Saturday, September 5, 2015

Darurat Komunis: Indonesia Negara Hukum Yang Melarang Komunis


PAYUNG HUKUM

TAP MPRS
K E T E T A P A N
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA
REPUBLIK INDONESIA
No. XXV/MPRS/1966

TENTANG
PEMBUBARAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA, PERNYATAAN
SEBAGAI ORGANISASI TERLARANG DISELURUH WILAYAH
NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAGI PARTAI KOMUNIS
INDONESIA DAN LARANGAN SETIAP KEGIATAN UNTUK
MENYEBARKAN ATAU MENGEMBANGKAN FAHAM ATAU AJARAN
KOMUNISME/MARXISME-LENINISME
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA
REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :
a.       Bahwa faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme pada inti hakekatnya bertentangan dengan Pancasila;
b.      Bahwa orang-orang dan golongan-golongan di Indonesia yang menganut faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Lenninisme, khususnya Partai Komunis Indonesia, dalam sejarah Kemerdekaan Republik Indonesia telah nyata-nyata terbukti beberapa kali berusaha merobohkan kekuasaan Pemerintah Republik Indonesia yang sah dengan jalankekerasan.
c.       Bahwa berhubung dengan itu, perlu mengambil tindakan tegas terhadap Partai Komunis Indonesia dan terhadap kegiatan-kegiatan yang menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme;

Mengingat      : Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 2 ayat (3);
Mendengar    : Permusyawaratan dalam rapat-rapat MPRS dari tanggal 20 Juni 1966 sampai
  dengan 5 Juli 1966.

M E M U T U S K A N :
Menetapkan: KETETAPAN TENTANG PEMBUBARAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA, PERNYATAAN SEBAGAI ORGANISASI TERLARANG DISELURUH WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN LARANGAN SETIAP KEGIATAN UNTUK MENYEBARKAN ATAU MENGEMBANGKAN FAHAM ATAU AJARAN KOMUNISME/MARXISMELENINISME.

Pasal 1
Menerima baik dan menguatkan kebijaksanaan Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/Pemimpin Besar Revolusi/ Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, berupa pembubaran Partai Komunis Indonesia, termasuk semua bagian organisasinya dari tingkat pusat sampai kedaerah beserta semua organisasi yang seazas/ berlindung/bernaung dibawahnya dan pernyataan sebagai organisasi terlarang diseluruh wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia, yang dituangkan dalam Keputusannya tanggal 12 Maret 1966 No. 1/3/1966, dan meningkatkan kebijaksanaan tersebut diatas menjadi Ketetapan MPRS.

Pasal 2
Setiap kegiatan di Indonesia untuk menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran Komunisme/ Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, dan penggunaan segala macam aparatur serta media bagi penyebaran atau pengembangan faham atau ajaran tersebut, dilarang.

Pasal 3
Khususnya mengenai kegiatan mempelajari secara ilmiah, seperti pada Universitas-universitas, faham Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam rangka mengamankan Pancasila, dapat dilakukan secara terpimpin, dengan ketentuan, bahwa Pemerintah dan DPR-GR diharuskan mengadakan perundang-undangan untuk pengamanan.

Pasal 4
Ketentuan-ketentuan diatas, tidak mempengaruhi landasan dan sifat bebas aktif politik luar negeri Republik Indonesia.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 5 Juli 1966.
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA
REPUBLIK INDONESIA
K e t u a,
ttd.
(Dr. A.H. Nasution)
Jenderal TNI
Wakil Ketua, Wakil Ketua
ttd. ttd.
(Osa Maliki) (H.M. Subchan Z.E.)
Wakil Ketua, Wakil Ketua,
ttd. ttd.
(M. Siregar). (Mashudi)
Brig.Jen. TNI
Sesuai dengan aslinya
Administrator Sidang Umum IV MPRS
ttd.
(Wilujo Puspo Judo)
Maj. Jen. T.N.I

PENJELASAN
K E T E T A P A N
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA
REPUBLIK INDONESIA
No.: XXV/MPRS/1966.

