Menimbang Kesesatan Syiah
Oleh: Abdurrahman Arif
(Mahasiswa STID Mohammad Natsir)
Mukadimah
Selama ini, mayoritas
orang selalu menganggap Syiah bagian dari Islam. Mayoritas kaum muslimin di
seluruh dunia sendiri menilai bahwa menentukan sikap terhadap Syi’ah adalah
sesuatu yang sulit dan membingungkan. Ini disebabkan beberapa hal mendasar
yaitu kurangnya informasi tentang Syi’ah. Syi’ah, di kalangan mayoritas kaum
muslimin adalah eksistensi yang tidak jelas, tidak diketahui apa hakikatnya,
bagaimana berkembang, tidak melihat bagaimana sejarahnya, dan tidak dapat
diprediksi bagaimana di kemudian hari. Berangkat dari hal-hal tersebut,
akhirnya orang Islam yang umum meyakini Syi’ah tak lain hanyalah salah satu
mazhab Islam, seperti mazhab Syafi’i, Maliki dan sejenisnya.
Tapi sesungguhnya ada
perbedaan antara Syiah dan Islam. Bisa dikatakan, Islam dengan Syiah serupa
tapi tak sama. Secara fisik, sulit sekali membedakan antara penganut Islam
dengan Syiah, namun jika diteliti lebih jauh dan lebih mendalam lagi—terutama
dari segi aqidah—perbedaan di antara Islam dan Syiah sangatlah besar.
Ibaratnya, Islam dan Syiah seperti minyak dan air, hingga tak mungkin bisa
disatukan.
Tidak seperti kebiasaan
firqah-firqah Islam yang lain, syi’ah menyampaikan dan menyebarkan ajaranya
dengan mengunakan senjata Taqiyah, yaitu menampakan atau mengucapkan sesuatu yang bertentangan dengan isi hati-nya,
atau dengan bahasa yang populer Munafiq.
Taqiyah
bagi Syi’ah adalah sembilan persepuluh agama, wajib dilakukan dan
tidak boleh ditinggalkan sampai Imam Mahdi datang. Barang siapa meninggalkan Taqiyah
sebeu datangnya imam mahdi, maka telah keluar dari agama Allah dan dari agama Syi’ah Imamiyyah dan menentang
Allah dan Rasul-Nya.
*****
Kriteria Ajaran
dan Aliran Kesesatan
Mengenal
atau mengetahui ciri-ciri dan sifat-sifat ajaran aliran sesat tidaklah mudah,
apalagi jika tidak memahami ajaran Islam secara baik dan sempurna. Karena
sebagian dari mereka menamakan organisasinya dengan nama-nama Islam, sehingga
orang-orang yang tidak mempunyai ilmu memahaminya sebagai ajaran Islam dan sangat
mudah diprovokasi lalu ikut ajaran tersebut karena janji-janji dan imbalan yang
menggiurkan.
Dalam
hal ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan beberapa ciri untuk
mengenali sebuah aliran atau pemahaman itu menyimpang. Sepuluh kriteria aliran
sesat yang ditetapkan Majelis Ulama Indonesia dalam Rakernas tanggal 06
November 2007 adalah:[1]
1.
Mengingkari
salah satu dari rukun iman yang enam yakni beriman kepada Allah, kepada
malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada rasul-rasul-Nya, kepada hari
Akhirat, kepada qadla dan qadar dan rukun Islam yang lima yakni mengucapkan dua
kalimat syahadat, mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan
Ramadhan, menunaikan ibadah haji.
2.
Meyakini dan
atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dalil syar’i (Al-Qur’an dan As-Sunnah).
3.
Meyakini
turunnya wahyu setelah Al-Qur’an.
4.
Mengingkari
otentisitas dan atau kebenaran isi Al-Qur’an.
5.
Melakukan
penafsiran Al-Qur’an yang tidak berdasarkan kaidah tafsir.
6.
Mengingkari
kedudukan hadits Nabi sebagai sumber ajaran Islam.
7.
Melecehkan dan
atau merendahkan para Nabi dan Rasul.
8.
Mengingkari
Nabi Muhammad sebagai Nabi dan Rasul
terakhir.
9.
Mengubah,
menambah dan atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah,
seperti haji tidak ke Baitullah, shalat fardlu tidak lima waktu.
10.
Mengkafirkan
sesama muslim tanpa dalil syar’i, seperti mengkafirkan muslim hanya karena
bukan kelompoknya.
*****
Pengertian Syi’ah
Syi’ah secara etimologi
bahasa berarti pendukung atau pembela,[2]
sekte dan golongan seseorang. Adapun menurut terminologi syariat bermakna:
Mereka yang berkedok dengan slogan kecintaan kepada Ali bin Abi Thalib beserta
anak cucunya bahwasanya Ali bin Abi Thalib lebih utama dari seluruh shahabat
dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian
pula anak cucu sepeninggal beliau.[3]
Adapun menurut terminologi syariat, syiah
bermakna mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abu Thalib lebih utama dari
seluruh sahabat dan lebih berhak untuk menjadi khalifah kaum muslimin, begitu
pula sepeninggal beliau[4]
Abdullah bi Saba’
mengenalkan ajarannya secara terang-terangan dan menggalang massa untuk
memproklamasikan bahwa kepemimpinan (imamah) sesudah Nabi Muhammad saw
seharusnya jatuh ke tangan Ali bin Abi Thalib karena suatu nash (teks) Nabi
saw. Menurut Abdullah bin Saba’, Khalifah Abu Bakar, Umar dan Utsman telah
mengambil alih kedudukan tersebut.[5]
Abdullah bi Shaba menampakkan sikap ekstrem di dalam memuliakan Ali, dengan
suatu slogan bahwa Ali yang berhak menjadi imam (khalifah) dan ia adalah
seorang yang ma’shum (terjaga dari segala dosa).
Keyakinan itu
berkembang terus-menerus dari waktu ke waktu, sampai kepada menuhankan Ali bin
Abi Thalib. Berhubung hal itu suatu kebohongan, maka diambil suatu tindakan
oleh Ali bin Abi Thalib, yaitu mereka dibakar, lalu sebagian dari mereka
melarikan diri ke Madain.
Pada periode abad
pertama Hijriah, aliran Syi’ah belum menjelma menjadi aliran yang solid.
Barulah pada abad kedua Hijriah, perkembangan Syiah sangat pesat bahkan mulai
menjadi mainstream tersendiri. Pada waktu-waktu berikutnya, Syiah bahkan
menjadi semacam keyakinan yang menjadi trend di kalangan generasi muda Islam:
mengklaim menjadi tokoh pembaharu Islam, namun banyak dari pemikiran dan
prinsip dasar keyakinan ini yang tidak sejalan dengan Islam itu sendiri.
*****
Sejarah
Singkat Munculnya syia’ah
Syiah mulai muncul setelah pembunuhan
khalifah Utsman bin ‘Affan. Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar, masa-masa
awal kekhalifahan Utsman yaitu pada masa tahun-tahun awal jabatannya, Umat
islam bersatu, tidak ada perselisihan. Kemudian pada akhir kekhalifahan Utsman
terjadilah berbagai peristiwa yang mengakibatkan timbulnya perpecahana,
muncullah kelompok pembuat fitnah dan kezhaliman, mereka membunuh Utsman,
sehingga setelah itu umat islam pun berpecah-belah.
Pada masa kekhalifahan Ali juga muncul
golongan syiah akan tetapi mereka menyembunyikan pemahaman mereka, mereka tidak
menampakkannya kepada Ali dan para pengikutnya.
Saat itu mereka terbagi menjadi tiga
golongan.
- Golongan yang menganggap Ali sebagai Tuhan. Ketika
mengetahui sekte ini Ali membakar mereka dan membuat parit-parit di depan
pintu masjid Bani Kandah untuk membakar mereka. Imam Bukhari meriwayatkan
dalam kitab shahihnya, dari Ibnu Abbas ia mengatakan, “Suatu ketika Ali
memerangi dan membakar orang-orang zindiq (Syiah yang menuhankan Ali).
Andaikan aku yang melakukannya aku tidak akan membakar mereka karena Nabi
pernah melarang penyiksaan sebagaimana siksaan Allah (dibakar), akan
tetapi aku pasti akan memenggal batang leher mereka, karena Nabi bersabda:
من بدل دينه فاقتلوه
Artinya; “Barangsiapa yang
mengganti agamanya (murtad) maka bunuhlah ia”
- Golongan Sabbah (pencela). Ali mendengar
tentang Abu Sauda (Abdullah bin Saba’) bahwa ia pernah mencela Abu Bakar
dan Umar, maka Ali mencarinya. Ada yang mengatakan bahwa Ali mencarinya
untuk membunuhnya, akan tetapi ia melarikan diri
- Golongan Mufadhdhilah, yaitu mereka yang
mengutamakan Ali atas Abu Bakar dan Umar. Padahal telah diriwayatkan
secara mutawatir dari Nabi Muhammad bahwa beliau
bersabda;
خير هذه الأمة بعد نبيها أبو بكر ثم عمر
Artinya; “Sebaik-baik umat ini
setelah nabinya adalah Abu Bakar dan Umar”.
Riwayat semacam ini
dibawakan oleh imam Bukhari dalam kitab shahihnya, dari Muhammad bin Hanafiyyah
bahwa ia bertanya kepada ayahnya, siapakah manusa terbaik setelah Rasulullah,
ia menjawab Abu Bakar, kemudian siapa? dijawabnya, Umar.
