Penulis; Tgk. Amriadi
Makna demokrasi berasal dari kata Yunani
yaitu Demokratia yang artinya kekuasaan Rakyat[1]
sedangkan musyawarah berasal dari kata Arab yaitu Syawara artinya
mengeluarkan madu dari sarang lebah.[2] Perbedaan antara Yunani
dan Arab itu sangat jauh berbeda, Islam munculnya di Arab sedangkan Yunani
munculnya Demokrasi. Kedua kata ini tidaklah sama artinya dan berbeda
pula tempat penggunaannya, Musyawarah digunakan dinegara Islam sedangkan
Demokrasi digunakan dinegara non Islam.
Sistem
musyawarah mendahulukan wahyu Allah sedangkan sistem demokrasi
mendahulukan akal hamba Allah, sehingga musyawarah tunduh dan patuh
kepada wahyu Allah yaitu Syariat Islam sedangkan demokrasi tunduk
dan patuh kepada akal manusia terbanyak sehingga hasilnya tidak luput dari hawa
nafsu kelompok terbanyak. Musyawarah hanya membolehkan yang benar
tetab benar yang salah tetab salah sesuai dengan syariat Allah sehingga musyawarah
tidak terjadi halalisasi yang haram dan haramisasi yang halal,
sedangkan demokrasi bisa membenarkan yang salah dan menyalahkan yang
benar tergantung suara terbanyak.[3]
Dari segi
sejarah demokrasi pertama kali muncul pada mazhab politik dan filsafat
Yunani kuno di negara kota Athena pada tahun 508 SM.
Sedangkan Musyawarah lahirnya dari Wahyu Allah Subhaanahu Wa Ta’ala.[4] Dan telah dijalankan oleh Rasulullah Saw.
Dengan para sahabatnya dalam berbagai permasalahan.[5]
Jadi sangat jelas kalau demokrasi itu tidak dekat dengan Islam sedangkan
musyawarah lahir dalam kitab petunjuk umat Islam. Jadi tidak salah
perkataan Asy-Syaikh Al-Maqdisiy Al-Imam bahwa sanya perbedaan demokrasi dan
musyawarah bagaikan langit dan bumi.[6]
Dalam masalah Aqidah musyawarah berdasar kalimatut
tauhid yang murni karena prinsip yang paling mendasar ini merupakan dienul
Islam yang telah dipilih oleh Allah
untuk para hambanya yang bertauhid. Maka barangsiapa datang dengan membawa kalimat
tersebut amalnya diterima, dan barang siapa yang datang dengan membawa dien-dien
(agama-agama) lain selainnya termasuk Demokrasi maka amalannya ditolak
dan dia termasuk orang-orang yang rugi.[7]
Lebih jauh lagi demokrasi memutuskan perkara dengan suara terbanyak
walaupun itu bertentangan dengan wahyu Allah,[8]
lebih lanjut di Indonesia hukum UUD 45 itu lebih tinggi dibandingkan wahyu
Allah.[9]
Lihatlah musyawarah dengan mengedepankan Wahyu Allah dan syariatnya
sehingga keputusan musyawarah tidak bertentangan dengan wahyu Allah.[10]
Katanya dinegara barat seperti Amerika mengklaim
bahwa mereka mengankat derajat perempuan tapi kenyataannya mereka merendahkan
perempuan, sebagai bukti pada tahun 1990 menurut laporan FBI rata-rata kasus
pemerkosaan terjadi 102.555 kasus yang dilaporkan,[11]
lalu bagaimana dengan yang tidak di laporkan. Lebih lanjut antara tahun
1992-1993 terdapat 1900 kasus pemerkosaan terjadi tiap hari.[12]
Inilah negara rajanya demokrasi, lebih lanjut laporan itu mengungkapkan
bahwa 16% yang dilaporkan, dari Departemen Kehakiman Amerika menyebutkan
307.000 kasus pemerkosaan terjadi pada tahun 1996, ini baru 31% yang
dilaporkan. Dari FBI mengungkap skitar 10% dari kasus tersebut yang ditangkap
dan 50% bebas dari pengadilan, jadi dari rata-rata kasus tersebut dapat kita
lihat bahwa jika seseorang melakukan pemerkosaan 125 kali maka dia berpeluang
untuk diadili hanya satu kali.[13]
Dimana letak kedilan di negara Demokrasi?.
Di negara musyawarah yang mengutamakan hukum Allah
dan syariatnya yaitu menganjurkan bagi wanita untuk mengenakan pakaian
yang menutup rapat tubuhnya, kecuali bagian yang diperbolehkan, akankah terjadi
pemerkosaan pada wanita. Lebih lanjut dalam negara musyawarah dengan
menegakkan hukum Allah akan menghukum mati para pelaku pemerkosaan, akankah
berani orang melakukannya.[14]
Musyawarah dilakukan pada
perkara-perkara yang langka, ada pun pada hal yang telah Allah dan Rasul
putuskan serta telah jelas hukumnya maka tidak perlu lagi untuk bermusyawarah.[15]
Sedangkan demokrasi selalu bertentangan dengan hukum Allah dan Rasulnya.
Demokrasi menolak syariat Islam dan melemahkan hukum Syuro.[16] Musyawarah
dalam Islam membedakan antara yang baik dan yang buruk sedangkan demokrasi
menyamakan keduanya. Oleh karena itu dalam musyawarah hanya orang yang
baik, cerdas dan berintergritas moral tinggi yang boleh memberikan pendapat.
Dalam demokrasi siapa saja boleh berpendapat baik itu koruptor, pelacur,
sampai monyet dan tunyul pun boleh ikut melancarkanya.[17]
Demokrasi berangkat dari
kekuasaan dari rakyat untuk rakyat sedangkan syuro berangkat dari musyawarah
didalamnya tidak ada unsur pembuat hukum yang tidak ada asal dalam syariat,
yang ada hanyalah mengembalikan perkara-perkara yang baru kepada perkara yang
sudah dikenal.[18]
Sedangkan demokrasi adalah sebaliknya. Dalam musyawarah
memberikan peluang yang sama antara yang kaya dan yang miskin, dalam demokrasi
melalui one man one vote telah memberikan peluang besar bagi yang kaya
untuk membeli suara yang miskin. Karena itu musyawarah melahirkan
pemimpin yang baik, berkualitas dan bertanggung jawab, dalam demokrasi
telah banyak melahirkan pemimpin yang tidak adil lagi korup, rakus dan
serakah serta selalu mengedepankan hawa nafsu individu dan kelompok
tertentu.[19]
Musyawrah tidak pernah akan jadi
basi sepanjang peradaban manusia karena Allah yang mensyariatkannya,
sedangkan demokrasi suatu saat pasti akan memuakkan dan akan
ditinggalkan serta akan gugat oleh manusia, karena demokrasi yang mensyariatkan
adalah akal manusia. Salah satu contohnya sosialisme yang sama persis
kufurnya dengan deomokrasi yaitu sama-sama hasil produk ciptaan akal
manusia, di era 60 dan 70-an sebagian besar pemimpin dunia mengira yang dapat
menyelamatkan manusia hanyalah sosialisme, apa hasilnya sekarang. Sosialissme
hancur dan musnah, orang yang pertama
kali mengingkarinya adalah penggegasnya sendiri.[20]
Begitu juga dengan sistem komunisme dan berbagai sistem lainnya yang
tersebar didunia, atas nama hasil produk akal manusia pasti akan hancur. Dalam
hal ini Allah menjelaskan dalam surat Al-Isra’ ayat 81:
ö@è%ur uä!%y` ,ysø9$# t,ydyur ã@ÏÜ»t6ø9$# 4 ¨bÎ) @ÏÜ»t7ø9$# tb%x. $]%qèdy ÇÑÊÈ (الاسراء: ٨١)[21]
Artinya:
“dan Katakanlah: "Yang benar telah datang dan yang batil telah
lenyap". Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.”
Sistem musyawarah tidak difardhukan
setiap saat, akan tetapi hukumnya berbeda-beda sesuai dengan waktu dan keadaan,
kadang kala musyawrah menjadi wajib dan dilain waktu musyawarah
tidak. Nabi Saw. Melakukan musyawarah untuk bergerak pada sebagian
peperangan, hal ini berbeda dengan menurut waktu dan keadaan. Sangatlah berbeda
dengan demokrasi yang menjadi keharusan bagi pengikutnya, para penguasa
dan pejabat selalu melakukannya dan menerapkan kepada rakyatnya. Padahal barang
siapa mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh Allah Subhaanahu Wa
Ta’ala. Berarti dia telah memperbudakkan manusia,[22]
barang siapa yang tidak ingin diperbudakkan maka jangan ikut sistem ini.
Lihatlah apa yang Allah wahyukan dalam hal ini.
|=Å¡yssùr& tûïÏ%©!$# (#ÿrãxÿx. br& (#räÏGt Ï$t6Ïã ÆÏB þÎTrß uä!$uÏ9÷rr& 4 !$¯RÎ) $tRôtGôãr& tL©èygy_ tûïÌÏÿ»s3ù=Ï9 ZwâçR ÇÊÉËÈ (الكهف: ١٠۲)[23]
Artinya:
“penolong selain Aku? Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka Jahannam
tempat tinggal bagi orang-orang kafir.” (QS. Al-Kahfi: 102)
Di Indonesia konon dalam ideologi
negara adalah musyawarah tetapi dalam dalam kehidupan tata negara
memakai sistem demokrasi. Lihatlah sejarah yang telah menumpahkan banyak
korban terhadap ideologi pancasila di Indonesia yang sistem musyawarah,
tetapi yang dijalan Demokrasi maka yang terjadi penolakkan dan perlanan
terhadap pemerintah sebagaimana yang terjadi pada masa DI/NII (Darul Islam/
Negara Islam Indonesia), GAM (Gerakan Aceh Mardeka) dan yang baru-baru ini adalah
kasus Abu Bakar Ba’syir (Amir Jamaah Anshorut Tauhid) yang menentang Ideologi
pancasila sampai sekarang masih dalam tahanan penjara.[24]
Di lain kesempatan para ormas Islam jelas-jelas
mengenginkan negara berdasarkan syariat Islam atau musyawarah seperti FUI,
FPI, JAT, MII dan lain-lainnya termasuk
parpol Islam yang terus memperjuangkan walaupun belum menemukan
hasilnya, begitu juga denga umat Islam yang mayoritas.[25]
Perlu diketahui perjaungan umat Islam lewat parlemen dari mardeka negara
Indonesia sampai saat ini belum ada yang bisa menegakkan Sistem Musyawrah
baik dari Parpol Islam maupun Ormas Islam melaui jalan damai demokrasi,
apakah masih perlu diperjuangkan lewat demokrasi dan ditegakkan demokrasi.
Dalam negara Demokrasi sosialis katanya pajak
rendak tapi cari uang sulit, dalam negara kapitalis demokrasi cari uang
mudah tapi pajak selangit. Di Indonesia yang ikut-ikutan demokrasi,
kenyataanya cari duit susah pajak menggigit, ada bagunan pencakar langit tanpa
menghiraukan bagunan yang berlapis bumi, yang pastinya semua negara
demokrasi yang kaya semakin kaya yang miskin semakin mati.[26]
Kayataannya di negara demokrasi monyet pun
bisa jadi presiden asal di setujui oleh suara terbanyak. Homosex, lesbi,
insex dan menikah dengan binatang serta tower juga bisa resmi asal
mendapatkan suara terbanyak, ganja, narkoba termasuk pelacuran dan sejenisnya
boleh diperjual belikan asal disetujui oleh suara terbanyak. Agama boleh
dihina, dinodai, boleh ini boleh itu termasuk mengaku sebagai Malaikat dan
Rasul pun boleh, bahkan menjadi tuhan pun tidak ada yang larang selama
disepakati suara terbanyak.[27]
Hal ini sangat disayang terdapat di
negara yang mayoritas Muslim sepeti Indonesia. Tentunya hal ini tidak
akan pernah terjadi negara yang menggunakan syariat Islam dan musyawarah.
Dalam negara yang
musyawarah menegakkan hukum Allah, dalam Islam sebuah sistem yang wajib
di bayar pertahun adalah Zakat. Hukum Islam menetabkan 2,5% dari simpanan
didermakan setiap tahun hitungan bulan bagi yang memenuhi nisab.[28]
Menghukumi pencuri dan perampok dengan memetong tangan sebagai mana landasan
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala.[29]
Sehingga angka kejahatan di negara musyawarah menurun bahkan jarang ada.
Keadilan tertinggi setelah sesorang meninggal dunia dia akan dibangkit dihari
kemudian dan tidak ada yang adil selain Allah dan Rasulnya, manusia biasa hanya
mampu melaksanakannya sesuai kadarnya saja sehingga landasan di negeri musyawarah
adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah dan mereka yakin akan hal ini.
Hitler membakar enam juta orang
yahudi selama kekuasaanya, seandainyai saat itu polisi dunia menangkapkannya,
hukuman apa yang pantas diberikan
dinegara itu tegak? Paling Banter yang bisa mereka berikan adalah
mengirim Hitler kekamar gas, tetapi hanya menghumi pembunuhan satu orang
yahudi. Bagaimana dengan 5.999.999 yahudi selebihnya. Tetapi keadilan Allah Subhaanahu
Wa Ta’ala. Bisa membakar Hitler enam juta kali di neraka.[30]
Dalam Al-Qur’an disebutkan:
¨bÎ) tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. $uZÏG»t$t«Î/ t$ôqy öNÍkÎ=óÁçR #Y$tR $yJ¯=ä. ôMpg¾ÖmW Nèdßqè=ã_ öNßg»uZø9£t/ #·qè=ã_ $yduöxî (#qè%räuÏ9 z>#xyèø9$# 3 cÎ) ©!$# tb%x. #¹Ítã $VJÅ3ym ÇÎÏÈ (انّساء: ٥٦)[31]
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami
masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti
kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. An-Nisa: 56)
Indonesia negara agraris dengan tanah yang sangat
Subur, anehnya kentang dan wortel
makanan kelenci sekaligus sayuran manusia sekarang impor, maritim dengan
lautan yang luas tetapi garam dan ikan impor. Negara yang subur akan
hidup apa yang ditanam tetapi rakyat Indonesia dipaksa menjadi tikus yang mati
kelaparan di ladang padi.[32]
Dalam sumber lain pasar textile dan farmasi 80% dikuasai asing,
Industri Tecnihnology 92% Impor.[33]
Apapun polimiknya negara Indonesia merupakan negara kita bersama dan
apapun sistem yang ada didalamnya merupakan sistem kita, yang harus diluruskan
yang tidak lurus dan selaras dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Sebagai contoh negara yang berperan musyawarah
dan berpodoman dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah Madinah yang
didirikan oleh Nabi Muhammad Saw. Dengan ada perjanjian dengan non Islam yang
dikenal dengan sebutan Piagam Madinah. Walaupu ada yang mengatakan Madinah
bukan negara Islam tetapi tidak ditemukan pula refrerensi mengenai Madinah
yang didirikan oleh nabi Saw. bukan negara Islam.[34]
[1]
http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi/19/desember/2013
[2]
www.wikipedia.org/wiki/musyawarah/19/Januari/2014
[3] Habib Rezieq Shihab, Wawasan
Kebangsaan Menuju NKRI Bersyariah, Jakarta: Suara Islam Press, 2013, hal.
44
[4] t(الشورى: ٣٨)...ûïÏ%©!$#ur (#qç/$yftGó$# öNÍkÍh5tÏ9 (#qãB$s%r&ur no4qn=¢Á9$# öNèdãøBr&ur 3uqä©
artinya:
“dan (bagi) orang-orang yang menerima
(mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarah antara mereka”...
[5] Syaikh Shafiyyur-Rahman
Al-Mubarakfury, Perj.Kathur Suhardi, Sirah Nabawiyah, Jakarta: Pustaka
At-Kautsar, Cet. VIII, 2000, hal, 328
[6] Abu Muhammad ‘Aashim Al
Maqdisiy, Perj. Abu Musa Ath Thoyyaar, Deomokrasi
Sesuai Dengan Islam?, Jakarta: Arrahmah Pres, hal. 42
[7] Ibid, hal. 12
[8] Ust. Abu Baqar Ba’syir, Tadzkiroh
II (Peringatan dan Nasehat Karena Allah),jakarta: JAT Media Center, Cet.
II, 2013, hal. 76
[9] Ibid, Hal. 84
[10] Habib Rezieq Shihab, Wawasan
Kebangsaan Menuju NKRI Bersyariah, hal. 44
[11] Dr. Zakir Naik, Mereka
bertanya Islam Menjawab, Solo: Aqwam, 2009, hal. 38
[12]Ibid, hal. 147
[13] Ibid, hal. 38
[14] Ibid, hal. 39
[15] Asy-Syaikh Abu Nahsr Muhammad
Bin Abdillah Al-Imam, Menggugat Demokrasi dan pemilu, Jakarta: Assunnah,
1417 H, hal. 40
[16] Ibid, 42
[17] Habib Rezieq Shihab, Wawasan
Kebangsaan Menuju NKRI Bersyariah, hal. 45
[18] Asy-Syaikh Abu Nahsr Muhammad
Bin Abdillah Al-Imam, Menggugat Demokrasi dan pemilu,hal. 42
[19] Habib Rezieq Shihab, Wawasan
Kebangsaan Menuju NKRI Bersyariah, hal. 45
[20]
Asy-Syaikh Abu Nahsr Muhammad
Bin Abdillah Al-Imam, Menggugat Demokrasi dan pemilu,hal. 32-33
[21] Departemen Agama, Al-Qur’an
Dan Terjemahan, Jakarta: Pustaka Al Fatih, 2009, hal. 290
[22] Ibid, 41
[23] Departemen Agama, Al-Qur’an
Dan Terjemahan, hal. 304
[24] Ahmad Mansur Suryanegara, Api
Sejarah 2, bandung: Salamadani, 2010, hal. 414
[25]
http://cvcn-news.blogspot.com/2014/04/jejak-pendapat-ormas-terhadap-nkri.html
[26] Habib Rezieq Shihab, Wawasan
Kebangsaan Menuju NKRI Bersyariah, hal. 110
[27] Ibid, Hal. 109-110
[28] Dr. Zakir Naik, Mereka bertanya
Islam Menjawab, hal. 35
[29] “laki-laki
yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al-Maidah: 38)
[30] Dr. Zakir Naik, Mereka
bertanya Islam Menjawab, hal. 33
[31] Kementrian Agama, Al-Qur’an
Dan Terjemahan, hal. 87
[32] Habib Rezieq Shihab, Wawasan
Kebangsaan Menuju NKRI Bersyariah, hal. 111
[33] IIBF (Indonesia Islamic Busines
Forum),Makalah, www.beliindonesia.com
[34] Frof. Dr. Faisal Ismail, MA, Membongkar
Keraguan Pemikiran Nurcholish Madjid seputar Isu Sekularisasi dalam Islam,
Jakarta, Lasswell, 2010, hal. 237-238
0 comments:
Post a Comment