Sejarah Kolonialisasi Belanda Terhadap Bangsa Indonesia
Oleh: Ismail & Sandri
(Mahasiswa STID Mohammad Natsir Jakarta)
A.
Situasi Dan Kondisi Bangsa Indonesia Ketika Kedatangan Belanda
Saat kedatangan
Balanda ke Indonesia, keadaan kerajaan-keraan Islam yang ada di Indonesia masih
berbeda-beda, bukan hanya hanya berbeda dalam hal kemajuan politik tapi juga
proses Islamisasinya. Di Sumatra, penduduknya sudah sekitar tiga abad memeluk
agama Islam, sementara di Maluku dan Sulawesi proses Islamisasi baru saja
berlangsung.[1]
Selat Malaka yang
kala itu menjadi pusat perdagangan rempah-rempah menjadi prjuangan segi tiga:
Aceh, Portugis dan Johor yang merupakan kelanjutan dari kerajaan Malaka Islam.
Aceh tampaknya mulai dominan terutama
karena para pedagang muslim menghindar dari Malaka dan lebih memilih Aceh
sebagai pelabuhan transit. [2]
Sumatra bagian
Utara telah Aceh kuasai, setelah itu Aceh berusaha menguasai Jambi yang kala
itu dijadikan pelabuhan pengekspor lada yang banyak dihasilkan dari pedalaman,
seperti Minangkabau, dan yang diangkut lewat sungai Indragiri, Kampar dan
Batanghari. Jambi yang ketika itu sudah Islam, juga merupakan pelabuhan
transit, tempat beras dan bahan-bahan lain dari jawa, Cina, India, dan
lain-lain yang di ekspor ke malaka. Selain itu, ekspansi Aceh ketika itu
berhasil menguasai perdagangan pantai barat Sumatra dan mencakup Tiku,
Pariaman, dan Bengkulu.[3]
Dimasa itu, Aceh
sedang berada pada masa gemilangnya, dibawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda.
Setelah Sultan Iskandar Muda meninggal, lalu digantikan oleh Sultan Iskandar Tsani.
Sepeninggal Sultan Iskandar Tsani, maka kepemimpinan dipegang oleh tiga orang
wanita selama 59 tahun secara berturut-turut. Nah, pada saat itulah Aceh mulai
mengalami kemunduran yang ditandai dengan adanya beberapa daerah yang memisahkan
diri dari kekuasaannya.[4]
Meskipun
seperti itu, Aceh masih tetap bisa mempertahankan kekuasaannya dari kekuasaan
asing yang mengusiknya, dan tidak seperti kerajaan lainnya yang sudah berjatuhan
ketangan penjajah seperti kerajaan Minangkabau, Jambi, Riau dan Palembang.
Di pulau Jawa
sendiri, pusat kerajaan islam telah berpindah dari pesisir ke pedalaman, yaitu
dari Demak ke Pajang kemudian ke Mataram. Hal ini sangat berpengaruh dalam
menentukan perkembangan Islam di tanah Jawa.[5]
Pada tahun
1619, seluruh jawa Timur Praktis sudah berada dibawah kekuasaan Mataram, yang
ketika itu berada dibawah pemerintahan Sultan Agung. Pada masa inilah
kontak-kontak bersenjata mulai terjadi antara Mataram melawan VOC. Akibat
politik Mataram, pelabuhan-pelabuhan di
Jawa Timur menjadi merosot dan muncullah Makasar sebagai pusat perdagangan membuat jaringan
perdagangan dan rute pelayaran Indonesia bergeser. Sehubungan dengan perubahan
tersebut, Banten dan saingannya, Sunda Kelapa, bertambah strategis.[6]
Di Sulawesi,
karena letak Makasar yang strategis, yaitu tempat persinggahan ke maluku,
Filipina, Cina, petani, Kepulauan Nusa Tenggara, dan kepulauan Indonesia bagian
barat maka membuat pelabuhan yang baru ini menjadi berkembang pesat. Selain
itu, ada faktor-faktor lain yang mempercepat perkembangannya. Pertama,
pendudukan Malaka oleh Portugis mengakibatkan terjadinya migrasi pedagang
Melayu, antara lain adalah ke makasar. Kedua, arus migrasi Melayu
bertambah besar setelah Aceh mengadakan ekspedisi terus-menerus ke Johor dan
pelabuhan-pelabuhan di semenanjung Melayu. Keriga, blokade Belanda
terhadap Malaka yang dihindari oleh pedagang-pedagang, baik Indonesia maupun
India, Asia Barat dan Asia Timur. Keempat, merosotnya pelabuhan Jawa
Timur mengakibatkan fungsinya diambil alih oleh pelabuhan Makasar. Kelima,
usaha Belanda memonopoli perdaganyan rempah-rempah di Maluku membuat Makasar
mempunyai kedudukan sentral bagi pedagang antara Malaka dan Maluku.[7]
Sementara itu,
Maluku, Banda, Seram dan Ambon sebagai pangkal atau ujung perdagangan
rempah-rempah menjadi sasaran pedagang barat yang ingin menguasainya dengan politik
monopolonya. Sedangkan Ternate dan Tidore masih dapat terus dan berhasil
mengelakkan dominasi total dari Portugis dan Spanyol, namun ia mendapat ancaman
dari Belanda yang datang kesana.[8]
B.
