Thursday, August 25, 2016

Tanggapan dan kritik terhadap buku “ Arus Pemikiran Islam dan Sosial : Ekspresi Politik Umat Islam” MAARIF Institute for Culture and Humanity


Image result for Arus Pemikiran Islam dan Sosial : Ekspresi Politik Umat Islam

Tanggapan dan kritik terhadap
buku “ Arus Pemikiran Islam dan Sosial : Ekspresi Politik Umat Islam”
MAARIF Institute for Culture and Humanity
Oleh: M. Habiburrahman
(Mahasiswa STID Mohammad Natsir)

Buku berjudul “ Arus Pemikiran Islam dan Sosial : Ekspresi Politik Umat Islam” yang diterbitkan oleh MAARIF Institute for Culture and Humanity ini berisi kumpulan tulisan dan artikel-artikel dengan tema-tema tertentu terkait dengan judul buku. Diantara penulisnya adalah Ahmad Fuad Fanani, Ahmad Norma Pertama, Air Langga Pribadi Kusman, Andar Nubowo, Hurriyyah, Mujahiduddin, Noorhaidi Hasan, Pradana Boy ZTF, Yanwar Pribadi, dan Zuhairi Misrawi.

1)             Melihat kekalahan atau sedikitnya suara yang diperoleh  oleh partai-partai islam (PKS, PPP dan lainnya) pada setiap pemilu yang ada, Andar Nubowo dalam artikelnya berjudul “Arah Baru Politik Islam di Indonesia: Dari Nalar Syariatik Menuju Islam Partisipatoris-Transformatif”, menuliskan dengan memberikan kritik :

Skandal-skandal korupsi, gratifikasi uang dan perempuan yang menimpa elite-elite partai Islam semakin memperburuk partai Islam atau Islam Politik di Indonesia. Skandal korupsi dan aroma gratifikasi perempuan di baliknya mengungkapaib moral sekaligus cacat politik sebuah partai dakwah yang dikenal dengan jargonnya “bersih, peduli dan profesional”. Kepercayaan dan harapan publik (Islam) terhadap partai islam jatuh. Terkuaknya skandal ini memperlemah tingkat kepercayaan dan harapan publik terhadap partai Islam. Partai-partai Islam semakin tidak diminati oleh pemilih karena gagal membedakan dirinya secara ideologis dengan partai-partai lainnya. (Hal. 16)

Ø   Tanggapan :
Menurut saya, pendapat Andar Nubowo tidak sepenuhnya dibenarkan. Sebelum membahas terkait partai islam, hendaklah kita mengetahui bagaimana islam memerintahkan kepada hambanya. Tidak terkecuali adalah kebaikan (amar ma’ruf dan nahi munkar). Allah SWT berfirman :
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$#  
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung”. (QS. Ali Imran : 104)

Dari ayat diatas, sebagai muslim wajib bagi kita beriman. Jika mengingkari ayat-ayat Allah SWT merupakan suatu kekafiran.
Ketika membahas partai politik terutama islam, jika memang terjadi problem didalamnya, kita katakan bahwa  bukan islam atau system islam  yang salah, hanya saja oknum dari partai itu yang tidak atau kurang memahami dan mengamalkan islam di segala aspek kehidupan. Padahal kita tahu, bahwa islam mengatur segala aspek kehidupan.
Selanjutnya, bagaimana dengan adanya problem yang terjadi didalam partai islam kemudian menyebabkan para pendukungnya menyusut? Dalam hal ini, hendaklah kaum muslimin yang mendukung partai islam juga memahami islam. Jika telah mengetahui tujuan partai islam dibentuk merupakan usaha mengangkat islam, maka kaum muslimin (pendukung partai) tidak salah dalam mengambil keputusan. Maksudnya, jangan hanya karena adanya problem dalam partai sehingga menghilangkan dukungan suara mereka. Padahal itu terjadi bukan termasuk orientasi sebuah partai islam, dan hal itu disebabkan oleh beberapa oknum saja. Jika membenci, bencilah oknum perusak itu, bukan partainya.


2)             Sebelum muncul partai-partai islam seperti saat ini, para Founding Father dahulu, seperti Mohammad Natsir, Mr. Roem, Prawoto Mangkusasmito dan yang lainnya juga sudah mengupayakan dan memperjuangkan islam menjadi ideologi Negara Indonesia. Walaupun secara nyata  bukanlah syari’at islam menjadi ideologi di Negara ini, melainkan adalah pancasila. Akan tetapi, muncul perda-perda syari’at islam yang masuk dalam undang-undang.
Namun, Andar Nubowo menilai :
Konsepsi hukum syariat (qanun) waktu itu masih terjebak pada konsepsi syariat abad Pertengahan Islam, di mana hukum-hukum fikih yang ditawarkan tampak tidak mampu mencakup persoalan baru abad ke-21. Perda-perda syariat tersebut, secara umum, mengatur tiga aspek kehidupan publik ; (1) pemberantasan kejahatan sosial, terutama prostitusi dan perjudian, (2) penghormatan pada ibadah wajib umat Islam seperti membaca Al-Quran, shalat berjamaah hari Jumat dan puasa Ramadhan, dan (3) peraturan cara berpakaian di ruang publik, terutama jilbab bagi perempuan. Sementara, urusan publik yang lebih luas hampir tidak mendapatkan perhatian, seperti isu lingkungan hidup dan kerusakan alam, kemiskinan, dan perburuhan, isu HAM, korupsi, kolusi dan nepotisme dan sebagainya. Karena itulah, dapat dipahami, penerapan perda-perda Syariah di berbagai daerah di Indonesia lebih banyak membangun kesalihan individual, yang seringkali bersifat dangkal dan terjebak.