Dalam sejarah syiah mereka terpecah
menjadi lima sekte yang utama yaitu Kaisaniyyah, Imamiyyah (rafidhah),
Zaidiyyah, Ghulat dan Ismailliyah. Dari kelima sekte tersebut lahir sekian banyak
cabang-cabang sekte lainnya.
Dari lima sekte tersebut yang paling
penting untuk diangkat adalah sekte imamiyyah atau rafidhah yang sejak dahulu
hingga saat ini senantiasa berjuang keras untuk menghancurkan islam dan kaum
muslimin, dengan berbagai cara kelompok ini terus berusaha menyebarkan berbagai
macam kesesatannya, terlebih setelah berdirinya negara syiah, Iran yang
menggulingkan rezim Syah Reza Pahlevi.
Rafidhah menurut bahasa arab bermakna
meninggalkan, sedangkah dalam terminologi syariat bermakna mereka yang menolak
kepemimpinan abu bakar dan umar, berlepas diri dari keduanya, mencela lagi
menghina para sahabat nabi.
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata,
“Aku telah bertanya kepada ayahku, siapa Rafidhah itu?” Maka beliau menjawab,
“Mereka adalah orang-orang yang mencela Abu Bakr dan Umar.”[6]
Sebutan “Rafidhah” ini erat kaitannya
dengan Zaid bin ‘Ali bin Husain bin ‘Ali bin Abu Thalib dan para pengikutnya
ketika memberontak kepada Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan di tahun 121 H.[7]
Syaikh Abul Hasan al-Asy’ari berkata,
“Tatkala Zaid bin ‘Ali muncul di Kufah, di tengah-tengah para pengikut yang
membai’atnya, ia mendengar dari sebagian mereka celaan terhadap Abu Bakr dan
‘Umar. Ia pun mengingkarinya, hingga akhirnya mereka (para pengikutnya)
meninggalkannya. Maka beliaupun mengatakan kepada mereka:
رَفَضْتُمُوْنِي؟
Artinya; “Kalian tinggalkan aku?”
Maka dikatakanlah bahwa penamaan
mereka dengan Rafidhah dikarenakan perkataan Zaid kepada mereka “Rafadhtumuunii.”[8] Demikian
pula yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’
Fatawa (13/36).
Pencetus paham syiah ini adalah
seorang yahudi dari negeri Yaman (Shan’a) yang bernama Abdullah bin saba’ al-himyari,
yang menampakkan keislaman di masa kekhalifahan Utsman bin Affan.
Abdullah bin Saba’ mengenalkan
ajarannya secara terang-terangan, ia kemudian menggalang massa, mengumumkan
bahwa kepemimpinan (imamah) sesudah Nabi Muhammad seharusnya jatuh ke tangan
Ali bin Abi Thalib karena petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (menurut
persangkaan mereka).
Menurut Abdullah bin Saba’, Khalifah
Abu Bakar, Umar dan Utsman telah mengambil alih kedudukan tersebut. Dalam
Majmu’ Fatawa, 4/435, Abdullah bin Shaba menampakkan sikap ekstrem di dalam
memuliakan Ali, dengan suatu slogan bahwa Ali yang berhak menjadi imam
(khalifah) dan ia adalah seorang yang ma’shum (terjaga dari segala dosa).
Keyakinan itu berkembang terus-menerus
dari waktu ke waktu, sampai kepada menuhankan Ali bin Abi Thalib. Ali yang
mengetahui sikap berlebihan tersebut kemudian memerangi bahkan membakar mereka
yang tidak mau bertaubat, sebagian dari mereka melarikan diri.
Abdullah bin Saba’, sang pendiri
agama Syi’ah ini, adalah seorang agen
Yahudi yang penuh makar lagi buruk. Ia disusupkan di tengah-tengah umat Islam
oleh orang-orang Yahudi untuk merusak tatanan agama dan masyarakat muslim. Awal
kemunculannya adalah akhir masa kepemimpinan Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan.
Kemudian berlanjut di masa kepemimpinan Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib. Dengan
kedok keislaman, semangat amar ma’ruf nahi mungkar, dan bertopengkan tanassuk
(giat beribadah), ia kemas berbagai misi jahatnya. Tak hanya aqidah sesat
(bahkan kufur) yang ia tebarkan di tengah-tengah umat, gerakan provokasi massa
pun dilakukannya untuk menggulingkan Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan. Akibatnya,
sang Khalifah terbunuh dalam keadaan terzalimi. Akibatnya pula, silang pendapat
diantara para sahabat pun terjadi.[9]
*****
Pandangan,
Fatwa, dan Rekomendasi yang Mengatakan Syi’ah Itu Sesat
1.
Fatwa MUI Pusat
Tahun 1984Tentang Faham Syi’ah
Sejak
tahun 1984 MUI Pusat telah memfatwa Syi’ah sebagai sekte sesat, berikut
kutipannya:
FATWA MUI TENTANG SYI’AH
Majelis
Ulama Indonesia dalam Rapat Kerja Nasional bulan Jumadil Akhir 1404 H/Maret
1984 M merekomendasikan tentang faham Syi’ah sebagai berikut:
Faham
Syi’ah sebagai salah satu faham yang terdapat dalam dunia Islam mempunyai
perbedaan-perbedaan pokok dengan mazhab Sunni (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah) yang
dianut oleh Umat Islam Indonesia. Perbedaan itu di antaranya :
1.
Syi’ah
menolak hadits yang tidak diriwayatkan oleh Ahlul Bait, sedangkan Ahlus Sunnah
wal Jama’ah tidak membeda-bedakan asalkan hadits itu memenuhi syarat ilmu
musthalah hadits.
2.
Syi’ah
memandang “Imam” itu ma ‘sum (orang suci), sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah
memandangnya sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kekhilafan
(kesalahan).
3.
Syi’ah
tidak mengakui Ijma’ tanpa adanya “Imam”, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ ah
mengakui Ijma’ tanpa mensyaratkan ikut sertanya “Imam”.
4.
Syi’ah
memandang bahwa menegakkan kepemimpinan/pemerintahan (imamah) adalah termasuk
rukun agama, sedangkan Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) memandang dari segi
kemaslahatan umum dengan tujuan keimamahan adalah untuk menjamin dan melindungi
dakwah dan kepentingan umat.
5.
Syi’ah
pada umumnya tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar As-Shiddiq, Umar Ibnul
Khatthab, dan Usman bin Affan, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengakui
keempat Khulafa’ Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali bin Abi Thalib).
Mengingat
perbedaan-perbedaan pokok antara Syi’ah dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah seperti
tersebut di atas, terutama mengenai perbedaan tentang “Imamah” (pemerintahan)”,
Majelis Ulama Indonesia mengimbau kepada umat Islam Indonesia yang berfaham
Ahlus Sunnah wal Jama’ah agar meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan
masuknya faham yang didasarkan atas ajaran Syi’ah.
Ditetapkan;
Jakarta, 7 Maret 1984 M / 4 Jumadil Akhir 1404 H.
Komisi
Fatwa Majelis Ulama Indonesia
|
|
Ketua
Prof. K.H. Ibrahim Hosen, LML
|
Sekretaris
H. Musytari Yusuf, LA
|
2.
Keputusan Fatwa
MUI Propinsi Jawa Timur
KEPUTUSAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) PROP.
JAWA TIMUR
No. Kep-01/SKF-MUI/JTM/I/2012
Tentang:
TENTANG KESESATAN AJARAN SYI’AH
Majelis Ulama Indonesia Propinsi Jawa Timur pada sidang hari
Sabtu, Tanggal 21 Januari 2012
Membaca:
1.
Surat Dewan Pimpinan MUI Kabupaten
Bangkalan No. 26/26-XV/DP-MUI/BKL/XII/2011 tertangal 17 Desember 2011 tentang
Permohonan Ketetapan Aliran Syi’ah.
2.
Surat Dewan Pimpinan MUI Kabupaten
Sampang No.A-034/MUI/Spg/XII/2011 tertanggal 30 Desember 2011 tentang Laporan
Peristiwa di Desa Karang Gayam.
3.
Surat Keputusan Rapat Koordinasi
MUI Kabupaten/Kota Se Koordinatoriat Wilayah (Korwil) Surabaya No. 01/Korwil/Sby/I/2012
tertanggal 12 Januari 2012 tentang Aliran Syi’ah yang isinya meminta kepada MUI
Provinsi Jawa Timur untuk melakukan kajian dan penetapan fatwa Syi’ah.
4.
Surat Keputusan Rapat Koordinasi
MUI Kabupaten/Kota Se Koordinatoriat Wilayah (Korwil) Besuki No.
01/MUI/Besuki/I/2012 tertanggal 13 Januari 2012 tentang Aliran Syi’ah yang
isinya meminta kepada MUI Provinsi Jawa Timur untuk melakukan kajian dan
penetapan fatwa Syi’ah.
5.
Rekomendasi Hasil Musyawarah Badan
Shilaturrahmi Ulama Pesantren Madura (BASSRA) Selasa, 03 Januari 2012 yang
salah satu isinya meminta agar MUI Provinsi Jawa Timur mengeluarkan fatwa
tentang ajaran Syi’ah.
6.
Surat dari Jam’iyah Ahlussunnah wal
Jama’ah Bangil Pasuruan No. 025/ASWAJA/I/2012 tertanggal 10 Januari 2012
tentang Permohonan Fatwa Sesat Ajaran Syi’ah.
7.
Surat Dewan Pimpinan MUI Kabupaten
Gresik No. 003/MUI/KAB.G/I/2012 tertangal 19 Januari 2012 tentang Laporan
Keberadaan Syi’ah di Gresik.
8.
Pernyataan Sikap Gerakan Umat Islam
Bersatu (GUIB) Jatim tanggal 17 Januari 2012 menyikapi kasus Sampang dan ajaran
Tajul Muluk.
9.
Pernyataan Sikap 83 ulama Pondok
Pesantren menyikapi aliran yang dibawa oleh saudara Tajul Muluk tangal 10
Januari 2012.
10.
Pernyataan Sikap PCNU Sampang No.
255/PC/A.2/L-36/I/2012 menyikapi ajaran yang dibawa oleh saudara Ali
Murtadlo/Tajul Muluk.
11.
Laporan Hasil Investigasi Kasus
Aliran Syi’ah di Kabupaten Sampang Propinsi Jawa Timur tanggal 9 April 2011
12.
Buku-buku kajian tentang faham
Syi’ah antara lain:
a. Al-Milal wa al-Nihal karya al-Syahratstani (hal.
198-203)
b. Al-Fishal fi al-Milal wa al-Ahwa wa al-Nihal karya Ibn Hazm
c. Export Revolusi Syi’ah ke Indonesia karya Achmad Zein Alkaf (al-Bayyinat)
d. Dialog Apa dan Siapa Syi’ah karya Achmad Zein Alkaf (al-Bayyinat)
e. Mengenal Syi’ah Karya Achmad Zein Alkaf
(al-Bayyinat)
f.
Syi’ah Bukan Islam? Karya Lajnah Ilmiyah HASMI
g. Tulisan Abdurrahman Aziz “Siapakah Pendiri Syi’ah”.
Menimbang:
1.
Bahwa berdasarkan laporan dari
masyarakat dan para ulama di beberapa daerah di Jawa Timur dinyatakan bahwa
faham Syi’ah Imamiyah Itsna Asyariyah (menggunakan nama samaran Madzhab Ahlul
Bait dan semisalnya) telah tersebar di beberapa daerah di Jawa Timur.
2.
Bahwa adanya indikasi penyebaran
faham Syi’ah Imamiyah Itsna Asyariyah (menggunakan nama samaran Madzhab Ahlul
Bait dan semisalnya) dilakukan secara masif kepada warga yang menganut faham
ahlu al-sunnah wa al-jama’ah.
3.
Bahwa telah ditemukan indikasi di
beberapa daerah penyebaran faham Syi’ah Imamiyah Itsna Asyariyah (menggunakan
nama samaran Madzhab Ahlul Bait dan semisalnya) dilakukan kepada warga yang
menganut faham ahlu al-sunnah wa al-jama’ah dari kalangan tidak mampu disertai
dengan pemberian dalam bentuk santunan.
4.
Bahwa praktik-praktik penyebaran
faham Syi’ah Imamiyah Itsna Asyariyah (menggunakan nama samaran Madzhab Ahlul
Bait dan semisalnya) yang dilakukan secara masif terhadap masyarakat yang
berfaham ahlu al-sunnah wa al-jama’ah, jelas-jelas berpotensi menyulut
keresahan dan konflik horisontal.
5.
Bahwa berdasarkan penelitan saat
ini tidak kurang dari 63 lembaga berbentuk Yayasan, 8 lembaga Majelis Taklim, 9
organisasi kemasyarakatan, dan 8 Sekolah, atau pesantren yang ditengarai
mengajarkan/menyebarkan faham Syi’ah.
6.
Bahwa konflik-konflik yang
melibatkan pengikut faham Syi’ah Imamiyah Itsna Asyariyah (menggunakan nama
samaran Madzhab Ahlul Bait dan semisalnya) sudah sering terjadi dan telah
berjalan cukup lama sehingga dibutuhkan adanya upaya pemecahan yang mendasar
dengan memotong sumber masalahnya. Tanpa upaya pemecahan yang mendasar sangat
dimungkinkan konflik akan muncul kembali di kemudian hari dan bahkan berpotensi
menjadi lebih besar.
7.
Bahwa diantara ajaran yang
dikembangkan oleh faham Syi’ah Imamiyah Itsna Asyariyah (menggunakan nama
samaran Madzhab Ahlul Bait dan semisalnya) adalah membolehkan bahkan
menganjurkan praktik nikah mut’ah (kawin kontrak) yang sangat berpotensi
digunakan untuk melegetimasi praktik perzinaan, seks bebas, dan prostitusi
serta merupakan bentuk pelecehan terhadap kaum wanita sehingga bila tidak
dicegah akan bertolak belakang dengan upaya pemerintah Provinsi Jawa Timur yang
telah mencanangkan program menata kota bersih asusila dengan menutup
tempat-tempat prostitusi.
8.
Bahwa penyebaran faham Syi’ah yang
ditujukan kepada pengikut ahlu al-sunnah wa al-jama’ah patut diwaspadai adanya
agenda-agenda tersembunyi, mengingat penduduk Indonesia yang berfaham pengikut
ahlu al-sunnah wa al-jama’ah tidak cocok apabila syi’ah dikembangkan di
Indonesia.
9.
Bahwa diperlukan adanya pedoman
untuk membentengi aqidah umat dari aliran yang menyimpang dari faham ahlu
al-sunnah wa al-jama’ah (dalam pengertian yang luas).
Memperhatikan:
1.
Keputusan Fatwa MUI tanggal 7 Maret
1984 tentang Faham Syi’ah yang menyatakan bahwa faham Syi’ah mempunyai
perbedaan pokok dengan Ahlu al-sunnah wa al-jama’ah yang dianut oleh umat Islam
di Indonesia.
2.
Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa
MUI se-Indonesia II 26 Mei 2006 tentang Taswiyat al-Manhaj (Penyamaan Pola Pikir Dalam
Masalah-masalah Keagamaan) khususnya butir (4) dan butir (6) yang menyatakan
bahwa perbedaan yang dapat ditolerir adalah perbedaan yang berada di dalam
majal al-ikhtilaf (wilayah perbedaan) yaitu wilayah pemikiran yang masih berada
dalam koridor ma ana alaihi wa ashhaby yakni faham keagamaan Ahlu al-Sunnah
wa al-Jama’ah (dalam pengertian luas), sedangkan di luar majal
al-ikhtilaf tidak
dikategorikan sebagai perbedaan, melainkan penyimpangan.
3.
Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa
MUI se-Indonesia II 26 Mei 2006 tentang Peneguhan Bentuk dan Eksistensi NKRI.
4.
Keputusan MUI tertanggal 6 Nopember
2007 tentang 10 kriteria aliran sesat/menyimpang.
5.
Telaah terhadap kitab yang menjadi
rujukan dari faham Syi’ah antara lain:
a.
al-Kafi
b.
Tahdzib al-Ahkam
c.
al-Istibshar
d.
Man La Yahdluru al-Faqih
e.
Buku-buku Syi’ah yang lain
seperti: Bihar al-Anwar, Tafsir al-Qummi, Fashl
al-khithab fi itsbati tahrifi kitabi rabbi al-Arbab, Kasyfu al-Asrar li
al-Musawi.
f.
Buku-buku Syi’ah berbahasa
Indonesia antara lain: Saqifah Awal Perselisihan Umattulisan
O. Hashem; Shalat Dalam Madzhab Ahlul Bait tulisan Hiayatullah Husein al Habsyi;Keluarga
Suci Nabi Tulisan Ali
Umar al-Habsyi.
Berdasarkan kitab-kitab tersebut dapat diketahui adanya perbedaan
yang mendasar dengan ahlu al-sunnah wa al-jama’ah (dalam pengertian luas) tidak
saja pada masalah furu’iyah tetapi juga pada masalah ushuliyah (masalah pokok
dalam ajaran Islam) diantaranya:
a.
Hadits menurut faham Syi’ah berbeda
dengan pengertian ahlu al-sunnah. Menurut Syi’ah hadits meliputi af’al,
aqwal, dan taqrir yang disandarkan tidak hanya kepada
Nabi Muhammad Saw tetapi juga para imam-imam Syi’ah.
b.
Faham syi’ah meyakini bahwa
imam-imam adalah ma’shum seperti para nabi.
c.
Faham Syi’ah memandang bahwa
menegakkan kepemimpinan Imamah) termasuk masalah aqidah dalam agama.
d.
Faham Syi’ah mengingkari
Otentisitas Al-Qur’an dengan mengimani adanya tahrif al-Qur’an
أ. عن جابر
قال : سمعت ابا
جعفر عليه السلام يقول: ما ادعي
أحد من الناس أنه جمع القران كله كما أنزل إلا كذاب, وما جمعه
وحفظه كما نزل الله تعالي إلا علي بن ابي طالب عليه السلام و الائمة من بعده عليهم
السلام (اصول
الكافي ج1/ص 284)
ب. عن ابي
جعفر عليه السلام انه قال: ما
يستطيع احد ان يدعّي أن عنده جميع القران كله ظاهره وباطنه غير الاوصياء (اصول
الكافي ج1/ص 284-285)
ت. عن ابي
عبد الله عليه السلام قال: ان
القران الذي جاء به جبريل عليه السلام إلى محمد صلى الله عليه وسلم سبعة عشر ألف
آية (اصول
الكافي ج2/باب
النوادر, رقم 28)
e.
Faham Syi’ah meyakini turunnya wahyu
setelah al-Qur’an yakni yang disebut mushaf Fatimah
أ. إن الله
تعالى لما قبض نبيه صلى الله عليه وآله دخل على فاطمة عليها السلام من وفاته من
الحزن ما لا يعلمه إلا الله عزوجل فأرسل الله إليها ملكا يسلي غمها ويحدثها، فشكت
ذلك إلى أمير المؤمنين عليه السلام فقال: إذا
أحسست بذلك وسمعت الصوت قولي لي فأعلمته بذلك فجعل أمير المؤمنين عليه السلام يكتب
كل ما سمع حتى أثبت من ذلك مصحفا قال: ثم قال: أما إنه
ليس فيه شئ من الحلال والحرام ولكن فيه علم ما يكون (اصول
الكافي ج1/ص 296)
ب. وإن
عندنا لمصحف فاطمة عليها السلام وما يدريهم ما مصحف فاطمة عليها السلام؟ قال: قلت: وما مصحف
فاطمة عليها السلام؟ قال: مصحف فيه
مثل قرآنكم هذا ثلاث مرات، والله ما فيه من قرآنكم حرف (اصول
الكافي ج1/ص290)
f.
Syi’ah banyak melakukan penafsiran
al-Qur’an yang mendukung faham mereka antara lain melecehkan sahabat Nabi Saw.
Misalnya penulis Tafsir al-Qummi menafsirkan kalimat dalam surat al-Hajj ayat
52:
أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ: يعني أبا
بكر وعمر (تفسير
القمي ص. 259)
g.
Syi’ah meyakini bahwa para sahabat
telah murtad sesudah wafatnya Rasulullah Saw, kecuali tiga orang.
عن أبي جعفر قال : كان
الناس أهل ردة بعد النبي صلى الله عليه وآله إلا ثلاثة فقلت: ومن
الثلاثة؟ فقال: المقداد
بن الأسود وأبو ذر الغفاري و سلمان الفارسي رحمة الله وبركاته عليهم (روضة
الكافي ص 198 ر.
341, بحار الانوار ج 22/ ص333)
h.
Faham Syi’ah meyakini bahwa orang
yang tidak mengimani terhadap imam-imam Syi’ah adalah syirik dan kafir
إعلم أن إطلاق لفظ الشرك والكفر على من لم يعتقد
بإمامة أمير المؤمنين والائمة من ولده عليهم السلام وفضّل عليهم غيرهم يدل على
أنهم كفار مخلدون في النار ( بحار
الانوار ج23/ ص390)
i.
Faham Syi’ah melecehkan sahabat
Nabi Saw. Termasuk Abu Bakar ra dan Umar ra.
أ. ومن
الجبت أبو بكر ومن الطاغوت عمر والشياطين بني امية وبني العباس (شرح
الزيارة الجامعة الكبيرة ج 3/ص156)
ب.وإن
الشيخين (-أبا بكر
وعمر-) فارقا الدنيا ولم يتوبا ولم يتذكرا ما صنعا بأمير
المؤمنين فعليهما لعنة الله والملائكة والناس أجمعين (روضة
الكافي/ ص 198, رقم 343 ؛ كشف الأسرار وتبرئة الأئمة الأطهار ص 84)
j.
Faham Syi’ah meyakini bahwa orang
yang selain Syi’ah adalah keturunan pelacur
والله يا أبا حمزة إن الناس كلهم أولاد بغايا ما
خلا شيعتنا (روضة
الكافي: ص 227 رقم 431)
k.
Faham Syi’ah membolehkan bahkan
menganjurkan praktik nikah mut’ah.
أ. عَنْ
زُرَارَةَ قَالَ جَاءَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَيْرٍ اللَّيْثِيُّ إِلَى أَبِي
جَعْفَرٍ عليه السلام فَقَالَ لَهُ مَا تَقُولُ فِي مُتْعَةِ النِّسَاءِ فَقَالَ
أَحَلَّهَا اللَّهُ فِي كِتَابِهِ وَ عَلَى لِسَانِ نَبِيِّهِ صلى الله عليه وآله
فَهِيَ حَلَالٌ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ فَقَالَ يَا أَبَا جَعْفَرٍ مِثْلُكَ
يَقُولُ هَذَا وَ قَدْ حَرَّمَهَا عُمَرُ وَ نَهَى عَنْهَا فَقَالَ وَ إِنْ كَانَ
فَعَلَ قَالَ إِنِّي أُعِيذُكَ بِاللَّهِ مِنْ ذَلِكَ أَنْ تُحِلَّ شَيْئاً
حَرَّمَهُ عُمَرُ قَالَ فَقَالَ لَهُ فَأَنْتَ عَلَى قَوْلِ صَاحِبِكَ وَ أَنَا
عَلَى قَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وآله فَهَلُمَّ أُلَاعِنْكَ أَنَّ الْقَوْلَ
مَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وآله وَ أَنَّ الْبَاطِلَ مَا قَالَ
صَاحِبُكَ قَالَ فَأَقْبَلَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَيْرٍ فَقَالَ يَسُرُّكَ أَنَّ
نِسَاءَكَ وَ بَنَاتِكَ وَ أَخَوَاتِكَ وَ بَنَاتِ عَمِّكَ يَفْعَلْنَ قَالَ
فَأَعْرَضَ عَنْهُ أَبُو جَعْفَرٍ عليه السلام حِينَ ذَكَرَ نِسَاءَهُ وَ بَنَاتِ
عَمِّهِ (فروع
الكافي ج 3/ص 455)
ب. الْحُسَيْنُ
بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ أَحْمَدَ بْنِ إِسْحَاقَ عَنْ سَعْدَانَ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ
عُبَيْدِ بْنِ زُرَارَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ عليه السلام
قَالَ ذَكَرْتُ لَهُ الْمُتْعَةَ أَ هِيَ مِنَ الْأَرْبَعِ فَقَالَ تَزَوَّجْ
مِنْهُنَّ أَلْفاً فَإِنَّهُنَّ مُسْتَأْجَرَاتٌ (فروع
الكافي ج 3/ص 458)
l.
Ajaran Syi’ah menghalalkan darah
ahlu al-sunah
ولهذا أباحوا دماء أهل السنة وأموالهم فعن داود بن فرقد قال: قلت لأبي
عبد الله ما تقول في قتل الناصب؟: قال: حلال
الدم، ولكني أتقي عليك، فإن قدرت أن تقلب عليه حائطًا أو تغرقه في ماء لكيلا يشهد
عليك فافعل (كشف
الأسرار وتبرئة الأئمة الأطهار ص85 ؛
بحار الأنوار ج27/ 231)
m.
Ajaran Syi’ah melecehkan Nabi dan
Ummul Mu’minin
إن النبي صلى الله عليه وآله لا بد أن يدخل فرجه النار، لأنه وطئ بعض
المشركات) يريد
بذلك زواجه من عائشة وحفصة، وهذا كما هو معلوم فيه إساءة إلى النبي صلى الله عليه
وآله، لأنه لو كان فرج رسول الله صلى الله عليه وآله يدخل النار فلن يدخل الجنة
أحد أبدًا (كشف الأسرار
وتبرئة الأئمة الأطهار ص 24-25)
n.
Ajaran Syi’ah juga mempunyai
doktrin Thinah (thinat al-mu’min wa al-kafir) yaitu
doktrin yang menyatakan bahwa dalam penciptaan manusia ada unsur tanah putih
dan tanah hitam. Pengikut Syi’ah tercipta dari unsur tanah putih sedangkan Ahlu
al-sunnah berasal dari tanah hitam. Para pengikut Syi’ah yang tersusun dari
tanah putih jika melakukan perbuatan maksiat dosanya akan ditimpakan kepada
pengikut ahlu al-sunnah (yang tersusun dari tanah hitam) sebaliknya pahala yang
dimiliki oleh pengikut Ahlu al-sunnah akan diberikan kepada para pegikut
Syi’ah. Doktrin ini merupakan doktrin yang tersembunyi dalam ajaran Syi’ah. (al-Kafi Juz II / Kitab al-Iman, bab thinat
al-mu’min wa al-kafir)
o.
Dan masih banyak lagi keganjilan
yang lain.
6.
Adanya fakta para pengikut Syi’ah
menjadikan buku-buku sebagaimana tersebut pada butir 5 sebagai kitab
rujukannya.
7.
Keputusan Fatwa MUI Kabupaten
Sampang No. A-035/MUI/Spg/I/2012 tentang Ajaran Yang Disebarluaskan Sdr Tajul
Muluk di Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang.
8.
Keputusan Rapat Koordinasi MUI
Kabupaten Se Koordinatoriat Wilayah (KORWIL) Madura No. 01/MUI/KD/MDR/I/2012
tentang Ajaran Syi’ah atau aliran Syi’ah Imamiyah Itsna Asyariyah
9.
Keputusan Rapat Koordinasi MUI
Kabupaten/Kota Se Koordinatoriat Wilayah (KORWIL) Malang No.
13/Korwil-IV/MLG/I/2012 tentang Pengukuhan Fatwa Kesesatan Ajaran Syi’ah;
10.
Keputusan Rapat Koordinasi MUI
Kabupaten/Kota Se Koordinatoriat Wilayah (KORWIL) Besuki No.
01/MUI/Besuki/I/2012 tentang Ajaran Syi’ah atau aliran Syi’ah Imamiyah Itsna
Asyariyah.
11.
Keputusan Rapat Koordinasi MUI
Kabupaten/Kota Se Koordinatoriat Wilayah (KORWIL) Surabaya tentang Ajaran
Syi’ah atau aliran Syi’ah Imamiyah Itsna Asyariyah.
12.
Keputusan Rapat Koordinasi MUI
Kabupaten/Kota Se Koordinatoriat Wilayah (KORWIL) Bojonegoro No.
Kep-01/MUI/KORDA-BJN/I/2012 tentang Ajaran Syi’ah atau aliran Syi’ah Imamiyah
Itsna Asyariyah.
13.
Berbagai kajian yang dilakukan oleh
para ahli dan para pengamat terkait aliran Syi’ah Imamiyah Itsna Asyariyah,
faham, pemikiran, dan aktivitasnya di antaranya Pendapat Prof. Dr. Muhammad
Baharun yang menyatakan bahwa Syi’ah dan Ahlu al-Sunnah tidak mungkin
disatukan.
14.
Undang-Undang Dasar tahun 1945
pasal 28 huruf J.
15.
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia Pasal 73
16.
Undang-Undang No. 1/PNPS/1965
tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.
17.
Berbagai pendapat yang berkembang
dalam rapat tanggal 21 Januari 2012 yang dihadiri oleh beberapa wakil dari MUI
Kabupaten/Kota di Jawa Timur (MUI Kab. Jember, MUI Kab Pasuruan, MUI Kab.
Malang, MUI Kab. Sampang, MUI Kota Surabaya, MUI Kab. Tuban, MUI Kab.
Bojonegoro, MUI Kab. Ponorogo, MUI Kab. Blitar) dan beberapa ormas Islam.
18.
Telaah terhadap dokumen-dokumen
dalam bentuk VCD/CD antara lain yang mengandung hujatan terhadap sahabat nabi,
Perayaan Haul Arbain, Arbain Imam Husain, dan Acara Syi’ah di Gereja Bergzicht
Lawang.
19.
Pedoman dan Prosedur Penetapan
Fatwa MUI
Mengingat:
1.
Firman Allah dalam al-Qur’an:
a.
Firman Allah Surat al-Baqarah ayat
177
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ
وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَءَاتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ
ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ
وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَءَاتَى الزَّكَاةَ
وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ
وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
Artinya; “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat
itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman
kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan
memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang
meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan
menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji,
dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan.
Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang
yang bertakwa.”
b.
Firman Allah Surat al-Qamar ayat 49
إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ
Artinya; “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut
ukuran.”
c.
Firman Allah Surat al-Hijr ayat 9
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Artinya; “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an, dan
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”
d.
Firman Allah Surat al-Fath ayat 29
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى
الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ
فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ
السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ
كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ
يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Artinya; “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang
bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih
sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku` dan sujud mencari karunia Allah
dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.
Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil,
yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan
tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya;
tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak
menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu’min).
Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang
saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.”
e.
Firman Allah Surat al-Taubah ayat
100
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ
وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ
وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا
أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Artinya; “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama
(masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha
kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan
yang besar.”
2.
Hadits-hadits Marfu
أ. قَالَ
فَأَخْبِرْنِي عَنِ الْإِيمَانِ قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ
وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ
وَشَرِّهِ (رواه
مسلم)
Artinya; “Bertanya Jibril as: Beritahukan aku tentang Iman “.
Lalu beliau bersabda: “ Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada
takdir yang baik maupun yang buruk” (Shahih Muslim Jilid I/hal 23)
ب. بُنِيَ الْإِسْلَامُ
عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا
رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ
رَمَضَانَ (رواه
البخاري
Artinya; “Islam Dibangun Di atas Lima (Landasan); Persaksian
Tidak Ada Ilah Melainkan Allah Dan Sesungguhnya Muhammad Utusan Allah,
Mendirikan Shalat, Menunaikan Zakat, Haji Dan Puasa Ramadlan” (Shahih
al-Bukhari, Juz I/hal 54 hadits No.8)
ت. مَنْ
قَالَ فِي الْقُرْآنِ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
Artinya; “Barangsiapa berbicara tentang al-Qur’an tanpa ilmu
(yang memadai), maka hendaklah dia mempersiapkan kedudukannya di neraka”
(HR al-Tirmidzi/Sunan al-TirmidziV/1999 No. 2950)
ث. وَمَنْ
قَالَ فِي الْقُرْآنِ بِرَأْيِهِ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
Artinya; “Barang siapa berbicara tentang al-Qur’an berdasarkan
nalarnya saja, maka hendaklah dia mempersiapkan kedudukannya di neraka” (HR
al- Tirmidzi/Sunan al-Tirmidzi V/1999 hadits No. 2951)
ج. قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي
فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ
ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ
Artinya; “Telah bersabda Rasulullah Saw: “Janganlah kalian
mencerca para shahabatku. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, kalau
seandainya salah seorang di antara kalian berinfaq emas sebesar gunung Uhud
maka tidak akan dapat menandingi satu mud dari mereka bahkan tidak pula
setengahnya” (HR. Al-Bukhari, dalam Shahih al-Bukhari Juz II/hal 347 No. 3546; Muslim,
dalam Shahih
Muslim Jilid II
hal.1171; dan al-Tirmidzi dalam Sunan al-Tirmidzi Juz V/hal. 696 hadits No.
3761)
ح. قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهَ اللَّهَ فِي أَصْحَابِي
اللَّهَ اللَّهَ فِي أَصْحَابِي لَا تَتَّخِذُوهُمْ غَرَضًا بَعْدِي فَمَنْ
أَحَبَّهُمْ فَبِحُبِّي أَحَبَّهُمْ وَمَنْ أَبْغَضَهُمْ فَبِبُغْضِي أَبْغَضَهُمْ
وَمَنْ آذَاهُمْ فَقَدْ آذَانِي وَمَنْ آذَانِي فَقَدْ آذَى اللَّهَ وَمَنْ آذَى
اللَّهَ يُوشِكُ أَنْ يَأْخُذَهُ
Artinya; “Takutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah mengenai
sahabat-sahabatku. Janganlah kamu menjadikan mereka sebagai sasaran caci-maki
sesudah aku tiada. Barangsiapa mencintai mereka, maka semata-mata karena
mencintaiku. Dan barang siapa membenci mereka, maka berarti semata-mata karena
membenciku. Dan barangsiapa menyakiti mereka berarti dia telah menyakiti aku,
dan barangsiapa menyakiti aku berarti dia telah menyakiti Allah. Dan
barangsiapa telah menyakiti Allah dikhawatirkan Allah akan menghukumnya.”
(HR al-Tirmidzi dalam Sunan al-Tirmidzi Juz V/hal. 696 hadits No. 3762)
خ. عن
عُوَيْمِ بْنِ سَاعِدَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ قَالَ:
“ إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى اخْتَارَنِي، وَاخْتَارَ
لِي أَصْحَابًا، فَجَعَلَ لِي مِنْهُمْ وُزَرَاءَ وَأَنْصَارًا وَأَصْهَارًا،
فَمَنْ سَبَّهُمْ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ، وَالْمَلَائِكَةِ، وَالنَّاسِ
أَجْمَعِينَ، لَا يقْبَلُ الله مِنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَرْفا وَلَا عَدْلا.( أخرجه
ابو نعيم فى معرفة الصحابة ج3/ص 1745: رقم 4424 ؛ والطبراني في الأوسط ج1
/ ص 272 رقم 456 ؛ والحاكم في المستدرك ج4/ص68رقم 2735)
Artinya; “Dari Uwaim bin Sa’idah ra, sesunguhnya Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta’ala telah memilih
diriku, lalu memilih untukku para sahabat dan menjadikan mereka sebagai
pendamping dan penolong. Maka siapa yang mencela mereka, atasnya laknat dari
Allah, para malaikat dan seluruh manusia. Allah Ta’ala tidak akan menerima amal
darinya pada hari kiamat, baik yang wajib maupun yang sunnah”.
د. إِذَا
كَفَّرَ الرَّجُلُ أَخَاهُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا
Artinya; “Jika seseorang mengkafirkan saudaranya, maka
sesungguhnya kalimat itu kembali kepada salah satu dari keduanya.” (HR
Muslim, dalam Shahih Muslim Jilid I/hal 47 hadits No. 111, hadits
senada diriwayatkan oleh al-Bukhari, Juz III/hal. 408 No.5883)
ذ. عَنْ
أَبِي ذَرٍّ رَضِي اللَّه عَنْه أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَرْمِي رَجُلٌ رَجُلًا بِالْفُسُوقِ وَلَا يَرْمِيهِ
بِالْكُفْرِ إِلَّا ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَلِكَ
Artinya; “Dari Abi Dzar ra bahwa dia mendengan Rasulullah Saw
bersabda: “Tidaklah seseorang melemparkan tuduhan kepada yang lain dengan
kefasikan, dan tidak pula melemparkan tuduhan kepada yang lain dengan
kekafiran, melainkan hal itu akan kembali kepadanya apabila yang dituduh
ternyata tidak demikian”.(HR al-Bukhari, Shahih Bukhari Juz III/ hal. 396, No. 582)
ر. إِنَّ
مِنْ أَمَنِّ النَّاسِ عَلَيَّ فِي صُحْبَتِهِ وَمَالِهِ أَبَا بَكْرٍ وَلَوْ
كُنْتُ مُتَّخِذًا خَلِيلًا غَيْرَ رَبِّي لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ وَلَكِنْ
أُخُوَّةُ الْإِسْلَامِ وَمَوَدَّتُهُ ِ
Artinya; “Sesungguhnya manusia yang paling terpercaya di sisiku
dengan harta dan jiwanya adalah Abu Bakar. Seandainya aku memilih kekasih,
selain Tuhanku maka aku akan memilih Abu Bakr, Akan tetapi yang ada adalah
persaudaraan Islam dan berkasih sayang dalam Islam.” (HR al-Bukhari, Juz
II/hal 344 No. 3529; hadits senada diriwayatkan oleh Muslim, Shahih
Muslim Jilid II/hal
1119)
ز. قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اقْتَدُوا بِاللَّذَيْنِ مِنْ
بَعْدِي أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ
Artinya; “Rasulullah Saw bersabda ikutilah teladan orang-orang
setelahku yaitu Abu Bakar dan Umar” (HR al-Tirmidzi, Juz V/hal 609 No.
3662)
س. عَنْ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله
عليه وسلم- « أَبُو
بَكْرٍ فِى الْجَنَّةِ وَعُمَرُ فِى الْجَنَّةِ وَعُثْمَانُ فِى الْجَنَّةِ
وَعَلِىٌّ فِى الْجَنَّةِ وَطَلْحَةُ فِى الْجَنَّةِ وَالزُّبَيْرُ فِى الْجَنَّةِ
وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فِى الْجَنَّةِ وَسَعْدٌ فِى الْجَنَّةِ
وَسَعِيدٌ فِى الْجَنَّةِ وَأَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ فِى الْجَنَّةِ
Artinya; “Dari Abdurrahman bin Auf dia berkata; Rasulullah Saw
bersabda: “Abu Bakar di syurga, Umar di syurga, Utsman di syurga, Ali di
syurga, Thalhah di syurga, Zubair di syurga, Abdurahman ibn Auf di syurga,
Sa’ad (ibn Abi Waqqash) di syurga, Said (ibn Zaid ibn Amru ibn Nufail) di
syurga, Abu Ubaidah ibn al-Jarrah di syurga” (HR al-Tirmidzi, Juz V/hal 647
hadits No. 3747)
ش. عن
مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ وَأَخُوهُ عَبْدُاللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيهِمَا
أَنَّ عَلِيًّا رَضِي اللَّه عَنْهم قَالَ لِابْنِ عَبَّاسٍ إِنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ الْمُتْعَةِ وَعَنْ لُحُومِ
الْحُمُرِ الْأَهْلِيَّةِ زَمَنَ خَيْبَرَ
Artinya; “Dari Muhammad bin Ali dan saudaranya Abdullah bin
Muhammad dari Bapak keduanya bahwasanya Ali Ra berkata kepada Ibnu Abbas
sesungguhnya Nabi saw melarang mut’ah dan makan daging keledai jinak pada masa
perang khabar”. (HR al-Bukhari, Juz III/hal 200, hadits No. 4925)
ص. عَنْ
إِيَاسِ بْنِ سَلَمَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ رَخَّصَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ أَوْطَاسٍ فِي الْمُتْعَةِ ثَلَاثًا ثُمَّ نَهَى عَنْهَا
Artinya; “Dari Iyas bin Salamah dari ayahnya berkata :
Rasulullah memperbolehkan nikah mut’ah pada saat perang autas selama tiga hari
lalu melarangnya”. (HR. Muslim, Shahih Muslim Jilid II/hal. 633)
3.
Hadits Mauquf kepada Ali ra.
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَنَفِيَّةِ قَالَ قُلْتُ لِأَبِي أَيُّ
النَّاسِ خَيْرٌ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
أَبُو بَكْرٍ قُلْتُ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ عُمَرُ وَخَشِيتُ أَنْ يَقُولَ
عُثْمَانُ قُلْتُ ثُمَّ أَنْتَ قَالَ مَا أَنَا إِلَّا رَجُلٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Artinya; “Dari Muhammd bin Hanafiyah dia berkata; Aku bertanya
kepada bapakku (yakni Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu): Siapakah manusia
yang terbaik setelah Rasulullah ? beliau menjawab: “Abu Bakar”. Aku bertanya
(lagi): “Kemudian siapa?”. Beliau menjawab: “Umar”. Dan aku khawatir beliau
akan berkata Utsman, maka aku mengatakan: “Kemudian engkau?” Beliau menjawab:
“Bukan aku kecuali seorang dari kalangan muslimin”.(diriwayatkan oleh
al-Bukhari dalam Shahih Bukhari Juz II/hal 347 No.3544)
4.
Pendapat Para Ulama
a.
Pendapat Imam Malik
روى الخلال عن ابى بكر المروزى قال : وَسَمِعْتُ
أَبَا عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُ: قَالَ
مَالِكٌ: الَّذِي يَشْتِمُ أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ لَهُ سَهْمٌ، أَوْ قَالَ: نَصِيبٌ
فِي الإِسْلامِ ( الخلال / السن: ۲،٥٥٧ )
Al Khalal meriwayatkan dari Abu Bakar Al Marwazi, katanya: Saya
mendengar Abu Abdulloh berkata, bahwa Imam Malik berkata: “Orang yang mencela
sahabat-sahabat Nabi, maka ia tidak termasuk dalam golongan Islam” (Al
Khalal / As Sunnah, 2-557)
b.
Pendapat Imam Ahmad
روى الخلال عن ابى بكر المروزى قال : سَأَلْتُ
أَبَا عَبْدِ اللَّهِ: عَنْ
مَنْ يَشْتِمُ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعَائِشَةَ؟ قَالَ: مَا
أُرَآهُ عَلَى الإِسْلامِ (الخلال / السنة : ۲، ٥٥٧)
Al Khalal meriwayatkan dari Abu Bakar Al Marwazi, ia berkata:
“Saya bertanya kepada Abu Abdullah tentang orang yang mencela Abu Bakar, Umar
dan Aisyah? Jawabnya, saya berpendapat bahwa dia bukan orang Islam”. (Al
Khalal / As Sunnah, 2-557).
c.
Pendapat Ibnu Hazm
فإن الروافض ليسوا من المسلمين إنما هي فرق حدث أولها بعد موت النبي
صلى الله عليه و سلم بخمس وعشرين سنة وكان مبدؤها إجابة من خذله الله تعالى لدعوة
من كاد الإسلام وهي طائفة تجري مجرى اليهود والنصارى في الكذب والكفر
Sesungguhnya Rafidhah bukanlah dari kalangan kaum Muslimin,
kelompok ini mula-mula muncul 25 tahun setelah Nabi –shallallAhu ‘alaihi wa
sallam - wafat. Dan asalnya bermula dari mengikuti dakwah seorang yang Allah
hinakan yang hendak memerangi Islam kelompok ini berjalan di atas jalannya
orang-orang Yahudi dan Nasrani dalam kedustaan dan kekufuran. (Al-Fishal
fil-Milal 2/213)
d.
Pendapat KH Hasyim Asyari (Rais
Akbar PBNU)
وَاصْدَعْ بِمَاتُؤْمَرُ لِتَنْقَمِعَ الْبِدَعُ عَنْ اَهْلِ
اْلمَدَرِوَالْحَجَرِ. قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم “اِذَاظَهَرَتِ
الْفِتَنُ اَوِالْبِدَعُ وسُبَّ اَصْحَابِيْ فَلْيُظْهِرِالْعَالِمُ عِلْمَهُ
فَمَنْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلاَئِكَةِ
وَالنَّاسِ اَجْمَعِيْنَ
Sampaikan secara terang-terangan apa yang diperintahkan Allah
kepadamu, agar bid’ah-bid’ah terberantas dari semua orang. Rasulullah SAW
bersabda: “Apabila fitnah-fitnah dan bid’ah-bid’ah muncul dan sahabat-sahabatku
di caci maki, maka hendaklah orang-orang alim menampilkan ilmunya. Barang siapa
tidak berbuat begitu, maka dia akan terkena laknat Allah, laknat Malaikat dan
semua orang.” (Muqadimah Qanun Asasi Nahdlatul Ulama)
MEMUTUSKAN
1.
Mengukuhkan dan menetapkan
keputusan MUI-MUI daerah yang menyatakan bahwa ajaran Syi’ah (khususnya
Imamiyah Itsna Asyariyah atau yang menggunakan nama samaran Madzhab Ahlul Bait
dan semisalnya) serta ajaran-ajaran yang mempunyai kesamaan dengan faham Syi’ah
Imamiyah Itsna Asyariyah adalah SESAT DAN MENYESATKAN.
2.
Menyatakan bahwa penggunaan Istilah
Ahlul Bait untuk pengikut Syi’ah adalah bentuk pembajakan kepada ahlul bait
Rasulullah Saw.
3.
Merekomendasikan:
a.
Kepada Umat Islam diminta untuk
waspada agar tidak mudah terpengaruh dengan faham dan ajaran Syi’ah (khususnya
Imamiyah Itsna Asyariyah atau yang menggunakan nama samaran Madzhab Ahlul Bait
dan semisalnya)
b.
Kepada Umat Islam diminta untuk
tidak mudah terprovokasi melakukan tindakan kekerasan (anarkisme), karena hal
tersebut tidak dibenarkan dalam Islam serta bertolak belakang dengan upaya
membina suasana kondusif untuk kelancaran dakwah Islam
c.
Kepada Pemerintah baik Pusat maupun
Daerah dimohon agar tidak memberikan peluang penyebaran faham Syi’ah di
Indonesia, karena penyebaran faham Syi’ah di Indonesia yang penduduknya
berfaham ahlu al-sunnah wa al-jama’ah sangat berpeluang menimbulkan
ketidakstabilan yang dapat mengancam keutuhan NKRI.
d.
Kepada Pemerintah baik Pusat maupun
Daerah dimohon agar melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku antara lain membekukan/melarang aktivitas Syi’ah
beserta lembaga-lembaga yang terkait.
e.
Kepada Pemerintah baik Pusat maupun
Daerah dimohon agar bertindak tegas dalam menangani konflik yang terjadi, tidak
hanya pada kejadiannya saja, tetapi juga faktor yang menjadi penyulut
terjadinya konflik, karena penyulut konflik adalah provokator yang telah
melakukan teror dan kekerasan mental sehingga harus ada penanganan secara
komprehensif.
f.
Kepada Pemerintah baik Pusat maupun
Daerah dimohon agar bertindak tegas dalam menangani aliran menyimpang karena
hal ini bukan termasuk kebebasan beragama tetapi penodaan agama.
g.
Kepada Dewan Pimpinan MUI Pusat
dimohon agar mengukuhkan fatwa tentang kesesatan Faham Syi’ah (khususnya
Imamiyah Itsna Asyariyah atau yang menggunakan nama samaran Madzhab Ahlul Bait
dan semisalnya) serta ajaran-ajaran yang mempunyai kesamaan dengan faham Syi’ah
sebagai fatwa yang berlaku secara nasional.
Ditetapkan, Surabaya 27 Shofar 1433 H / 21 Januari 2012 M
DEWAN PIMPINAN MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) PROPINSI JAWA TIMUR
|
|
Ketua Umum
KH. Abdusshomad Buchori
|
Sekretaris
Drs. H Imam Tabroni, MM.
|
Sejak
dirilis tahun 1984 hingga saat ini, Fatwa MUI tentang kesesatan Syi’ah itu
belum pernah diamandemen apalagi dicabut!
Fatwa Yang
Mengatakan Kesesatan Syi’ah*
1.
Fatwa Hadratu Syaikh Hasyim Asy’ari
( 1875 – 1947 ), Rais Akbar Nahdlatul Ulama dan Pahlawan Nasional
Dia antara mereka juga ada golongan Rafidhah yang suka mencaci
Sayidina Abu Bakr dan ‘Umar RA., membenci para sahabat nabi dan berlebihan
dalam mencintai Sayidina ‘Ali dan anggota keluarganya, semoga Allah meridhoi
mereka semua. Berkata Sayyid Muhammad dalam Syarah Qamus, sebagian mereka
bahkan sampai pada tingkatanKafir dan Zindiq, semoga Allah melindungi kita dan
umat islam dari aliran ini. Berkata Al-Qadhi ‘Iyadh dalam kitab As-Syifa bi
Ta’rif Huquq Al-Musthafa, dari Abdillah ibn Mughafal, Rasulullah salallahu’alaihiwassallam
bersabda : Takutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah mengenai
sahabat-sahabatku. Janganlah kamu menjadikan mereka sebagai sasaran caci-maki
sesudah aku tiada. Barang siapa mencintai mereka , maka semata-mata karena
mencintaiku. Dan barangsiapa membenci mereka, maka berarti semata-mata karena
membenciku. Dan barangsiapa menyakiti mereka berarti dia telah menyakiti aku,
dan barangsiapa menyakiti aku berarti dia telah menyakiti Allah. dan
barangsiapa telah menyakiti Allah dikhawatirkan Allah akan menghukumnya. (HR
al-Tirmidzi dalam sunan al-Tirmidzi Juz V/hal. 696 hadits No. 3762). Rasulullah
shallallahu’alaihi wassallam bersabda, Janganlah kamu mencela para sahabatku,
maka siapa yang mencela mereka, atasnya laknat dari Allah, para malaikat dan
seluruh manusia. Allah Ta’ala tidak akan menerima amal darinya pada hari
kiamat, baik yang wajib maupun yang sunnah (HR. Abu Nu’aim, Al-Thanrani dan
Al-Hakim)
Rasulullah shallallahu’alaihi wassallam bersabda, Janganlah kamu
mencaci para sahabatku, sebab diakhir jaman nanti akan datang suatu kaum yang
mencela para sahabatku, maka jangan kamu menyolati atas mereka dan shalat
bersama mereka, janganlah kamu menikahkan mereka dan jangan duduk-duduk bersama
mereka, jika sakit jangan kamu jenguk mereka. Nabi Muhammad shallallahu’alaihi
wassallam telah kabarkan bahwa mencela dan menyakiti mereka berarti menyakiti
aku, Beliau bersabda, Jangan kamu menyakiti aku dengan cara menyakiti Fatimah.
Sebab Fatimah adalah darah dagingku, apa saja yang menyakitinya berarti telah
menyakiti aku.[10]
Kyai Hasyim menukil fatwa al-Qadhi ‘Iyadh dalam kitab al-Syifa
yang menjelaskan golongan orang-orang yang dipastikan kekafirannya dari pemeluk
islam. Beliau menulis, “Telah berkata penulis Kitab al-Anwar : dan dipastikan
kekafiran setiap orang yang mengatakan suatu ucapan yang mengantarkan kepada
kesimpulan bahwa seluruh umat telah sesat dan para sahabat telah kafir…”[11].
Dan sampaikanlah secara terang-terangan apa yang diperintahkan kepada kamu agar
bid’ah-bid’ah bisa diberantas dari semua orang di kota dan di desa, Rasulullah
shallallahu’alaihi wassallam bersabda, “Jika telah muncul fitnah-fitnah dan
bid’ah-bid’ah serta para sahabatku dicaci-maki, maka seorang alim harus
menampilkan ilmunya. Siapa yang tidak melakukan hal itu maka ia akan terkena
laknat Allah, para malaikat dan seluruh manusia.” Ditakhrij oleh al-Khatib
al-Baghdadi didalam Kitab al-Jami’fi Adab al-Rawi wa al-Sami’.[12]
2.
Prof. DR. HAMKA (1908-1981),
Pahlawan Nasional, Tokoh Muhammadiyah dan Ketua Umum MUI Pusat periode
1975-1980.
Kita di Indonesia ini adalah golongan Sunni. Jelasnya ialah bahwa
dalam menegakan ‘aqidah, kita menganut faham Abul Hasan Al-Asy’ari dan Abu
Mansur Al-Maturidiy. Di dalam amalan syariat Islam kita pengikut mahzab Syafi’I
terutama dan menghargai juga ajaran-ajaran dari ketiga imam yang lain 9Hanafi,
Maliki, Hambali)…
Menilik kesemuanya ini dapatlah saya, sebagai Ketua Umum Majlis
Ulama Indonesia, atau sebagai pribadi menjelaskan pendirian saya sehubungan
dengan Revolusi Iran:
- Sesuai
dengan preambul dari UUD RI, saya simpati atas Revolusi yang telah berlaku
di negri Iran. Saya simpati karena mereka telah menentang feodalisme
Kerajaan Syah yang tidak adil.
- Karena ternyata
bahwa Revolusi Islam-nya ialah berdasar mazhab Syi’ah, maka kita tidak
berhak mencampuri urusan dalam negri orang lain, dan sayapun tetap seorang
Sunni yang tak perlu berpegang pada pendapat orang Syi’ah dan
ajaran-ajaran Ayatullah.
Ketika saya di Iran, datang 4 orang pemuda ke kamar hotel saya,
dan dengan bersemangat mereka mangajari saya tentang revolusi dan menyatakan
keinginannya untuk datang ke Indonesia guna mengajarkan revolusi Islam Syi’ah
itu di Indonesia. Kami menerimanya dengan senyum simpul. Boleh datang sebagai
tamu, tetapi ingat, kami adalah bangsa yang merdeka dan tidak menganut Syi’ah!,
ujar saya.[13]
3.
DR. Muhammad Natsir (1908-1994), Pahlawan Nasional, Mantan Perdana
Mentri RI dan Pendiri Dewan Dkwah Islamiah Indonesia (DDII)
Semenjak permulaan tahun delapan puluhan, mulailah berdatangan
kitab-kitab mengenai aliran Syi’ah dalam bahasa Arab melalu bebrapa alamat di
jawa Tengah dan Jawa Timur dan beredar dari tangan ke tangan. Para alim Ulama
kita tahu, tapi diam. Sementara itu mulailah terbit buku-buku dan brosur-brosur
tentang aliran Syi’ah dalam bahasa Indonesia. Ada berupa karangan sendiri, ada
yang berupa terjemahan dari buku-buku inggris. Diterbitkan di Jawa Barat, Jaw
Timur dan Jawa Tengah dan lain-lain serta mendapat pasaran pembaca yang luas
juga, terutama dikalangan angkatan muda kita. Selangkah lagi, kelompok-kelompok
dari kalangan mahasiswa dan pelajar-pelajar kita sudah mulai ziarah ke Teheran
melalui Kuala Lumpur dan New Delhi, sekalipun peperangan Iran-Iraq sedang berkobar,
sekembalinya membawa literature aliran Syi’ah. Yang menarik perhatian pula
ialah bahwa ada diantara pemuda-pemuda kita itu meletakan sebuah batu kecil di
depan tempat sujud. Memang begitu antara lain cara shalat yang dilakukan oleh
banyak penganut aliran Syi’ah. Sewaktu-waktu ada yang bersedia shalat
berjama’ah bersama teman-teman lain berimamkan seorang yang bukan Syi’ah.
Tetapi kemudian diulanginya lagi shalat itu juga sendirian. Menurut pelajaran
yang mereka terima, tidak sah shalat bila diimami oleh seorang yang bukan
Syi’ah. Kalau perkembangannya sudah demikian, apakah para alim ulama kita di
Indonesia patut “mendiamkan saja”? Tak patut, dan tidak boleh! “kata berjawab,
gayung bersambut!”[14]
4.
KH. Hasan Basri (1920-1998), Ketua Umum MUI Pusat periode
1985-1998.
Adapun masalah Syi’ah pada hari ini diseminarkan, Alhamdulillah
pada tahun 1993 bulan April, Ulama-ulama di Indonesia di undang berkumpul di
Brunei Darussalam. Dari Malaysia, dari Singapura dari Indonesia dan Brunei tuan
rumahnya. Dari Indonesia saya ingat, kita menyusun suatu delegasi yang cukup
kuat waktu itu, termasuk Rais Aam NU, KH. Ilyas Ruhiyat, Alm. KH. Azhar Basyir,
Ketua Umum Muhammadiyah dari yogja, beliau masih hidup waktu itu, saya sendiri
dari Majlis Ulama. Kita berkumpul disana, bersama seluruh Ulama dari Malaysia,
Singapura, dan Brunei. Kita mengadakan seminar, namanya seminar Aqidah. Ini
bukunya, masih saya simpan. Jadi, semua berikrar pada waktu itu, delegasi dari
empat Negara, bahwa kita harus menyelamatkan kawasan tanah air kita ini, dari
aqidah menyimpang. Ada dua keputusan waktu itu, ijma’nya ulama-ulama empat
Negara ini, yaitu :
- Kita ini
Sunni, Ahlussunnah wal Jama’ah, bail dari Malaysia, Singapura, Brunei dan
Indonesia, adalah Sunni. Kita bukan Syi’ah, itu jelas. Itu ikrar kita,
pada waktu itu bersama-sama dalam seminar itu.
- Mazhab
dalam fiqih, semua sepakat pada waktu itu, mazhab kita mazhab Syafi’i
namun di izinkan untuk pindah dari Syafi’I, tetapi tidak keluar dari salah
satu mazhab yang empat.
Itu keputusan di Brunei, saya kira ikrar ulama-ulama kita ini
penting. Sebab yang hadir adalah ulama-ulama yang membawa aspirasi ummat
seluruh tanah air dari empat Negara.
Brunei, sebagai Negara kecil, di ketat sekali menjaga tentang
Syi’ah ini. Dia jaga di imigrasi. Kalau masuk Brunei kalau dia curiga apa orang
itu Syiah, apa Ahmadiyah, ia akan ditolak di imigrasi dan hari itu juga akan
dikeluarkan dia, di kembalikan dia, tidak diterima dia masuk ke dalam negri
Brunei8. Praktek ini di lakukan di Brunei. Mereka hanya Negara kecil, begitu,
orangnya sedikit, tapi punya banyak uang. Jadi, dia dapat menyelenggarakan ini
dengan baik. Kita belum sampai kesana. Di imigrasi tidak ditanya apa mazhab
saudara, apakah Syi’ah apakah Sunni, belum lagi itu. Paling-paling ditanya:
“bawa Ekstasi atau Narkotik?”
Kalau dari segi ajaran bahaya Syi;ah melebihi ekstasi dn narkotik.
Sebab, dia meracuni aqidah. Kalau ekstasi dan narkotik dia meracuni fisik,
fisik manusia. Tapi kalau aqidah diracuni, itu sangat berbahaya sekali bagi
manusia. Majlis Ulama pernah memutuskan bahwa aqidah Syi’ah ini tidak benar.
Kemudian kita didatangi duta-duta besar dari mana-mana. Yang satu mendukung
kita, bagus sekali. Tapi satu duta besar yang datang: “kenapa kok tidak
menyetujui Syi’ah?”. Saya katakana : “kami menyelamatkan aqidah kami,
menyelamatkan ummat kami”.
Itu yang diputuskan Majlis Ulama. Jadi jangan dibawa-bawa masalah
politik apalagi politik Negara ini masing-masing ada masalah. Jadi jangan
dibawa-bawa. Murni kita pada hari ini, secara ilmiah, membicarakan Syi’ah ini dengan
kepala dingin. Tunjukan.[15]
*Sumber:
Buku MUI, “Mengenal & Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia”.
Dipublikasikan kembali oleh Tim AhlulBait.info.
*****
Penutup
Sebagai
penutup dari buku ini, penulis dengan mengutip sebuah ayat Al-Qur’an yang
mengancam terhadap orang yang mengaku menerima wahyu serta menulis kitab dengan
tangannya sendiri, kemudian dikatakannya dari Allah dengan dusta yang amat
keji.
Firman
Allah ‘azza wajalla dalam surat Al-Baqarah ayat 79:
×@÷uqsù
tûïÏ%©#Ïj9
tbqç7çFõ3t
|=»tGÅ3ø9$#
öNÍkÏ÷r'Î/
§NèO
tbqä9qà)t
#x»yd
ô`ÏB
ÏYÏã
«!$#
(#rçtIô±uÏ9
¾ÏmÎ/
$YYyJrO
WxÎ=s%
( ×@÷uqsù
Nßg©9
$£JÏiB
ôMt6tG2
öNÍgÏ÷r&
×@÷urur
Nßg©9
$£JÏiB
tbqç7Å¡õ3t
ÇÐÒÈ
“Maka kecelakaan yang
besarlah bagi orang-orang yang menulis Al kitab dengan tangan mereka sendiri,
lalu dikatakannya; "Ini dari Allah", (dengan maksud) untuk memperoleh
Keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah
bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan
yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan.”
Kepada
seluruh umat Islam, para ulama serta tokoh Islam dimanapun mereka berada,
penulis mengajak agar merapatkan shaf dan bersatu untuk menghadapi aliran
syi’ah yang dengan sangat giatnya berusaha untuk menumbangkan agama Islam ini.
mereka adalah musang berbulu domba, serupa tapi tidak sama. Mereka menyerupai
Islam tetapi bukan Islam, dan berusaha terus menerus untuk menghancurkan Islam
dengan cara yang sangat licik, sehingga sangat sulit membedakannya.
Semoga
Allah Azza wa Jalla memberi hidayah kepada kita semua agar kita tetap
berada di atas jalan yang lurus dan tidak terjerumus ke dalam jurang kesesatan
sampai akhir hayat nanti, serta siap untuk mengorbankan jiwa raga demi
kehormatan junjungan kita, yakni Nabi Muhammad sebagai penutup para nabi.
dengan ini, semoga kita bisa masuk di antara orang-orang bernasib baik yang
akan mendapatkan syafa’at dari Nabi Muhammad di hari Kiamat. Amien.
Wassalamu
‘Alaikum Wr. Wb.
*****
Daftar Pustaka
Majelis Ulama
Indonesia, Pedoman Identifikasi Aliran Sesat Majelis Ulama Indonesia,
Jakarta: MUI, 2007.
M. Amin
Jamaluddin. Agar Kita Tidak Menuduh Syi’ah. LPPI. Jakarta. 2014.
Ibnu Hazm, Al-Fishal Fil Milali
Wal Ahwa Wan Nihal, 2/113.
Majmu’ Fatawa.
Ibnu Taimiyah, ash-Sharimul Maslul ‘Ala Syatimir Rasul
Badzlul Majhud.
Maqalatul Islamiyyin, 1/137
Minhajus Sunnah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah,
Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah Ibnu Abil ‘Izz
Kitab At-Tauhid karya Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan
Risalah
Ahli Sunnah wal jama’ah,
Muqaddimah
Qanun Asasi Jam’iyah NU.
Artikel
Buya Hamka, Majlis Ulama Indonesia Bicaralah!. Harian Umum KOMPAS tanggal
11-12-1980
Pengantar
buku “Syia’ah dan Sunnah” karya Ihsan Ilahi Zahir, terjemahan Bey Arifin, PT.
Bina Ilmu Surabaya 1984,
KH.
Hasan Basri, Ketua Umum MUI Pusat, Mengapa Kita Menolak Syi’ah hal. Xxx-xxxiii,
tanggal 19 Jumadil ‘Ula 1418H/21 September 1997 M
[1]
Majelis Ulama Indonesia, Pedoman Identifikasi Aliran Sesat Majelis Ulama
Indonesia, Jakarta: MUI, 2007, hlm. 6
[2]
M. Amin Jamaluddin. Agar Kita Tidak Menuduh Syi’ah. LPPI. Jakarta. 2014.
Hlm. 57
[3]
Ibnu
Hazm, Al-Fishal Fil Milali Wal Ahwa Wan Nihal, 2/113,
[5]
Majmu’
Fatawa, 4/435,
[6]
Ibnu Taimiyah, ash-Sharimul Maslul ‘Ala Syatimir Rasul hlm.
567.
[7]
Badzlul Majhud, 1/86
[8]
Maqalatul Islamiyyin, 1/137
[9]
Lihat Minhajus Sunnah karya Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah, 8/479, Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah Ibnu
Abil ‘Izz hlm. 490, dan Kitab At-Tauhid karya Asy-Syaikh
Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hlm. 123
[11]
Risalah Ahli Sunnah wal Jama’ah, hal. 14
[13]
Artikel Buya Hamka, Majlis Ulama Indonesia Bicaralah!. Harian Umum
KOMPAS tanggal 11-12-1980
[14] Pengantar buku
“Syia’ah dan Sunnah” karya Ihsan Ilahi Zahir, terjemahan Bey Arifin, PT. Bina
Ilmu Surabaya 1984, hal. 9-10
[15]
KH. Hasan Basri, Ketua Umum MUI Pusat, Mengapa Kita Menolak Syi’ah
hal. Xxx-xxxiii, tanggal 19 Jumadil ‘Ula 1418H/21 September 1997 M
0 comments:
Post a Comment