1.      Faham atau ajaran Komunisme dalam praktek kehidupan politik dan kenegaraan menjelmakan diri dalam kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan azas-azas dan sendi-sendi kehidupan Bangsa Indonesia yang ber- Tuhan dan beragama yang berlandaskan faham gotong royong dan musyawarah untuk mufakat.
2.      Faham atau ajaran Marx yang terkait pada dasar-dasar dan taktik perjuangan yang diajarkan oleh Lenin, Stalin, Mao Tse Tung dan lain-lain mengandung benih-benih dan unsur-unsur yang bertentangan dengan falsafah Pancasila.
3.      Faham Komunis/Marxisme-Leninisme yang dianut oleh PKI dalam kehidupan politik di Indonesia telah terbukti menciptakan iklim dan situasi yang membahayakan kelangsungan hidup Bangsa Indonesia yang berfalsafah Pancasila.
4.      Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas maka adalah wajar, bahwa tidak diberikan hak hidup bagi Partai Komunis Indonesia dan bagi kegiatankegiatan untuk memperkembangkan dan menyebarkan faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.


Keppres
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28 TAHUN 1975
TENTANG
PERLAKUAN TERHADAP MEREKA YANG TERLIBAT
G. 30. S/PKI GOLONGAN C
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang    :bahwa dipandang perlu untuk lebih menertibkan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan perlakuan terhadap mereka yang terlibat G.30.S/PKI, terutama yang menyangkut Golongan C, sehingga memudahkan para pelak­sana dalam pengetrapannya. 
Mengingat      :          
1.      Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945.
2.      Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041).
3.      Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966, tentang Pemberhentian/Pemberhentian Sementara Pegawai Negeri (Lembaran Negara Tahun 1966 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2797).
4.      Keputusan Presiden Nomor 300 Tahun 1968.
5.      Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban.          
M E M U T U S K A N
Menetapkan   : KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLAKUAN TERHADAP MEREKA YANG TERLIBAT G.30.S/PKI GOLONGAN C
Pasal 1
 Dalam Keputusan Presiden ini yang dimaksud dengan :
  1. Peristiwa pemberontakan G.30.S/PKI adalah peristiwa pengkhianatan/ pemberontakan yang dilancarkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) dan atau pengikut-pengikutnya terhadap Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 30 September 1965, termasuk gerakan/kegiatan persiapan serta gerakan kegiatan lanjutannya.
  2. Golongan C adalah mereka yang terlibat atau diduga terlibat secara tidak langsung dalam peristiwa pemberontakan G.30.S/PKI.
  3. Golongan C 1, adalah Golongan C yang menurut antenseden yang ada, pernah terlibat dalam "Peristiwa Madiun" dan setelah terjadinya peristiwa pemberontakan G.30.S/PKI, baik dalam tindakan-tindakan maupun ucapan-ucapannya cenderung untuk senantiasa menguntung­kan sisa-sisa G.30.S/PKI dan tidak secara tegas menentangnya wa­laupun menurut kondisi dan kemampuan yang wajar dimungkinkan un­tuk menentangnya.
  4. Golongan C 2, adalah Golongan C yang menjadi anggota biasa bekas organisasi massa terlarang yang seazas dengan/bernaung atau ber­lindung di bawah bekas PKI.
  5. Golongan C3, adalah Golongan C yang bersimpati kepada G.30.S/PKI melalui sikap lahir, perbuatan-perbuatan atau tulisan-tulisan, tapi tidak jelas peranannya dalam kegiatan-kegiatan secara phisik peristiwa pemberontakan G.30.S/PKI.
  6. Instansi Pemerintah adalah Departemen-departemen, Lembaga-lem­baga Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga-lem­baga Tinggi/Tertinggi Negara, Aparatur Pemerintah Pusat dan Pe­merintah Daerah, dan Perusahaan-perusahaan milik Negara. 
Pasal 2
1)      Apabila terhadap mereka yang termasuk Golongan C perlu dilakukan penangkapan dan penahanan untuk diproses lebih lanjut, maka perlu segera diadakan penyelesaian sesuai dengan Pasal 3 dan 4 Keputusan Presiden ini.
2)      Apabila mereka yang termasuk Golongan C itu berstatus Pegawai Negeri, mereka dapat diberhentikan sementara (diskors) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sejak saat pe­nahanannya sampai penentuan penggolongannya.
Pasal 3 
Langkah penyelesaian selanjutnya terhadap mereka yang termasuk Go­longan C dilakukan dengan membebaskan dari tahanan segera setelah dapat dilakukan penggolongannya menjadi Golongan C1, C 2, dan C 3 , dengan disertai keputusan penggolongan dan pembebasannya.
Pasal 4
1)      Selain langkah penyelesaian yang dimaksud dalam Pasal 3, maka terhadap Pegawai Negeri termasuk Pegawai/Karyawan Perusahaan milik Negara yang termasuk Golongan C dikenakan tindakan admi­nistratif sebagai berikut :
a.       Yang termasuk Golongan C 1 diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri.
b.      Yang termasuk Golongan C 2 dan C 3 dapat dikenakan tindakan administratif lainnya dengan memperhatikan berat ringannya ke­terlibatan mereka.     
2)      Ketentuan-ketentuan tindakan administratif dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh:
a.       Menteri Pertahanan-Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sepanjang mengenai Anggota Angkatan Ber­senjata Republik Indonesia.
b.      Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara sepanjang me­ngenai Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai/Karyawan Perusahaan milik Negara.



Pasal 5
Khusus bagi mereka yang termasuk Golongan C2 dan C3 yang pada waktu berlakunya Keputusan Presiden ini masih bekerja/dipekerjakan pada Instansi Pemerintah, berlaku ketentuan-ketentuan sebagai ber­ikut :
  1. Mereka dapat terus bekerja/dipekerjakan pada Instansi Pemerintah disertai dengan pembinaan dan pengawasan yang khusus sehingga menjadi warga negara yang baik.
  2. Mereka diberi kesempatan untuk memperbaiki diri sehingga apabila menunjukkan hasil yang baik dapat tetap dipekerjakan.
  3. Apabila mereka melakukan kegiatan yang membahayakan ke­amanan dan ketertiban masyarakat dan Negara, kepada me­reka dapat diadakan penindakan seperlunya berdasarkan ke­tentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 6
1)      Hal-hal yang mengenai pelaksanaan Keputusan Presiden ini dan penyelesaian lebih lanjut mengenai masalah yang berhubungan dengan pemberontakan G.30.S/PKI bagi Golongan C, diatur oleh Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban berdasarkan kebijaksanaan Keputusan Presiden ini.
2)      Terhadap mereka yang pada saat berlakunya Keputusan Presiden ini telah diberhentikan berdasarkan radiogram dan Surat Tele­gram Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Nomor TR-484/Kopkam/V/1973 tanggal 26 Mei 1973, STR-90/ Kopkam/VII/1974 tanggal 10 Juli 1974, STR-178/Kopkam/XI/1974 tanggal 25 Nopember 1974, diselesaikan pemberhentiannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 7
Ketentuan-ketentuan yang telah dikeluarkan sebelum ditetapkannya Keputusan Presiden ini, yang bertentangan dengan Keputusan Pre­siden ini dinyatakan tidak berlaku. 
Pasal 8
 Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 25 Juni 1975
­PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
S O E H A R T O
JENDERAL TNI.

Kepres
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 1990
TENTANG
PENELITIAN KHUSUS BAGI PEGAWAI NEGERI REPUBLIK INDONESIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a.           bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang semakin meningkat, diperlukan langkah-langkah guna mengamankannya dari segala ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan serta sekaligus memberikan jaminan bagi terpeliharanya stabilitas nasional dalam rangka terwujudnya tujuan pembangunan nasional tersebut;
b.          bahwa dengan memperhatikan peranan Pegawai Negeri Republik Indonesia dalam pelaksanaan pembangunan nasional, diperlukan pula upaya untuk secara terus menerus memelihara dan memantapkan kesetiaan dan ketaatan Pegawai Negeri Republik Indonesia terhadap Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah;
c.           bahwa langkah-langkah pemeliharaan dan pemantapan kesetiaan dan ketaatan aparatur Negara terhadap Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah, sekaligus merupakan upaya peningkatan kewaspadaan nasional terhadap ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan dari bahaya laten komunis;
d.          bahwa sehubungan dengan itu, dan berkenaan dengan telah dibentuknya Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional, dipandang perlu menetapkan ketentuan tentang penelitian khusus bagi Pegawai Negeri Republik Indonesia mengenai keterlibatannya dalam G.30-S/PKI dan organisasi terlarang lainnya.
Mengingat:
1.          Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2.          Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041);
3.           Undang-undang Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3369);
4.           Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 1988 tentang Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional.

MEMUTUSKAN:
Dengan mencabut Keputusan Presiden Nomor 300 Tahun 1968.
Menetapkan:
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENELITIAN KHUSUS BAGI PEGAWAI NEGERI REPUBLIK INDONESIA
Pasal 1
Dalam Keputusan Presiden ini yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Republik Indonesia, selanjutnya disebut Pegawai Negeri, adalah Pegawai Negeri Sipil dan Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Pasal 2
(1)       Untuk penerimaan baru Pegawai Negeri dilakukan penelitian khusus, yaitu bahwa pelamar yang bersangkutan tidak terlibat dalam Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia dan organisasi terlarang yang berkaitan dengan itu, yang selanjutnya dalam Keputusan Presiden ini disingkat G.30 S/PKI dan organisasi terlarang lainnya.
(2)       Untuk penerimaan baru prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dapat menetapkan persyaratan tambahan sesuai dengan kebutuhan.
(3)       Pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) merupakan bagian dari pemenuhan persyaratan penerimaan sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang mengenai kepegawaian dan Undang-undang mengenai prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia beserta peraturan pelaksanaannya.
Pasal 3
Penelitian khusus dilakukan lagi apabila kemudian diperoleh bukti atau petunjuk baru mengenai keterlibatan calon Pegawai Negeri atau Pegawai Negeri yang bersangkutan dalam G.30 S/PKI dan organisasi terlarang lainnya.
Pasal 4
Hasil penelitian khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 digunakan pula sebagai bahan mempertimbangkan pengangkatan Pegawai Negeri yang bersangkutan dalam jabatan tertentu.
Pasal 5
(1)       Penelitian khusus sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden ini dilaksanakan secara fungsional oleh Departemen, atau Lembaga Pemerintah Non Departemen, atau Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, atau Instansi Pemerintah lainnya, atau Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
(2)       Penelitian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh pejabat pelaksana yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, atau Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, atau Instansi Pemerintah lainnya, atau Gubernur/Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah yang bersangkutan dengan tetap memperhatikan pembinaan karier pejabat pelaksana tersebut.
(3)       Menteri, atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, atau Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, atau Instansi Pemerintah lainnya, atau Gubernur/Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah yang bersangkutan bertanggung jawab atas pelaksanaan penelitian khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 6
(1)       Dalam hal terdapat petunjuk mengenai keterlibatan Pegawai Negeri dalam G.30 S/PKI dan organisasi terlarang lainnya, Menteri atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, atau Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, atau Instansi Pemerintah lainnya, atau Gubernur/Bupati/Walikotamadya KDH mengirimkan hasil penelitian khusus tersebut kepada Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia selaku Ketua Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional (BAKORSTANAS) dalam rangka mengkoordinasikan penetapan penggolongan atau klasifikasi keterlibatannya.
(2)       Menteri, atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, atau Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, atau Instansi Pemerintah lainnya, atau Gubernur/Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah menetapkan penggolongan atau klasifikasi keterlibatan Pegawai Negeri dalam G.30 S/PKI dan organisasi terlarang lainnya serta mengambil tindakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sesuai dengan penggolongan atau klasifikasi tersebut.
(3)       Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia mengambil tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) apabila Pegawai Negeri yang bersangkutan adalah prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Pasal 7
(1)       Pembinaan pelaksanaan penelitian khusus di Departemen, atau Lembaga Pemerintah Non Departemen, atau Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, atau Instansi Pemerintah lainnya, atau Pemerintah Daerah dilakukan oleh Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia selaku Ketua BAKORSTANAS.
(2         Dalam rangka pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia selaku ketua BAKORSTANAS menggunakan unit organisasi di lingkungan Markas Besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang selama ini secara fungsional menyelenggarakan administrasi terpusat di bidang penertiban dan pembersihan aparatur Pemerintah/Negara dari G.30 S/PKI.
Pasal 8
Dalam rangka pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia selaku Ketua BAKORSTANAS menetapkan pedoman pelaksanaannya.
Pasal 9
Terhadap Pegawai Negeri yang berdasarkan hasil penelitian ternyata terlibat dalam gerakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dikenakan penindakan administratif.
Pasal 10
Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan penelitian yang diatur dalam Keputusan Presiden ini dibebankan kepada anggaran belanja Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, atau Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, atau Instansi Pemerintah lainnya, atau Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
Pasal 11
(1)       Seluruh hasil penertiban dan pembersihan aparatur Pemerintah/Negara yang berhubungan dengan G.30 S/PKI yang telah ada sebelum berlakunya Keputusan Presiden ini dinyatakan tetap berlaku.
(2        Hasil penertiban dan pembersihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan hasil penelitian khusus berdasarkan Keputusan Presiden ini.
(3)        Pembinaan dokumen dan berkas hasil penertiban dan pembersihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan hasil penelitian khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan secara terpusat oleh unit organisasi di lingkungan Markas Besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).
Pasal 12
(1)       Ketentuan mengenai penelitian khusus sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden ini berlaku pula bagi:
a.            penyaringan atau usul pengangkatan pejabat negara, sebagai bagian persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang mengaturnya;
b.          pegawai badan usaha tertentu milik Negara atau Daerah yang ditetapkan Menteri atau Gubernur/Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah yang membinanya.
(2)       Pelaksanaan penelitian khusus sebagaimana dimaksud dalam:
a.           ayat (1) huruf a diatur oleh Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia selaku Ketua BAKORSTANAS;
b.          ayat (1) huruf b dilakukan oleh pejabat yang diangkat oleh Menteri atau Gubernur/Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah yang bersangkutan.
Pasal 13
Ketentuan mengenai penelitian khusus ini diberlakukan pula terhadap Pegawai Negeri yang sampai dengan mulai berlakunya Keputusan Presiden ini belum pernah diadakan penelitian berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 300 Tahun 1968.
Pasal 14
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.



Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 17 April 1990
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SOEHARTO

 

 

PUTUSAN MUKTAMAR ALIM ULAMA SELURUH INDONESIA DI PALEMBANG DARI TGL 8 S/D 11 SEPTEMBER 1957

 

Muktamar ALim Ulama seluruh Indonesia yang berlangsung dari tanggal 8 s/d 11 September 1957 di Palembang (dengan peserta sebanyak 325 orang dan peninjau sebanyak 284 orang), setelah mendengar dan membahas secara mendalam tentang ideologi / ajaran komunisme, mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1.      Ideologi / ajaran komunisme dalam lapangan falsafah berisi atheisme, anti Tuhan dan anti agama,
2.      Ideologi / ajaran komunisme dalam lapangan poitik adalah anti demokrasi (diktator proletariat / istibdad),
3.      Ideologi / ajaran komunisme dalam lapangan sosial menganjurkan pertentangan dan perjuangan kelas,
4.      Ideologi / ajaran komunisme dalam lapangan ekonomi menghilangkan hak perseorangan,
5.      Ideologi / ajaran komunisme yang demikian itu bukan saja berlawanan dengan ajaran Islam pada khususnya dan agama-agama laiinya pada umumnya, akan tetapi merupakan tantangan dan serangan terhadap hidup keagamaan umumnya,

MEMUTUSKAN
1.      Ideologi / ajaran komunisme adalah kufur hukumnya, dan haram bagi umat Islam menganutnya,
2.      Bagi orang yang menganut Ideologi / ajaran komunisme dengan keyakinan dan kesadaran, kafirlah dia, tidak sah menikah dan menikahkan orang Islam, tiada pula pusaka mempusakai dan haram jenazahnya diselenggarakan secara Islam,
3.      Bagi orang yang memasuki organisasi / partai yang berideologi komunisme (PKI, SOBSI, Pemuda, Rakyat, dll) tidak dengan keyakinan dan kesadaran, sesatlah dia dan wajib bagi umat Islam menyeru mereka meninggalkan organisasi dan partai tersebut.
4.      Walaupun Republik Indonesia belum menjadi negara Islam, namun haram hukumnya bagi ummat Islam mengangkat / memilih kepala negara / pemerintah yang berideologi komunisme,
5.      Memperingatkan kepada Pemerinta RI agar bersikap waspada terhadap gerakan aksi subversif asing yang membantu perjuangan kaum komunis / atheis Indonesia,
6.      Mendesak kepada Presiden RI untuk mengeluarkan dekrit menyatakan PKI dan mantel organisasinya sebagai partai terlarang di Indonesia.

Majelis Pimpinan Alim Ulama Seluruh Indonesia 

Palembang, 11 September 1957

SHARE THIS

Author:

Penulis merupakan penulis bebas dan juga penggiat blockchain dan Cryptocurrency. Terima Kasih sudah berkunjung ke Blog Saya, bebas copy paste asal mencantumkan sumber sebagaimana mestinya.

0 comments: