa stagnasi tidak ada ekspansi dan peperangan. Hamka, Sejarah Umat Islam (Edisi Baru), Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, 2002, hlm. 590.
[9] Setelah Konstantinopel berhasil di kuasai oleh Turki Utsmani. Sebenarnya, telah terbukanya benteng dari pertahanan yang kuat kerajaan Byzantium, yang akan memudahkan arus ekspansi Turki Utsmani menuju benua Eropa, akan tetapi ketika masa Salim I (1512-1520 M) naik tahta dan berkuasa, justru mengalihkan perhatiannya untuk melakukan penaklukan ke bagian timur. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirassah Islamiyah II Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 132.
[10] Mengenai pemakaian gelar khalifah, memang kurang begitu jelas, yaitu gelar khalifah tidak dipakai secara jelas ketika pada masa pemerintahan Salim I dan setelahnya. Pendapat lain, gelar kekhalifahan ini baru dipakai atau digunakan secara resmi dan jelas dalam surat-surat kesultanan setelah 1770 M. Salim I mengambil secara paksa gelar sakral ketika berhasil mengalahkan Kesultanan Mamluk yaitu gelar khalifah dan kemudian dipakainya oleh Sultan Turki Utsmani yaitu Salim I. Lihat dalam M Abdul Karim, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007, hlm. 313.
[11] Salim I, dalam sejarah Eropa, lebih dikenal dengan sebutan Salim The Grim (yang kejam), diceritakan sebelum Salim I menjadi sultan, ia melawan ayahnya dan juga telah banyak melakukan pembunuhan terhadap saudaranya yang bersaing dalam merebut tahta kekuasaan, ia seorang yang sangat berani dan tangguh. Keberaniannya itu sudah nampak sejak masa kecilnya, terus berlanjut sampai ia menjadi sultan. Ibid.,hlm. 313.
[12] Kerajaan Turki Utsmani berkuasa dari 1300 M sampai 1922 M, dengan kurang lebih dari tiga puluh enam sultan keturunannya yang berkuasa pada masa KesultananTurki Utsmani, kesemuanya laki-laki dari garis keturunannya. Lihat dalam Philip K. Hitti, History of The Arabs, diterjemahkan: R. Cecep Lukman Yasin dkk, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010, hlm. 910.
[13] Asal kata "al-Qaanuun" yang berarti pokok, pangkal, asal, kemudian menjadi isim fail "al-Qanuni" berarti peletak Undang-undang/ penetap Undang-undang/ orang yang menjalankan Undang-undang. Lihat Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia terlengkap, edisi kedua, Yogyakarta: Putaka Progresif, 1997, hlm. 1165. Gelar “al-Qanuni” yang diberikan kepada Sulaiman I adalah karena jasanya dalam menyusun dan mengkaji sebuah sistem undang-undang dari kerajaan Turki Utsmani. Tak hanya itu, Sulaiman I (al-Qanuni) juga sangat disiplin, tegas, dan konsisten dalam setiap menjalankan undang-undang tersebut. Selain itu, dia juga mempunyai sebuah kharisma yang tinggi sehingga dia sangat dihormati dan disegani oleh kawan maupun lawannya. Disebutkan bahwa, Sulaiman I telah menerapkan Hukum Syariah Islamiyah ketika memimpin rakyatnya yang tersebar luas di antara Eropa, Persia, Afrika, serta Asia Tengah. Tidak hanya menerapkan, tetapi dia juga dengan tegas memerintahkan kepada rakyatnya untuk menjalankan dengan disiplin. Pendapat yang lain, untuk sebutan gelar "al-Qanuni” berarti sang penetap undang-undang. Dwi Ratnasari “Sulaiman al-Qanuni: Sultan Terbesar Kerajaan Turki Utsmani” dalam Thaqafiyyat Jurnal Ilmu Budaya, Volume 12, No. 1, Januari-Juni, Yogyakarta: Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2011, hlm. 50. Lihat juga dalam Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, hlm. 314. Dalam urusan pemerintahan dan demi ketertiban urusan pemerintahan, Sulaiman al-Qanuni menetapkan beberapa undang-undang dan juga peraturan. Oleh karena itu, ia digelari dengan sebutan Sulaiman al-Qanuni. Lihat dalam Ali K, Sejarah Islam dari Awal hingga Runtuhnya Dinasti Utsmani (Tarikh Pramodern), diterjemahkan: Ghufron A. Mas’adi , hlm. 551.