Ø   Tanggapan :
Pendapat Andar Nubowo yang menilai bahwa konsep hokum islam pada masa Founding Father­, tidaklah bisa menyelesaikan masalah yang ada saat ini.
Menurut saya menanggapi argument Andar Nubowo, bahwa beliau agak mendistorsi sejarah. Karena dalam perjalanan sejarah, dapat kita ketahui dan menjawab argumen Andar Nubowo. Andar Nubowo menspesifikasi aspek hokum islam yang ada pada masa itu hanya tiga. Dan tidak mengurusi urusan public secara luas, seperti kasus HAM, KKN dan sebagainya yang terjadi saat ini. Kenapa terjadi demikian?, karena memang masalah atau problem yang ada pada masa itu belum muncul. Sehingga, konsep hokum pada waktu itu belum mengarah kepada kasus yang terjadi saat ini.
Perlu kita ketahui, islam jelas sebagai pedoman hidup yang lengkap dan tidak ada kekurangan apapun. Secara nyata, islam adalah peraturan hidup terutama bagi kaum muslimin. Seluruh aspek kehidupan manusia diatur dalam islam. Maka, jika dikaitkan bagaimana konsep hokum syari’ah masa lalu dengan masalah-masalah yang terjadi saat ini, hakikatnya islam mengatur semuanya. Hanya saja belum diaktualisasikan karena masalah belom muncul. Kita juga perlu tahu bahwa hokum Indonesia adalah berbentuk undang-undang dan selalu mengalami amandemen seiring mengikuti problem zaman. Allah SWT berfirman :
4 tPöquø9$# àMù=yJø.r& öNä3s9 öNä3oYƒÏŠ àMôJoÿøCr&ur öNä3øn=tæ ÓÉLyJ÷èÏR àMŠÅÊuur ãNä3s9 zN»n=óM}$# $YYƒÏŠ
“……Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu…..”. (QS. Al-Ma’idah : 3)


3)             Ketika berbicara politik, tidak terlepas dengan demokrasi.walaupun banyak terjadi kontradiksi diantar kalangan, firqah dan lain sebagainya. Hal ini terjadi karena ada beberapa kelompok yang menganggap demokrasi adalah sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah sebelumnya.

Zuhairi Misrawi dalam artikelnya mengambil pendapat Ali Abdul Raziq :

Muhammad SAW ditunjuk sebagai pemimpin bagi umatnya, bukan sebagai raja. Raziq menyatakan, “Kerasulan Nabi memang meniscayakan dia sebagai pemimpin bagi umatnya, akan tetapi hal tersebut bukan berarti ia sebagai raja atau pemimpin atas rakyat. Maka janganlah dicampuradukkan antara kepemimpinan kerasulan dengan kepemimpinan politik.” Ia menambahkan, “Dengan demikian, kepemimpinan Nabi atas orang-orang mukmin merupakan kepemimpinan kerasulan, tidak ada kaitnya dengan pemerintahan.” (Hal.146)

Kemudian, beliau berpendapat :

Umat Islam tidak mungkin hidup tanpa ajaran Islam, sebagaimana ia juga tidak bisa hidup tanpa demokrasi. Tanpa Islam, umat Islam akan kehilangan ruh, sedangkan tanpa demokrasi, umat Islam akan mengalami kegagalan.(Hal.149)

Ø   Tanggapan :
Zuhairi Misrawi seolah setuju dengan pendapat Ali Abdul Raziq yang menyatakan bahwa Rasulullah bukanlah seorang pemimpin dalam Negara, melainkan hanya seorang Rasul bagi kaum mu’minin. Hal ini merupakan distorsi sejarah, banyaknya sejarah-sejarah yang ada berkaitan tentang Rasulullah SAW, menggambarkan bahwa Rasulullah adalah pemimpin Negara islam, karena beliau seorang khalifah. Tidak mengerti dari mana referensi Ali Abdul Raziq, sehingga ia berpendapat seperti demikian.
Kemudian, Zuhairi Misrawi mengambil kesimpulan terkait peran besar demokrasi bagi politik islam. Terutama diwilayah Mesir dan Indonesia. Dalam tulisannya, beliau menyimpulkan demokrasi merupakan hal yang sangat dibutuhkan kaum muslimin, sehingga tanpa demokrasi umat islam akan mengalami kegagalan. Pendapat Zuhairi Misrawi ini terkesan terburu-buru menyimpulkan. Seiring dengan terjadinya kontradiksi soal demokrasi antar kalangan, perlu digali ulang bagaimana sejarah politik islam. Untuk hal ini, marilah kita rujuk kepada Rasulullah SAW sebagai pemimpin umat dan Negara islam pada masa itu. Jika Zuahairi Misrawi berpendapat bahwa demokrasi seolah kebutuhan primer kaum muslimin, mengapa Rasulullah SAW dan para khalifah setelah beliau tidak menggunakan system itu?. Kita tahu sepanjang sejarah mereka, islam sangat berkembang pesat dan berpengaruh bagi dunia.


Demikian, beberapa kritik dan tanggapan terhadap beberapa poin yang terdapat dalam buku “ Arus Pemikiran Islam dan Sosial : Ekspresi Politik Umat Islam”. Sebenarnya masih banyak poin yang perlu ditanggapi dan di kritisi sesuai dengan pemahaman islam yang benar berdasar pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.

SHARE THIS

Author:

Penulis merupakan penulis bebas dan juga penggiat blockchain dan Cryptocurrency. Terima Kasih sudah berkunjung ke Blog Saya, bebas copy paste asal mencantumkan sumber sebagaimana mestinya.

0 comments: