Oleh: Amriadi Al Masjidiy
Saat saya di Lampung, disana juga
tercampur aneka budaya. Ada budaya Lampung asli, budaya Jawa dan juga hindu
Bali. Kuliah di Metro Lampung telah mendidik saya aneka macam permikiran. Baik
pemikiran da’wah maupun budaya kemasyarakatan disana. Tugas da’wah di
perdalaman Lampung juga sudah saya laksanakan.
Dalam beberapa Kafilah Da’wah di lampung
juga telah melebarkan mata saya. Bahkan jalan di perdalaman Lampung Selatan
lebih jelek dari jalan di kampung saya. Namun itu mendingan, dibandingkan
dengan jalan di M3 dan M7 di desa saya.
Artinya negeri yang mahripah ini, tapi
jalan saja tidah mampu teraspal dengan baik. Kebun-kebun dikuasai oleh para
Investor asing dan aseng. Warga desa hanya mampu melihat saja, karena mereka
tidak mampu membuat apa-apa.
Karena itu gerakan da’wah sangat penting
untuk daerah perdalaman yang demikian. Karena kemiskinan adalah pintu masuk
para misionaris dalam menyebarkan misinya. Ternyata kuliah di fakultas yang
paling tidak diminati di negeri ini. Mampu membuka wawasan saya tentang
humanity, walaupun di kampus tidak pernah ada mata kuliah humanity. Tetapi
kondisi lapanganlah yang mengajarkan saya tentang kehidupan kemasyarakatan.
Semua masyarakat perdalaman hidupnya
dalam kemiskinan. Mereka harus berkerja keras dalam menghidupi keluarganya.
Bahkan manyoritas mereka pendidikan tidak penting. Selain itu kondisi sekolah
diperdalaman juga tidak memadai. Jangankan mengenal Corel Draw dan Photoshop
untuk designer. Komputer saja mereka tidak kenal.
Setelah lulus di Akademi Da’wah
Indonesia selama dua tahun di Metro Lampung. Saya mengharuskan untuk
melanjutkan kuliah S1 di Jakarta. Dimana kuliah di Jakarta hanya untuk para
elit dan yang lain adalah para pemimpi untuk kuliah disana. Bagi anak miskin
dan anak desa, mana bisa bermimpi untuk kuliah tinggi-tinggi. Kalau pun ada
diantara mereka adalah golongan yang nekat.
Nekat segalanya. Nekat melawan arus,
nekat melawan hidup. Nekat untuk ngutang dan sebagainya. Saya termasuk salah
seorang dari itu, yang nekat segalanya. Awal masuk ke STID Mohammad Natsir saya
berhutang pada banyak teman. Maklum selama 2 minggu kami tidak di tanggung
biaya makan.
Hari-hari kita jalanin bersama
teman-teman. Asrama adalah tempat hidup kami. Suka dan duka kita rasakan
bersama. Hari-hari itu kami jalani hingga pada suatu masa dimana kami harus
berpisah. Perpisahan kebersamaan dimulai saat program kafilah da’wah di Lampung
dan Sambas.
Dimana kami kembali harus terjun ke
perdalaman. Manyoritas tempat kami tugas kebanyakan non-muslim dibandingkan
muslim. Sekolah favorit adalah sekolah kristen, sekolah negeri sudah lusuh dan
tempat kambing tidur. Waktu hujan akan basah. Sekolah Islam seperti SD IT
jangan harap ada disana.
Karena itu kedatangan kami dalam
menyiarkan Islam, disambut dengan baik. Namun baik itu bagi warga muslim. Bagi
non-muslim adalah hal yang paling buruk. Bahkan teman kami sampai di ancam mau
dibunuh oleh para pemabuk non-muslim.
Makan yang halal sangat sulit kita
bedakan. Apa itu warung muslim atau bukan kita tidak mengetahuinya. Karena itu
kebanyakan dari kami harus makan mie Instan. Karena itu ada teman hingga sakit
tipes, karena mie Instan jadi makanan halal terfavorit.
Setelah lebaran Idul Fitri 2015 kami
selesai dari tugas kafilah da’wah. Waktu perpisahan anak-anak menangis histeris
lantaran kehilangan kakaknya. Mereka tidak ingin kami pulang. Bahkan hampir 24
jam kami menerima telp dari mereka di waktu pertama-tama pulang.
Setelah sampai di Jakarta, kami harus
tinggal di Masjid. Saya hampir 3 bulan mencari masjid tidak ketemu. Akhirnya
terpaksa harus tinggal di sebuah yayasan. Namun di yayasan tidak lama karena
bertentangan dengan kebijakan kampus, karena kibjakan kampus harus tinggal di
masjid. Akhirnya saya tinggal di mushalla. Waktu itu hari-hari sangat pahit.
Dimana utang ada dimana-mana. Bahkan gali lubang tutup lubang. Maklum saya
tidak ada kiriman dari kampung halaman. Tidak seperti anak-anak lainnya.
Duka ini sampai saya mengerjakan skripsi
dan bahkan hingga sekarang mau wisuda. 1.250.000 harus ngutang untuk bisa
wisuda tahun ini. Maka bagi yang bertanya kepada saya kenapa Amriadi belum
pulang ke kampung halaman untuk menjenguk orangtua. Itu yang bertanya tidak
punya hati dan perasaan. Namun tetap saya memaklumi mereka. Karena mereka tidak
tau kondisi saya, yang mengumpulkan koin demi koin untuk hidup.
Hari-hari ini terasa berjalan begitu
cepat. Namun belum tampak cahaya penerang kehidupan yang menyenangkan. Kecuali
saat bermain dengan anak-anak. Mereka adalah penghibur yang pernah ada. Karena
bermain dengan mereka bisa membawa saya kepada masa kecil. Dimana segalanya
tidak saya hiraukan lagi. Masa kecil saya yang sangat suram itu. Tidak yang
bisa dinikamti waktu kecil, dimana kita menyaksikan orang dibunuh, ditembak dan
rumah dibakar. Itu semua terjadi saat komplik GAM dan TNI.
Sehingga bermain dengan anak kecil
sekarang. Alam bawah sadar saya seolah saat ini saya masih kecil dan bermain
ria dengan teman-teman. Kita dan semua anak-anak waktu kecil adalah masa
bermain, masa mengenal lingkungan dan lainnya. Karena itu anak-anak sangat
mudah menghafal di waktu ini. Mereka cepat akrab satu sama lain.
Setelah lulus skripsi kegiatan saya
menulis dan design grafis. Semua saya lakoni dengan prinsip sosial. Saling
membantu, bukan saling menghitung. Karena itu saya harus makan sehari dua kali.
Namun saya masih bisa berbagi dengan kawan-kawan dan anak-anak. Maklum saya
adalah termasuk orang yang sosial. Sesuai dengan gelar saya S.Sos.
Namun saya masih mereka aneh, prodi saya
Komunikasi dan Penyiaran, tapi gelar akhir sosial. Padahal ilmu sosial kita
tidak pernah belajar. Dimana letak sosialnya. Saya tidak bangga dengan gelar
tersebut. Karena tidak sesuai dengan kadar Ilmu dan apa yang selama ini kita
pelajari.
Tapi alhamdulillah saya sudah lulus
kuliah. Telah menyandang S1, membuat orangtua bangga. Ibu yang serba tidak ada
bisa menyokalahkan anaknya hingga lulus di penguran tinggi di Jakarta. Sebuah
kehormatan bagi keluarga kami di kampung halaman. Walaupun saya tidak begitu
bahagia dengan gelar itu.
Tapi apa boleh buat kebijakan bukan kita
yang atur. Sesuai dengan kebijakan dan aturan yang harus kita ikuti bersama. Dan
akhir profil singkat ini saya ingin mengungkapkan. Selamat datang di negeri
Ilusi. Semua serba terlaik, yang halal dilarang dan yang haram dianggap baik.
Itulah tugas kita selanjutnya. Selamat beraktivitas. Salam special untukmu. []
0 comments:
Post a Comment