[14] Kitab hukum Multaqa al-Abhur secara bahasa berarti pertemuan laut-laut. Hal itu merupakan perlambangan dari kekuasaan dan luasanya wilayah Kesultanan Turki Utsmani. Kekuasaannya meliputi berbagai daratan dan lautan. Ratnasari, “Sulaiman al-Qanuni: Sultan Terbesar Kerajaan Turki Utsmani” dalam Thaqafiyyat Jurnal Ilmu Budaya, hlm. 57. Lihat juga dalam Ali K, Sejarah Islam Dari Awal Hingga Runtuhnya Dinasti Utsmani (Tarikh Pramodern),hlm. 551. Juga Philip K hitti, History of Arabs, hlm. 911.
[15] Selama berkuasa di kesultanan Turki Utsmani, Sultan Sulaiman al-Qanuni telah banyak melakukan berbagai kebijakan yang di antaranya yaitu dalam menyebarkan agama Islam ke seluruh wilayah kekuasaannya. Oleh karenanya, dapat dilihat hasilnya, bahwa dia telah berhasil menanamkan ajaran agama Islam sampai ke wilayah Balkan, yang meliputi Hongaria, Beograd, dan Austria. Dia juga berhasil menyebarkan ajaran Islam di benua Afrika dan kawasan teluk Persia. Hal tersebut dapat kita lihat, bahwa agama Islam mulai ada kemudian mulai tumbuh dan berkembang di negara-negara tersebut, meskipun waktu itu masih minoritas baik secara jumlahnya. Lihat dalam Ratnasari, “Sulaiman al-Qanuni: Sultan Terbesar Kerajaan Turki Utsmani” dalam Thaqafiyyat Jurnal Ilmu Budaya, hlm. 50.
[16] Ibid., hlm. 51.
[17] Dalam perkembangan di bidang ilmu pengetahuan pada masa Sulaiman al-Qanuni di Kesultanan Turki Utsmani secara orisinil terlihat memang tidak begitu banyak dalam melahirkan atau memunculkan para ilmuwan besar yang pandai dalam segala bidang keilmuan. Hal tersebut, disebabkan mereka yaitu orang-orang Turki Utsmani masih sedikit yang mengenal kebudayaan saat itu. Namun demikian dalam perkembangannya mulai terlihat kemajuan kebudayaan, yang paling utama bagi mereka hanyalah kemajuan militer, dalam seni peperangan mereka diakui sebagai bangsa yang kuat dan tak tertandingi. Turki Utsmani telah menanamkan dan membangaun sebuah imperium yang sangat lama umurnya, menjadikan ancaman yang menakutkan bagi Eropa. Dengan demikian masa Turki Utsmani merupakan masa yang suram dalam hal kebudayaan, hal itu disebabkan karena perhatian hanya terfokus pada bidang politik yang sering mendatangkan musuh yang diperangi, yang mengakibatkan keadaan menjadi kacau. Lihat dalam Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003, hlm. 242.
[18] Gaya Arsitektur Utsmani adalah pertemuan atau percampuran antara kedua buah arsitektur yaitu arsitektur Byzantium dengan Turki Utsmani yang telah melahirkan corak baru yang disebut corak Utsmaniah. Hal tersebut dimulai sejak Turki Utsmani berhasil menaklukkan kerajaan Byzantium. Pada waktu itu dalam urusan arsitek, Turki Utsmani mempunyai seorang arsitek kepercayaan Kesultanan, yang bernama Sinan Pasha, yaitu seorang ahli bangunan Turki Utsmani yang sangat terkenal. Ia merupakan seorang muallaf yang berasal dari Anatolia yang menjelma menjadi seorang arsitek terkenal Kesultanan Turki Utsmani, karya yang monumentalnya adalah bangunan Masjid Agung “Sulaimaniyah” yang dinamainya untuk mengenang tuannya. Lihat dalam Ratnasari, “Sulaiman al-Qanuni: Sultan Terbesar Kerajaan Turki Utsmani” dalam Thaqafiyyat Jurnal Ilmu Budaya, hlm. 58.
[19] Roger B Merriman, Suleiman the Magnificent, Cambridge: Harvard University Press, 1944, hlm. 130. Lihat juga dalam. Philip K Hitti, History of Arabs, hlm. 911. Juga Ratnasari, “Sulaiman al-Qanuni: Sultan Terbesar Kerajaan Turki Utsmani” dalam Thaqafiyyat Jurnal Ilmu Budaya, hlm. 55.
[20] Heri Ruslan, Sulaeman Al-Qanuni, Pemimpin Agung dari Abad XVI, (Khazanah: REPUBLIKA, 09 Juni 2008), hlm. 5, kolom mozaik
[21] Ibid
[22] Ibid
[23] Heri Ruslan menulis hari wafatnya pada tanggal 5 September Tahun 1566
[24] Amany Lubis, dkk. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2005, hlm. 192
[25] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2009  hlm. 199-200 lihat juga, Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajawali Press, 2009,  hlm. 132
[26] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2009 cet.II, hlm. 314
[27] Ahmad Syafii Maarif, Sejarah pemikiran dan peradapan Islam, Yogyakarta: Pustaka Book  Publisher, 2007, hlm. 314.
[28] Philip K. Hitti. History of Arabs. Jakarta: Serambi, 2010. Cet. I, hlm. 911

[29] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 200-201
[30] Akbar S. Ahmad, Citra Muslim, Jakarta: Erlangga, 1992, hlm. 73
[31] Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI-Press, 1985, hlm. 87

[32] http://www.globalmuslim.web.id/2009/10/beberapa-tanggapan-terhadap-khilafah.html
[33] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, hlm. 314
[34] Ashrafuddin Ahmed, Maddhyajuger Muslim Itihash, (1258-1800 M). Dhaka: Cayonika, 2003, hlm. 269

[35] Syafik A. Mughani, Sejarah kebudayaan Islam Di Turki, Cet. I; Jakarta: Logos, 1997, hlm. 52.
[36] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 130
[37] K. Ali, A Study of Islamic History, Diterjemahkan oleh Ghufron A. Mas’adi, Sejarah Islam, Tarikh Pramodern,  Cet. III; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000, hlm.361.
[38] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 130
[39] Syafik A. Mughani, Sejarah kebudayaan Islam Di Turki, hlm. 54
[40] Hassan Ibrahim Hassan, Islamic History And Culture, Diterjemahkan oleh Djahdan Human, Sejarah Dan Kebudayaan   Islam, Cet. I; Yogyakarta: 1989, hlm. 327
[41] Jannisary artinya organisasi militer baru, yaitu pengawal elite dari pasukan turki yang kemudian dihapuskan pada tahun 1826.
[42] Mahmudunnasir, Islam Konsepsi Dan Sejarahnya, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994, hlm. 376.
[43] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 130-131.
[44] Ibid., hlm. 141.
[45] Syafik A. Mughani, Sejarah kebudayaan Islam Di Turki, hlm. 59-60.
[46] Ibid., hlm. 59.
[47] Ibid., hlm. 60.
[48] Hassan Ibrahim Hassan, Islamic History And Culture, hlm. 333.
[49] Syafik A. Mughani, Sejarah kebudayaan Islam Di Turki, hlm. 54
[50] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 135
[51] Phillip K. Hitti, History ofThe  Arabs; from the Earliest Times To The Present, dialih bahasakan oleh Cecep Lukman, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006, hlm. 911.
[52] Ajid Thahir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan dunia Isalam, Melacak Akar-Akar Sejarah Sosial, Politikan Budaya Islam, Jakarata: PT. Raja Grafindo Persada, 2004, hlm.185.
[53] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 136
[54] Ajid Thahir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan dunia Isalam, Melacak Akar-Akar Sejarah Sosial, Politikan Budaya Islam, hlm. 187-188
[55] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 137
[56] Ajid Thahir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan dunia Isalam, Melacak Akar-Akar Sejarah Sosial, Politikan Budaya Islam, hlm. 189-190.
[57] Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam 5, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994, hlm 115.
[58] Kirchener, An Outline History of Russia, New York: Barnes & Nobile, Inc. 1950, hlm.326.
[59] Syfiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997, hlm.118.
[60] Derfisme merupakan sistem rekrutmen dan pelatihan dari pada keluarga penguasa ( ruling class) sebelum mereke menjadi pejabat dikerajaan Turki Usamni
[61] Syafik A. Mughani, Sejarah kebudayaan Islam Di Turki, hlm. 93
[62] Ibid., hlm. 94.
[63] Ibid., hlm. 95.

SHARE THIS

Author:

Penulis merupakan penulis bebas dan juga penggiat blockchain dan Cryptocurrency. Terima Kasih sudah berkunjung ke Blog Saya, bebas copy paste asal mencantumkan sumber sebagaimana mestinya.

0 comments: