Saturday, September 19, 2015

Filsafat Yunani Kuno


Oleh: Suprianto & Ibrahim*) Alumni Akademi Da'wah Indonesia Lampung

ZAMAN PADA YUNANI KUNO

A.    Pengertian Filsafat
Filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran atau rasio. Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. 

B.     Faedah Mempelajari Filsafat
Ilmu harus didasari oleh asumsi filsafat agar keberadaan ilmu itu tidak rancu. Karena ilmu tanpa didasari oleh filsafat akan mengalami kehancuran dan menyalahi aturan-aturan. sebab filsafat di sini berfungsi sebagai penyelaras dan membuat manusia cinta terhadap kebijaksanaan dan dalam mengiplikasinya akan dibarengi dengan prilaku yang baik dan membuahkan hasil yang sangat bermakna. Filsafat juga berperan sebagai induk dari segala ilmu dan prinsip – prinsip dasar ilmu itu diambil dari filsafat (ilmu lahir dari filsafat), dan untuk mengkaji ilmu diperlukan filsafat, karena asumsi filsafat lebih berpikir secara mendalam untuk mencapai kebenaran, kebaikan dan menjawab setiap persoalan yang ada, sehingga ilmu yang ada kini bisa kita rasakan manfaatnya karena telah melewati pengkajian yang mendalamdan dapat dibuktikan kebenarannya.
Orang berfilsafat sama halnya dengan berfikir yakni menafsirkan sesuatu hal yang sedang dihadapi atau yang akan dihadapi tetapi perbedaanya kalau berfikir hanya menafsirkan sesuatu hal tersebut denga biasa dalam arti kurang mengandung makna dan belum tentu kebenaranya juga tanpa dibarengi pengetahuan kebijaksaaan dan hikmah.
Mengetahui isi filsafat tidak perlu bagi setiap orang. Akan tetapi orang-orang yang ingin berpartisipasi dalam membangun dunia perlu mengetahui ajaran-ajaran filsafat. Dunia di bentuk oleh dua kekuatan. Agama dan filsafat, jika kita tau filsafatnya, kita akan tahu tentag manusianya (Beerling, 1966:7 ) yang di miliki oleh manusia adalah kebudayaan. Yang berdiri di belakang kebudayaan itu adalah agama dan filsafat itu sendiri adalah bagian penting atau inti kebudayaan, Agama dalam arti tertentujuga merupakan inti kebudayaan.[1]
Sebaliknya berfilsafat berarti berpikir itu memang benar adanya karena, berfilsafat akan selalu berusaha untuk berpikir guna mencapai kebaikan dan mencari kebenaran dari berbagai teori atau ilmu-ilmu, maka dengan berfilsafat itu berarti penyelidikan tentang apanya, bagaimananya dan untuk apa, berpikir dengan mengacu pada kaidah-kaidah tertentu secara disiplin dan mendalam. Orang yang berfilsafat akan menggunakan pemikiran yang bermakna seperti:
a.       berfikir radikal, yaitu berfikir sampai keakar-akarnya dan tidak tanggung2 tidak ada sesuatu yang terlarang untuk dipikirkan.
b.      sistematik yaitu berfikir logis yang bergerak selangkah demi selangkah dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
c.       universal,yaitu berfikir secara menyeluruh tidak terbatas pada bagian2 tertentu tetapi 
C.     Filsafat ialah buah pikiran filosof
ini adalah kata lain bagi bagaimana cara memahaminya. Pertama sekali perlu kiranya diketahui bahwa isi filsafat amat luas. Luasnya itu disebabkan oleh luasnyna objel penelitian (objek materia) filsafat, yaitu yang segala yang ada dan mungkin ada. Sebab lain ialah filsafat merupakan cabang pengetahuan yang tertua, dan sebab yang ketiga adalah pendapat filosof tidak ada yang tidak layak dipelajari, tidak ada filsafat yang ketinggalan jaman.. Lalu, bagaimana menghadapinya.
Ada tiga macam metode mempelajari filsafat :
1. Metode sistematis
Berarti pelajar menghadapi karya filsafat. Misalnya mula-mula pelajar menghadapi teori pengetahuan yang terdiri   atas beberapa cabang filsafat. Setelah itu ia mempelajari teori hakikat yang merupakan cabang lain. Kemudian ia mempelajari teori nilai dan filsafat nilai.

2. Metode Historis
Digunakan bila para pelajar mempelajari filsafat dengan cara mengikuti sejarahnya, jadi sejarah pemikiran. Ini dilakukan dengan membicarakan tokoh demi tokoh menurut kedudukan dalam sejarah. Mulai dari membicarakan biografinya, teori pengetahuannya, teori hakikat maupun sampai teori nilainya.
3. Metode Kritis
Digunakan oleh mereka yang mempelajari filsafat tingkat intensif. Pelajar haruslah sedikit banyak memiliki pengetahuan filsafat. Pelajar filsafat pada tingkat pascasarjana sebaiknya menggunakan metode ini. Kritik itu mungkin dalam bentuk menentang, dapat juga berupa dukungan terhadap ajaran filsafat yang sedang ia pelajari. Ia mengkritik menggunakan pendapatnya sendiri.

D.     Objek Penelitian Filsafat
Tujuan berfilsafata ialah menemukan kebenaran yang sebenarnya. Jika kebenaran yang sebenarnya itu disusun secara sistematis, jadilah ia sistematika filsafat. Sistematika filsafat itu biasanya terbagi atas tiga cabang besar filsafat, yaitu teori pengetahuan, teori hakikat, dan teori nilai.
            Isi filsafat ditentukan oleh obyek apa yang dipikirkan. Obyek yang dipikirkan oleh filosof ialah segala yang ada dan mungkin ada. Jadi luas sekali. Obyek yang diselidiki oleh filsafat ini disebut obyek material, yaitu segala ada dan mungkin ada tadi. Tentang obyek material ini banyak yang sama dengan obyek material sains. Bedanya ialah dalam dua hal. Pertama, sains menyelidiki obyek material yang empiris, filsafat menyelediki obyek itu juga, tetapi bukan bagian yang empiris, melainkan bagian yang abstraknya. Kedua, obyek material filsafat yang memang tidak dapat diteliti oleh sains, seperti Tuhan, hari akhir, yaitu obyek material yang untuk selama-lamanya tidak empiris. Jadi, obyek material filsafat tetap saja lebih luas dari pada obyek material sains.[2]

Selain obyek material ada lagi obyek forma, yaitu sifat penyelidikan. Obyek forma filsafat ialah penyelidikan yang mendalam. Artinya ingin tahunya filsafat adalah ingin tahu bagian dalamnya. Kata mendalam artinya ingin tahu tentang obyek yang tidak empiris[3]
A.   Filsafat Yunani Kuno
Orang Yunani yang hidup pada abad ke-6 SM mempunyai sistem kepercayaan, bahwa segala sesuatunya harus diterima sebagai suatu kebenaran yang bersumber pda mitos atau dongeng-dongeng. Artinya, suatu kebenaran lewat akal pikir (logos) tidak berlaku, yang berlaku hanya suatu kebenaran yang bersumber pada mitos (dongeng-dongeng).
         Setelah pada abad ke -6 SM muncul sejumlah ahli pikir yang menentang adanya mitos. Mereka menginginkan pertanyaan tentang misteri alam semesta ini jawabannya dapat diterima akal (rasional). Keadaan yang demikian ini sebagai suatu demitologi, artinya suatu kebangkitan pemikiran untuk menggunakan akal pikir dan meninggalkan hal-hal yang sifatnya mitologi. Upaya para ahli pikir untuk mengarahkan kepada suatu kebebasan berpikir ini kemudian banyak orang yang mencoba membuat suatu konsep yang dilandasi kekuatan akal pikir secara murni.
Terdapat tiga faktor yang menjadikan filsafat Yunani lahir, yaitu:
1.      Bangsa Yunani yang kaya akan mitos (dongeng), di mana mitos dianggap sebagai awal dari upaya orang untuk mengetahui atau mengerti. Mitos-mitos tersebut kemudian disusun secara sistematis yang untuk sementara kelihatan rasional shingga muncul mitos selektif rasiona, seperti syair karya homerus, Orpheus dan lain-lain.[4]
2.      Karya sastra Yunani yang dapat diangap sebagai mendorong kelahiran filsafat Yunani, karya Homerus mempunyai kedudukan yang sangat penting untuk pedoman hidup orang-orang Yunani yang di dalamnya mengandung nilai-nilai edukatif.
3.      Pengaruh ilmu – ilmu pengetahuan yang bersal dari Babylonia (Mesir) di Lembah Sungai Nil. Kemudian berkat kemampuan dan kecakapnnya ilmu-ilmu tersebut dikembangkan sehingga mereka mempelajarinya tidak didasarkan pada aspek praktisnya saja, tetapi juga aspek teoritis kreatif.
Periode Yunani Kuno lazim disebut periode filsafat alam. dikatakan demikian, kaRena pada peiode ini ditandai dengan munculnya para ahli pikir alam, di mana arah dan perhatian pemikirannya kepada apa yang diamati di sekitarnya mereka membuat pernyataan-pernyataan tentang gejala alam yang bersifat filsafati (berdasarkan akal pikir) dan tidak berdasarkan pada  mitos. Mereka mencari asas yang pertama dari alam semesta yang sifatnya mutlak, yang berada di belakang segala sesuatu yang berubah.
B.   Filsafat Pra Socrates
Filsafat Pra Socrates adalah filsafat yang dilahirkan karena kemenangan akal atas dongeng yang diterima dari agama yang memberitahukan tentang asal muasal segala sesuatu baik di dunia maupun manusia para pemikir atau ahli filsafat yang disebut orang bijak yang mencari-cari  jawabannya sebagai akibat terjadinya alam semesta beserta isinya tersebut.
Pemikiran filusuf inilah yang memberikan asal muasal segala sesuatu baik di dunia maupun manusia yang menyaebabkan akal manusia tiak puas dengan keterangan dongeng tersebut dengan dimulai oleh akal manusia untuk mencari-cari dengan akalnya dari mana asal alam semesta yang menakjubkan itu.
Filsafat Pra Socrates dapat dikatakan bahwa mereka dalah filsafat alam artinya para ahli pikir yang menjadikan alam yang luas dan penuh keselarasan yang menjadi sasaran para ahli filsafat tersebut, atau objek pemikirannya adalah alam semesta. Tujuan filosofi mereka adlam memikirkan soal alam besar darimana terjadinya alam itulah yang menjadi sentral persoalan bagi mereka, pemikiran yang demikian itu merupakan pemikiran yang sangat maju, rasional dan radikal. Sebab pada waktu itu kebanyakan orang menerima begitu saja keadaan alam seperti apa yang dapat ditangkap dengan indranya, tanpa mempersoalkannya lebih jauh. Sedang di lain pihak orang cukup puas menerima keterangan tentang kejadian alam dari cerita nenek moyang.
Daftar Pustaka
Tafsir Ahmad, 2003, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra,   Bandung: Remaja Rosdakarya.
Noeng Muhadjir,2001, filsafat Ilmu Positivisme,Post Positivism, dan Post Modernisme, Yogyakarta:Rakesarasasin.
Bertrand Russell,2001, Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar



[1]Prof. Dr. Ahmad Tafasir. Filsafat Umum Akal dan hati sejak Thales sampai capra. Remaja Rosdakarya, bandung , hal 8
[2] Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati sejak Thales Sampai Capra,  Ramaja Rosdakarya. Bandung 2003, hal 44

[3] Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati sejak Thales Sampai Capra,  Ramaja Rosdakarya. Bandung 2003, hal 43
[4] Pro. Dr. H. Noeng Muhadjir. Filsafat Ilmu Positivesme, PostPositivisme, dan PostModernisme. Rakesarasin. 2001, hal 57

SHARE THIS

Author:

Penulis merupakan penulis bebas dan juga penggiat blockchain dan Cryptocurrency. Terima Kasih sudah berkunjung ke Blog Saya, bebas copy paste asal mencantumkan sumber sebagaimana mestinya.

0 comments: