Tanggapan dan kritik terhadap
buku “ Arus Pemikiran Islam dan Sosial : Ekspresi Politik Umat
Islam”
MAARIF Institute for Culture and Humanity
Oleh: M. Habiburrahman
(Mahasiswa STID Mohammad Natsir)
Buku berjudul “ Arus Pemikiran Islam dan Sosial : Ekspresi Politik
Umat Islam” yang diterbitkan oleh MAARIF Institute for Culture and Humanity ini
berisi kumpulan tulisan dan artikel-artikel dengan tema-tema tertentu terkait
dengan judul buku. Diantara penulisnya adalah Ahmad Fuad Fanani, Ahmad Norma
Pertama, Air Langga Pribadi Kusman, Andar Nubowo, Hurriyyah, Mujahiduddin,
Noorhaidi Hasan, Pradana Boy ZTF, Yanwar Pribadi, dan Zuhairi Misrawi.
1)
Melihat
kekalahan atau sedikitnya suara yang diperoleh
oleh partai-partai islam (PKS, PPP dan lainnya) pada setiap pemilu yang
ada, Andar Nubowo dalam artikelnya berjudul “Arah Baru Politik Islam di
Indonesia: Dari Nalar Syariatik Menuju Islam Partisipatoris-Transformatif”,
menuliskan dengan memberikan kritik :
Skandal-skandal korupsi, gratifikasi uang dan perempuan yang
menimpa elite-elite partai Islam semakin memperburuk partai Islam atau Islam
Politik di Indonesia. Skandal korupsi dan aroma gratifikasi perempuan di
baliknya mengungkapaib moral sekaligus cacat politik sebuah partai dakwah yang
dikenal dengan jargonnya “bersih, peduli dan profesional”. Kepercayaan dan
harapan publik (Islam) terhadap partai islam jatuh. Terkuaknya skandal ini
memperlemah tingkat kepercayaan dan harapan publik terhadap partai Islam.
Partai-partai Islam semakin tidak diminati oleh pemilih karena gagal membedakan
dirinya secara ideologis dengan partai-partai lainnya. (Hal. 16)
Ø
Tanggapan
:
Menurut saya, pendapat Andar Nubowo
tidak sepenuhnya dibenarkan. Sebelum membahas terkait partai islam, hendaklah
kita mengetahui bagaimana islam memerintahkan kepada hambanya. Tidak terkecuali
adalah kebaikan (amar ma’ruf dan nahi munkar). Allah SWT berfirman :
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôt n<Î) Îösø:$# tbrããBù'tur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztur Ç`tã Ìs3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd cqßsÎ=øÿßJø9$#
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar
merekalah orang-orang yang beruntung”. (QS. Ali Imran : 104)
Dari
ayat diatas, sebagai muslim wajib bagi kita beriman. Jika mengingkari ayat-ayat
Allah SWT merupakan suatu kekafiran.
Ketika membahas partai politik terutama islam, jika memang terjadi
problem didalamnya, kita katakan bahwa bukan islam atau system islam yang salah, hanya saja oknum dari partai itu
yang tidak atau kurang memahami dan mengamalkan islam di segala aspek
kehidupan. Padahal kita tahu, bahwa islam mengatur segala aspek kehidupan.
Selanjutnya, bagaimana dengan adanya problem yang terjadi didalam
partai islam kemudian menyebabkan para pendukungnya menyusut? Dalam hal ini,
hendaklah kaum muslimin yang mendukung partai islam juga memahami islam. Jika
telah mengetahui tujuan partai islam dibentuk merupakan usaha mengangkat islam,
maka kaum muslimin (pendukung partai) tidak salah dalam mengambil keputusan.
Maksudnya, jangan hanya karena adanya problem dalam partai sehingga
menghilangkan dukungan suara mereka. Padahal itu terjadi bukan termasuk
orientasi sebuah partai islam, dan hal itu disebabkan oleh beberapa oknum saja.
Jika membenci, bencilah oknum perusak itu, bukan partainya.
2)
Sebelum muncul partai-partai islam seperti saat ini, para Founding
Father dahulu, seperti Mohammad Natsir, Mr. Roem, Prawoto Mangkusasmito dan
yang lainnya juga sudah mengupayakan dan memperjuangkan islam menjadi ideologi
Negara Indonesia. Walaupun secara nyata
bukanlah syari’at islam menjadi ideologi di Negara ini, melainkan adalah
pancasila. Akan tetapi, muncul perda-perda syari’at islam yang masuk dalam
undang-undang.
Namun, Andar
Nubowo menilai :
Konsepsi hukum syariat (qanun) waktu itu masih terjebak pada
konsepsi syariat abad Pertengahan Islam, di mana hukum-hukum fikih yang
ditawarkan tampak tidak mampu mencakup persoalan baru abad ke-21. Perda-perda syariat
tersebut, secara umum, mengatur tiga aspek kehidupan publik ; (1) pemberantasan
kejahatan sosial, terutama prostitusi dan perjudian, (2) penghormatan pada
ibadah wajib umat Islam seperti membaca Al-Quran, shalat berjamaah hari Jumat
dan puasa Ramadhan, dan (3) peraturan cara berpakaian di ruang publik, terutama
jilbab bagi perempuan. Sementara, urusan publik yang lebih luas hampir tidak mendapatkan
perhatian, seperti isu lingkungan hidup dan kerusakan alam, kemiskinan, dan
perburuhan, isu HAM, korupsi, kolusi dan nepotisme dan sebagainya. Karena
itulah, dapat dipahami, penerapan perda-perda Syariah di berbagai daerah di
Indonesia lebih banyak membangun kesalihan individual, yang seringkali bersifat
dangkal dan terjebak.