Tujuan Datangnya Belanda
Tujuan
datangnya belanda ke Indonesia adalah untuk mengembangkan usaha perdagangannya,
yaitu mendapatkan rempah-rempah yang mahal harganya di Eropa. Perseroan
Amsterdam mengirim armada kapal dagangnya yang pertama ke Indonesia tahun 1595
M, terdiri dari 4 kapal, yang dibawah pimpinan Cornelis de Houtman.[9] Kemudian
di susul oleh angkatan kedua tahun 1598 M, dibawah pimpinan Van Nede, Van
Hemskerck, dan Van Warwijck. Kemudian datang lagi dari beberapa kapal angkatan
yang ketiga berangkat tahun 1599 di bawah pimpinan Van der Hagen dan angkatan
ke empat tahun 1600 di bawah pimpinan Van Neck.[10]
Banyak juga
perseroan lain yang ingin datang ke Indonesia. Pada bulan maret 1602 M
perseroan-perseroan itu bergabung dan di sahkan oleh Staten General Republik
dengan satu piagam yang memberi hak khusus kepada oerseroan gabungan tersebut
untuk berdagang, berlayar, dan memegang kekuasaan di kawasan antara Tanjung
Harapan dan kepuulauan Solomon, termasuk kepulauan nusantara. Perseroan itu di
beri nama Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Selain itu juga di
beri hak untuk berpolitik dalam rangka menunjang perdagangan.
Raja Mataram (Jawa)
sultan Agung sejak semula sudah melihat bahwa Belanda adalah ancaman bagi
Negara Indonesia. Pada tahun 1628 dan 1629 Mataram dua kali melakukan serangan
ke batavia tetapi gagal. Masuknya Belanda ke pusat kekuasaan Mataram adalah
karena Amangkurat II (1677-1703) meminta bantuan voc untuk memadamkan
pembantaian Trunojoya, Adipati Madura, dan pebberontakan Kajoran.
Saat belanda
melihat dalam jaringan perdagangan, Indonesia bagian barat sangatlah penting
seperti kedudukan Malaka, Johor dan Banten. Mereka ingin menguasai akhirnya ia
memilih Jakarta, daerah yang paling lemah sebagai basis kegiatannya.[11]
C.
Perlawanan Rakyat Terhadap Imperialisme Belanda
Penjajahan belanda terhadap bangsa Indonesia
mendapat perlawanan sengit dari rakyat dan bangsa Indonesia pada umumnya kerena
mereka merasa di lakukan semena-mena oleh Belanda. Perlawanan tersebut bukan karena politik saja akan tetapi
karena Agama.
Belanda di samping menguasai Indonesia
akantetapi menyebarkan Agama mereka yaitu kristenisai terhadap penduduk
pribumi. Bahkan hampir semua wilayah yang mengadakan perlawanan.
Pada abad ke 17 perlawanan terhadap penjajahan
di lakukan oleh:
1.
Sultan Agung Mataram
2.
Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam Aceh
3.
Sultan Hasanuddin Makasar
4.
Sultan Ageng Tirtayasa
5.
Raja Iskandar Minang Kabau
6.
Trunujoyo Madura
7.
Karaeng Gelesong Dari Makasar
8.
Untung Surapati Adipati Aria Jaya Negara dll.
Disamping itu perlawanan rakyat dengan penjajah
berlangsung terus menerus saling berkesinambungan di wilayah-wilayah lainnya.
Diantaranya:
1.
Perang Paderi Di Minangkabau
Perang padri di minangkabau sumatera barat
antara tahun 1821-1837. Perang padri di
pimpin oleh tuanku Imam Bonjol dan di bantu para ulama yang lainnya.[12]
Walaupun Islam telah masuk abad ke 16,
tapi proses sinkretisme berlangsung lama. Dalam perang pertama banyak
pasukan Belanda mendapat kesulitan dan
ia kalah.[13]
2.
Perang Doponegoro
Ini adalah
perang terbesar yang di hadapi
pemerintah kolonial belanda di jawa. Pristiwa
yang memicu perang adalah rencana pemerintah Hindia Belanda untuk
membuat jalan menerobos tanah milik pangeran diponegoro dan harus membongkar kuburan.[14]
Sebagian kecil
dari pemimpin-pemimpin yang berdialog tentang Islam, mereka melanjutkan
perjuangan Islam hingga terlaksananya berdirinya negara Islam atau mati dijalan
Allah. umat Islam pada masa itu angkat senjata untuk mengahadapi musuh yang
ganas dan kejam yaitu Belanda dan kaki tangannya.
Letusan pertama
pada tanggal 17 Februari 1948 di daerah Ciamis Utara dalam lingkungan Gunung Cupu.
Maka revolusi Islam yang pertama berkobarlah dan diseluruh pelosok Islam. Revolusi
maret 1949 yang merupakan pemberontakan rakyat hampir merata mengadakan
perlawaanan terhadap penjajah.[15]
Banyak juga
dari tentara RI berpihak kepada penjajah
seperti Ahmad Wiranata Kusuma dan kesatuannya Mayor Sudarman, komandan Batalion
Pesindo beserta kawawan-kawannya yang berkhianat kepada bangsa. Mereka merasa
lebih terhormat bila menyerahkan diri kepada Belanda dari pada berpihak kepada
umat islamSementara itu peperangan tetap berlanjut antara pihak isl.am
menghadapi Belanda.
Daftar Pustaka
Yatim. Badri, Sejarah
peradaban Islam, Jakarta: Kharisma Putra Utama Offset, 2010
Amin. Samsul
Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2013
Kartosuwiryo, Jejak
Jihad, Yogyakarta: Uswah, 2007
[1] Badri Yatim, Sejarah peradaban
Islam, Jakarta: Kharisma Putra Utama Offset, 2010, hlm. 231. Lihat pula Samsul
Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 374
[4] Ibid, Samsul Munir Amin mengutip dari buku karangan
Sartono Kartodirdjo yang berjudul “Pengantar Sejarah Indonesia Baru”
[11] Ibid., hlm. 380
[15] Kartosuwiryo, Jejak Jihad, Yogyakarta:
Uswah, 2007, hlm. 182
0 comments:
Post a Comment