Oleh: Amriadi Al Masjidiy*
Al Masjidiy | Tidak seperti biasanya Warkop Pos itu ramai sekali. Apa karena sedang merayakan kemenangan Anies-Sandi, di pilkada DKI kali ini. Assalamualaikum sapaku kepada pengunjung Warkop Pos di Desa Kecil tengah kota Metropolitan, Ibu Kota Negara Indonesia.
Walaikumsalam jawab mereka agak serempak. Aku menyalami mereka satu persatu. Setelah itu saya duduk gabung dengan mereka. Ada Pak Mukidi seorang guru teladan di sebuah sekolah di desa itu. Ada juga Pak Wengji seorang politikus keturunan Tionghoa. Selain itu ada pak Bakar seorang Budayawan dan Seni di kampung ini. Ada juga si Beng ketua Pemuda dan Aktivis keagamaan.
Apa sih yang obrolkan tadi. Kayaknya seru banget. Kataku membuka kembali pembicaraan. Begini Mang Aji, kami sebenarnya kami sedang membicarakan tentang kebangkitan Islam, terang Pak Bakar.
Pak Mukidi: Benar Mang Aji.
Saya: oo, terus bagaimana itu kembangkitan Islam.
Tiba-tiba datang Pak Haji Hasan menghampiri kami, beliau dikenal sebagai guru ngaji disini.
Haji Hasan: Assalamualaikum...
Walaikumsalam jawab kami serentak. Apa yang sedang kalian di perdebatkan, sampai suaranya ke Mushalla disebelah terdenger ribut, cetus Haji Hasan ke kami.
Saya: Begini Pak Haji. Sebenarnya kami sedang membahas tentang kebangkitan Islam.
Beng: Betul Pak Haji.
Pak Haji: Terus bagaimana kembangkitan Islam itu.
Wengji: Itulah yang kami perdebatkan pak Haji.
Haji Hasan: Bagaimana kembangkitan Islam itu menurut Wengji.
Wengji: Menurut saya Pak Haji, kebangkitan Islam itu ditandai dengan meleknya politik umat Islam. Sehingga nilai-nilai keagamaan dapat diterapkan di dalam undang-undang pak Haji. Kemenangan Anies-Sandi kemarin bagian kecil dari kesadaran politik umat Islam. Karena itu kalau saya naik caleg lagi tahun depan mohon dukungannya Pak Haji.
Eelah... Politik... Politik.... hahahaha.... jawab kami sambil ketawa.
Pak Haji: Tenang Jangan ribut, itu ada betulnya juga. Bagaiamana dengan Beng
Beng: Kembangkitan Islam itu pak Haji. Di Mulai dari WC.
Hahahahahaha.... Kami ketawa lagi bersama mendengar jawaban dari Si Beng.
Ko dalam warung bahas WC sih. Cetus ibu Aisyah pemilik Warkop Pos.
Pak Mukidi: Ini si Beng, bahas kembangkitan Islam malah bahas WC. Hahahahaha...
Beng: Maksud saya begini. Kita lihat ormas-ormas Islam itu di depannya bagus tapi lihatlah WC belakang. Parah banget. Karena itu kembangkitan Islam itu harus di mulai dari depan dan Belakang.
Pak Haji: Betul juga kamu Beng. Bagaimana dengan Pak guru?
Pak Mukidi: Kalau saya pak Haji. Kebangkitan Islam itu harus di mulai dengan pendidikan kegamaan. Karena tidak mungkin orang tahu Islam tanpa ada pendidikan yang baik dan memadai. Sejarah mencatat kejayaan Islam tempo dulu disebabkan karena pendidikan yang di perhatikan.
Pak Haji: Setuju. Bagaimana dengan Pak Bakar?
Pak Bakar: Menurut saya kembangkitan Islam itu harus di mulai dengan Seni dan adat budaya yang baik. Karena kalau adat pada Masyarakat sudah baik tentu kembangkitan Islam akan terjadi.
Pak Haji: Bagaimana dengan Mang Aji.
Mang Aji: Menurut saya Pak Haji. Kebangkitan Islam itu ditandai dengan kemajuan Pers Islam. Karena dengan kemajuan Pers Islam akan membentuk kecerdasan masyarakat yang membawa pada pencerdasan bangsa dan kebangkitan Islam. Jawab saya asbun (Asal bunyi).
Pak Mukidi dan si Beng, mentang-mentang Wartawan ya. Hahaha... hahahaha.... Ledek mereka terhadap pernyataan saya.
Sebenarnya gimana sih pak Haji kembangkitan Islam itu.
Pak Haji: Kembangkitan Islam itu dimulai dengan kesadaran dan ketaqwaan kepada Allah swt. Tegar dan tegak dalam membela keadilan dan kebenaran. Perkumpulan 7 juta umat Islam di Monas pada 2 Desember 2016 tahun lalu, disebabkan ketaqwaan, persatuan umat, perdamaian tanpa rusuh, dengan tujuan yang sama yaitu penjarakan penista agama dan itu sebagai tanda bahwa kebangkitan Islam sudah dekat. Kemanangan Anies-Sandi yang muslim juga sebagai tanda kecil akan kesadaran umat untuk menjadikan Islam sebagai pandangan hidupnya.
Tepat sekali pak Haji jawab saya sambil berdiri mau membayar kopi dan pesanan semuanya. Wengji: Itu jangan lupa di muat di koran Besok.
Saya: Beres pak Wengji. Buk Aisyah berapa semuanya.
Wengji: Tidak usah, sudah saya yang tanggung semuanya saja.
Saya: Biar saya pak Wengji sekali-kali.
Wengji: Tugas wartawan mencatat dan tugas politisi membayar.
Hahahahaha.... hahahaha.... kami semua tertawa mendengar jawaban dari pak Wengji yang bernada menyogok itu.
Saya: itu tandanya kemunduran Islam.
Wengji: alah. Saya tidak maksud untuk menyogok Mang Aji lo. Saya Cuma mau membayar semuanya. Masak kita bebankan kepada wartawan semuanya. Dia yang menulis dan yang membayarin. Saya sebagai politikus sangat tidak tega dan sangat memperhatinkan itu.
Baiklah pak Wengji, Terima kasih atas kebaikannya. Jawab kami hampir serempak. Ketika kedepan ketemu buk Aisyah.
Wengji: Berapa semuanya buk Aisyah.
Buk Aisyah: Semuanya telah dibayar oleh Pak Haji Hasan.
Alah pak Haji itu memang tidak banyak kata tapi banyak kerja, celoteh pak Wengji. Akhirnya kami pulang bersama ke rumah masing-masing. Kecuali Pak Wengji dan Si Beng yang kebetulan memiliki jadwal tugas jaga keamanan di Pos Kambling.[]
*) Tulisan ini telah dimuat di Tebar Suara
0 comments:
Post a Comment