Organisasi
Massa (Ormas) yang berasas Islam sangat banyak di Indonesia. Namun pada Orde
Baru (Orba) Ormas Islam pernah mengalami pergantian asas, yaitu asas tunggal
Pancasila di Zaman Soeharto. Karena yang tidak berasas Pancasila akan
dibubarkan waktu itu. Tapi ada Ormas Islam yang tertua namun tidak pernah mengantikan asasnya yaitu
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) pimpinan Mohammad Natsir sang pendiri
Republik Indonesia dengan Mosi Integralnya.
DDII
sekarang ini fokus pada da’wah perdalaman. Sebutkan saja program DDII Lampung
yang mencadangkan satu desa satu da’i. Program DDII pusat juga menegangkan yaitu
mencetak 1.000 da’I dengan Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah (STID) Mohammad Natsir.
Selain itu DDII juga mengambil motto “Selamatkan Indonesia Dengan Da’wah”. Hal
inilah yang memperjelas arah DDII dalam bergerak. Selain DDII yang berfokus
pada Da’wah Perdalaman juga ada Ormas lain yang se-misal dengannya yaitu
Hidayatullah.
Hidayatullah
juga sangat fokus pada da’wah perdalaman, ada beberpa kisah da’I Hidayatullah
yang saya baca di Majalah Hidayatullah. Sangat terharu, tanpa diketahui jalan
kemana arah yang harus dituju mereka ditugaskan untuk berda’wah diperdalaman.
Bahkan ada yang sampai harus makan daun disana, hal yang sama juga dialami oleh
para da’I DDII yang ditugaskan di perdalaman, perbatasan dan pulau-pulau kecil
diseluruh Indonesia. Mereka memang tidak pernah berharap untuk berkompetisi
seperti da’I di kota yang digandrongi oleh media.
Baik
DDII maupun Hidayatullah yang memiliki sedikit perbedaan, tapi tetap kota
Jakarta sebagai sarana publik yang digunakan untuk memfasilitasi kegiatan da’wah
diperdalaman. Media komunikasi publik DDII sebenar lebih banyak medianya dibandingkan
Hidayatullah. Namun DDII macet lantaran manajemen yang belum pas. Tapi
Hidayatullah dengan Majalahnya berkembang pesat diseluruh Indonesia. Dan bahkan
oplahnya semakin meningkat. Selain Majalah Hidayatullah juga lebih maju dengan
Wabsitenya hidaytullah.com.
Kontor
Ormas Islam yang terpampang di Kota Jakarta memiliki nilai pembangunan kota itu
tersendiri. Bahkan ada Ormas Islam yang fokus terhadap pembangunan kota.
Sebutkan saja yang sering saya amati yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama
(NU). Muhammadiyah sangat terlihat dengan jelas arah penggerakkannya dengan
mendirikan Sekolah-Sekolah dan Universitas. Sehingga Muhammadiyah sangat
terkenal dengan sang pencerah, artinya mereka mencerahkan bangsa dari
keterbelakangan dengan pendidikan yang memadai.
Hal
yang serupa juga terdapat pada tubuh NU, tetapi NU lebih dikenal dengan sang
Kiyai karena memang banyak mendirikan Pondok Pesantren. Baru beberpa tahun
terakhir ini NU merencanakan untuk melakukan pembangunan Sekolah-sekolah dan
Universitas. Bahkan selama Saiq Aqil Siradj meminpin NU sangat jelas
perkembangan pembangunan penguruan tinggi olehnya. Walaupun tidak bisa
dipungkiri dengan ada Saiq Aqil didalam tubuh NU mendapatkan masalah yang
besar, terutama dalam masalah pemikiran.
Baik
Muhammadiyah maupun NU mereka memiliki ruang publik tersendiri dalam menata
komunikasi dengan masyarakat, dalam mengembangkan nilai-nilai keIslaman didalam
kehidupan bermasyarakat. Dengan semakin maju sebuah Ormas, maka semakin
professional mereka dalam menata ruang publik dan komunikasi kepada masyarakat.
Tentunya semua Ormas yang ada di Indonesia memiliki tujuan yang berbeda dan
begitu juga dengan cara pandang mereka kedepan. Semua itu dilakukan untuk
kemajuan bangsa Indonsia ini.
Komunikasi
publik yang unik memang terdapat pada Jamaah Tabligh (JT). JT memang memiliki
karakteristik da’wah yang beda dengan yang lain termasuk DDII dan Hidayutullah.
Cara menyampaikan pesan kepada masyarakat JT lebih kepada berjamaah. Sebutkan
saja program bulanan mereka yang mabit ke masjid-masjid selama tiga hari tiga malam,
seperti yang pernah penulis tukarkan cerita dengan seorang aktivis JT disebuah
masjid di Kemayoran.
Mereka
melakukan da’wah sambil mabit di Masjid dengan kegiatan siraman rohani,
walaupun warga tidak ada yang ikut, tapi pesan yang mereka sampaikan terdengar
oleh masyarakat sekitar masjid karena mengunakan Toa. Sehingga banyak para
maksiat yang bertaubat lantaran da’wahnya JT, disisi lain setelah bertaubat dan
JT pergi tidak yang membimbing lagi. Dan tentunya akan mengulangi kepada
kegiatan kemaksiatan seperti yang dia lakukan sebelumnya.
Nilai
positif lainnya dengan mabit para jamaah JT maka akan kelihatan ramai di masjid
yang biasanya sepi. Sehingga membuat motivasi tersendiri para jamaah masjid
setempat untuk ikut bersama JT dalam mendengarkan ceramah dari mereka. JT juga
memiliki nilai negatif dimata sebagian dari kita, dikarena dengan perginya
mereka berda’wah berhari-hari dan bahkan berbulan-bulan bagaimana denga
Istrinya yang tinggal dirumah. Namun hal ini tertutupi dengan banyak kegiatan
JT diluar. Jadi komunikasi JT dalam mengembangkan da’wah kepada masyarakat
memang efektif. Dan patut untuk ditiru oleh yang ormas Islam lainnya, tentunya
dengan tetap memperhatikan sang Istri dan anak-anak yang dirumah.
Inilah
beberapa Ormas Islam yang penulis amati selama ini, dan mereka memiliki ruang
publik untuk menyampaikan aspirasi yang melembaga kepada pemerintah. Semoga
saja dengan banyak ormas Islam di Indonesia dan saling mendukung satu sama
lain. Karakteristik yang berbeda tidak ada permasalahan selama saling
menghargai satu sama lain.
0 comments:
Post a Comment