jika kebenaran telah datang maka yang bathil sudah terkuburkan.......
a. FUI (Forum
Umat Islam)
Sejak 67 tahun kemerdekaan, tepatlah kiranya kita umat Islam
dan bangsa Indonesia merenungkan kembali situasi dan kondisi sosial
politik bangsa Indonesia, apakah betul-betul kita sebagai bangsa muslim yang
merdeka secara hakiki ataukah malah masih terjajah oleh kekuatan kolonialisme
dunia. Kita sebagai umat Islam telah kaffah hidup secara Islami dan mendapatkan
hak-hak sebagai pemilik Negara ini ataukah malah sebaliknya hak-hak konstitusional
kita dikebiri.[1]
Selama ini bangsa Indonesia benar-benar bertaqwa kepada
Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, ataukah malah menjadi bangsa yang durhaka dan
maksiat kepada Allah SWT lantaran tunduk kepada tekanan ekonomi maupun politik
internasional. Maka dari itu NKRI Bersyariah merupakan Harga mati Kaum Muslimin
Indonesia dengan memilih presiden yang pro syariah pada pemilu 2014 nati untuk
mengamandemenkan UUD yang bertentangan dengan Syariah dengan Undang-Undang yang
sesuai Syariah.[2]
b. FPI (Front
Pembela Islam)
Piagam Jakarta adalah sebuah dokumen tertulis yang
ditandatangani oleh para pendiri bangsa pada tanggal 22 Juni 1945 di jakarta,
yang berisi sebuah kesepakatan MOU dari dua golongan besar antara Sekuler dan
Islam dipandang sebagai dasar Negara berisi sepotong kalimat yang dicirikan
kepadanya...dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya.[3]
Bagi FPI pengembalian fungsi Piagam Jakarta harus diletakkan
pada dasar semula yang merupakan pintu masuk gerbang bagi pemberlakuan Syariat
Islam yang mempunyai asas Legalitas konstitusi dan Legalitas Historis. Hal
inilah yang menyebabkan FPI begitu gigih memperjuangkan Piagam Jakarta supaya
kembali pada dasar negara yang berasas Islamiyah.[4]
Berikut gambar Skema rangcangan pengembalian status Hukum Piagam Jakarta.[5]
c. JAT
(Jamaah Anshorut Tauhid)
Maka
kepada kaum muslimin dan muslimat saya harap mengingatkan mereka dan
istri-istri mereka agar mereka selamat dari bencana yang mengerikan yakni: kemurtadan. Dan siap Membantu mereka menuntut
kepada thaghut agar memberlakukan syare’at Islam secra kaffah di NKRI, bila
menolak harus dilawan dengan jihad/revolusi sampai tujuan berhasil. Karena
mengatur negara dengan hukum
alloh secara murni dan kaffah adalah merupakan Hak Asasi dan
Keyakinan (Aqidah/Tauhid) Ummat Islam tidak boleh ditawar-menawar. [6]
Aqidah
ummat Islam mengatur negara dengan hukum
Allah Swt. secara murni dan
kaffah. Sejak Indonesia merdeka
dihalangi untuk diamalkan oleh penguasa-penguasa thaghut sampai hari ini hukum Allah hanya boleh untuk
mengatur negara secara bercampur-aduk dengan ideology sesat
(Pancasila, Demokrasi, Nasionalis Dan
Lain-Lain) dan diterapkan secara sepotong-sepotong saja, sedang keyakinan
agama-agama lain diberi kebebasan dan
kelompok-kelompok yang merusak Islam (Ahmadiyah, JIL, dan lain-lain) dilindungi, sedangkan para Mujahid yang Membela Islam dibunuh dengan dan dan
selalu di Intai. Oleh karena itu berjihad melawan thaghut di NKRI, yang tidak mau bertaubat setelah didakwahi hukumnya
fardlu’ain.[7]
d. MMI (Majelis Mujahidin Indonesia)
Generasi
Mujahid, adalah generasi Muslim penerus perjuangan Islam; yang
mengamalkan, mendakwahkan, dan memperjuangkan tegaknya Syari’ah Islam, baik
secara individual (sendiri) maupun institusional (bersama-sama). Sebagai
pelanjut perjuangan penegak Syari’ah Islam, maka setiap mujahid bertanggung
jawab atas pasang surutnya dakwah kebenaran, tegak atau runtuhnya bangunan
Islam. Siapapun orangnya yang masih menghembuskan nafas syahadatain, dimanapun
ia berada dan pada posisi apapun ia berperanserta, memiliki kewajiban dan
kepentingan yang sama untuk menegakkan kebenaran dan meninggikan kalimat Allah
swt di atas kalimat manusia.[8]
Majelis
Mujahidin bertekad untuk membangun jaringan persaudaraan dengan segenap
golongan kaum Muslim yang memperjuangkan Syari’at Islam sebagai satu satunya
dasar menata kehidupan di muka bumi Allah swt ini. Karena yang disebut sebagai
Khalifah Allah swt di muka bumi adalah orang-orang yang menegakkan Syari’at-Nya
di muka bumi. Mereka yang menjadikan tauhid sebagai landasan hidup dan Syari’at
Islam sebagai tatanan dalam semua aspek kehidupan di dunia ini. Mereka itulah
golongan mukmin yang berhak untuk diperlakukan sebagai Saudara segama, yang
senantiasa tolong-menolong dalam kebaikan, saling menguatkan dalam membela
kebenaran.[9]
Islam
menuntut setiap kaum Muslimin hidup di tengah masyarakat yang menjalani
kehidupan real, menghasilkan amal shalih dan memerangi segala bentuk sistem
jahiliyah. Islam bukanlah agama individualis, agama yang puas dengan terlaksana
nya ibadah orang perorang di Masjid atau tempat-tempat ibadah lainnya, terpisah
dari kancah kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Islam tidaklah datang untuk
menyuruh manusia menjadi pertapa, menyingkirkan dari pergaulan dengan orang
lain dan membiarkan kehidupan masyarakat bernegara diatur oleh paham dan sistem
kafir. Tapi Islam datang untuk menguasai dan mengarahkan kehidupan individu
masyarakat dan negara dengan landasan Syari’at Allah dan menuju kepada
penyembahan kepada Allah swt semata-mata. Untuk itulah setiap Muslim harus
memiliki disiplin yang tinggi agar dapat membangun masyarakat Islam dan
kehidupan bernegara yang didasarkan pada manhaj Ilahi.[10]
e. HTI (Hizbut Tahrir Indonesia)
Fokus perjuangan HTI adalah perubahan peradaban.