Ø
Tanggapan
:
Pendapat Andar
Nubowo yang menilai bahwa konsep hokum islam pada masa Founding Father, tidaklah
bisa menyelesaikan masalah yang ada saat ini.
Menurut saya
menanggapi argument Andar Nubowo, bahwa beliau agak mendistorsi sejarah. Karena
dalam perjalanan sejarah, dapat kita ketahui dan menjawab argumen Andar Nubowo.
Andar Nubowo menspesifikasi aspek hokum islam yang ada pada masa itu hanya
tiga. Dan tidak mengurusi urusan public secara luas, seperti kasus HAM, KKN dan
sebagainya yang terjadi saat ini. Kenapa terjadi demikian?, karena memang
masalah atau problem yang ada pada masa itu belum muncul. Sehingga, konsep
hokum pada waktu itu belum mengarah kepada kasus yang terjadi saat ini.
Perlu kita
ketahui, islam jelas sebagai pedoman hidup yang lengkap dan tidak ada
kekurangan apapun. Secara nyata, islam adalah peraturan hidup terutama bagi
kaum muslimin. Seluruh aspek kehidupan manusia diatur dalam islam. Maka, jika
dikaitkan bagaimana konsep hokum syari’ah masa lalu dengan masalah-masalah yang
terjadi saat ini, hakikatnya islam mengatur semuanya. Hanya saja belum
diaktualisasikan karena masalah belom muncul. Kita juga perlu tahu bahwa hokum
Indonesia adalah berbentuk undang-undang dan selalu mengalami amandemen seiring
mengikuti problem zaman. Allah SWT berfirman :
4 tPöquø9$# àMù=yJø.r& öNä3s9 öNä3oYÏ àMôJoÿøCr&ur öNä3øn=tæ ÓÉLyJ÷èÏR àMÅÊuur ãNä3s9 zN»n=óM}$# $YYÏ
“……Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan
telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu…..”. (QS. Al-Ma’idah : 3)
3)
Ketika
berbicara politik, tidak terlepas dengan demokrasi.walaupun banyak terjadi
kontradiksi diantar kalangan, firqah dan lain sebagainya. Hal ini terjadi
karena ada beberapa kelompok yang menganggap demokrasi adalah sesuatu yang
tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah sebelumnya.
Zuhairi Misrawi dalam artikelnya mengambil pendapat Ali Abdul Raziq
:
Muhammad SAW ditunjuk sebagai pemimpin bagi umatnya, bukan sebagai
raja. Raziq menyatakan, “Kerasulan Nabi memang meniscayakan dia sebagai
pemimpin bagi umatnya, akan tetapi hal tersebut bukan berarti ia sebagai raja
atau pemimpin atas rakyat. Maka janganlah dicampuradukkan antara kepemimpinan
kerasulan dengan kepemimpinan politik.” Ia menambahkan, “Dengan demikian, kepemimpinan
Nabi atas orang-orang mukmin merupakan kepemimpinan kerasulan, tidak ada
kaitnya dengan pemerintahan.”
(Hal.146)
Kemudian, beliau berpendapat :
Umat Islam tidak mungkin hidup tanpa ajaran Islam, sebagaimana ia
juga tidak bisa hidup tanpa demokrasi. Tanpa Islam, umat Islam akan kehilangan
ruh, sedangkan tanpa demokrasi, umat Islam akan mengalami kegagalan.(Hal.149)
Ø Tanggapan :
Zuhairi Misrawi
seolah setuju dengan pendapat Ali Abdul Raziq yang menyatakan bahwa Rasulullah
bukanlah seorang pemimpin dalam Negara, melainkan hanya seorang Rasul bagi kaum
mu’minin. Hal ini merupakan distorsi sejarah, banyaknya sejarah-sejarah yang
ada berkaitan tentang Rasulullah SAW, menggambarkan bahwa Rasulullah adalah
pemimpin Negara islam, karena beliau seorang khalifah. Tidak mengerti dari mana
referensi Ali Abdul Raziq, sehingga ia berpendapat seperti demikian.
Kemudian,
Zuhairi Misrawi mengambil kesimpulan terkait peran besar demokrasi bagi politik
islam. Terutama diwilayah Mesir dan Indonesia. Dalam tulisannya, beliau
menyimpulkan demokrasi merupakan hal yang sangat dibutuhkan kaum muslimin,
sehingga tanpa demokrasi umat islam akan mengalami kegagalan. Pendapat Zuhairi
Misrawi ini terkesan terburu-buru menyimpulkan. Seiring dengan terjadinya
kontradiksi soal demokrasi antar kalangan, perlu digali ulang bagaimana sejarah
politik islam. Untuk hal ini, marilah kita rujuk kepada Rasulullah SAW sebagai
pemimpin umat dan Negara islam pada masa itu. Jika Zuahairi Misrawi berpendapat
bahwa demokrasi seolah kebutuhan primer kaum muslimin, mengapa Rasulullah SAW
dan para khalifah setelah beliau tidak menggunakan system itu?. Kita tahu
sepanjang sejarah mereka, islam sangat berkembang pesat dan berpengaruh bagi
dunia.
Demikian,
beberapa kritik dan tanggapan terhadap beberapa poin yang terdapat dalam buku “
Arus Pemikiran Islam dan Sosial : Ekspresi Politik Umat Islam”. Sebenarnya
masih banyak poin yang perlu ditanggapi dan di kritisi sesuai dengan pemahaman
islam yang benar berdasar pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
0 comments:
Post a Comment