Makanya kita masih menempuh jalur seperti ini, jalur penyadaran dan pemikiran.
Peradaban itu selalu berganti. Dulu ketika peradaban Islam mewarnai dunia,
perdaban Persia dan Romawi terkubur. Sekarang yang mengemuka adalah peradaban
Romawi lewat negara Barat. Makanya harus kita perjuangan lagi agar peradaban
Islam mengemuka lagi. Tujuan
perjuangan HTI adalah perubahan peradaban. Kami belum melihat pentingnya perjuangan
ini dilakukan lewat Partai.[11]
HTI tidak ingin peradaban itu dipaksakan sebagaimana
yang mereka lakukan. Kita inginkan agar perubahan peradaban itu muncul dari
arus bawah, dari masyarakat. Bagi HTI pemilu adalah instrumen
dari sekian instrumen yang bisa dipakai untuk memperjuangkan syariat Islam.
Hanya saja diakuianya HTI belum tertarik untuk menempuh jalur ini sebagai arena
perjuangan penegakan Khilafah.[12]
f.
NU (Natlatul
Ulma)
Pancasila merupakan kristalisasi
dari nilai-nilai akidah, syariah, dan akhlak Islam ahlussunah wal jamaah, maka
pengamalan Pancasila dengan sendirinya telah merupakan syariat Islam ala
ahlusunnah wal jamaah. Sebagai konsekuensi atas sikap politik tersebut, maka NU wajib menjaga pengertian yang benar
tentang Pancasila serta pengamalannya secara murni dan konsekuen. “Dengan
demikian tidak perlu ada aspirasi untuk mendirikan negara Islam karena
nilai-nilai dan aspirasi Islam telah dikejawantahkan dalam Pancasila. Oleh
karena itu segala bentuk penentangan terhadap Pancasila, perlu ditindak tegas.
“Siapa saja dan organisasi apa saja yang terang-terangan bertentangan apalagi
melawan ideologi Pancasila, harus ditetapkan sebagai organisasi kriminal,
bahkan subversif, yang tidak boleh leluasa mengembangkan ajarannya di negara
ini.[13]
Untuk menjaga posisi Pancasila
sebagai sumber hukum tertinggi, segala bentuk hukum dan perundang-undangan yang
ada di Indonesia pun mesti merujuk pada Pancasila. “Segala bentuk hukum yang tidak
sejalan dengan Pancasila harus dinyatakan batal demi hukum.” Sayangnya, saat
ini banyak Undang-undang yang bertentangan dengan Pancasila. “Oleh karena itu
harus segera dievaluasi karena ini jelas telah merugikan bangsa, merusak
negara, dan menyengsarakan rakyat Indonesia. Padahal jelas tujuan Pancasila
adalah untuk menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.[14]
g.
Muhammadiyah
Ketua Umum Pimpinan Muhammadiyah Frof. Dr. Din
Syamsuddin mengatakan: Neragara Indonesia ini bukan negra Islam sehingga Pemerintah tak pantas jadi ulil amri.
Kalau ditarik pemerintah ulil amri yang
harus ditaati, mohon maaf kami tidak sependapat. Pemerintah bukanlah ulil amri,
ini bukan negara Islam. Pembentukan atau pemilihan keyakinan itu bukan
berdasarkan syariat Islam. Sebuah pemerintah yang masih melakukan korupsi
terhadap kitab suci, ini jauh dari kriteria yang ditaati. Alasan ulil amri
harus ditaati dalam hal ini (awal Ramadhan, yang dimaksud Muhammadiyah) batal
demi hukum. [15]
h. DDII
(Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia)
M.
Natsir salah seorang pendiri Dewan Da’wah mengatakan bahwa Islam
mengajarkan ibadah dan juga politik dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Dan Islam sangat menghormati hak asasi manusia, musyawarah, serta
mendahulukan kewajiban tanpa melupakan haknya. Satu agama yang hidup dalam
sebagian terbesar dari rakyat Indonesia.[16]
“Pengertian demokrasi dalam Islam
memberikan hak pada rakyat megeritik, menegur, membetulkan pemerintah yang
zhalim . kalau tidak cukup dengan kritik dan teguran, Islam memberi hak kepada
rakyat untuk menghilangkan kezhaliman itu dengan kekuatan dan kekerasan jika
perlu.[17] M. Natsir menegaskan Islam bukan demokrasi
100%, bukan pula teokrasi 100%. Islam itu, ya Islam.[18] Dari hasil Rekernas Dewan Da’wah pada tanggal
29-31 Januari 2013 menghasil Bahwa: Dewan Da’wah berfungsi sebagai penjaga
keutuhan NKRI.[19]
i.
PBB (Partai
Bulan Bintang)
Al-Islam adalah agama fitrah yang diturunkan Allah
lengkap dengan pedoman hidup manusia, oleh karena itu syariatnyalah yang harus
ditegakkan dimuka bumi ini dan sebagai sumber hukum yang tertinggi yang
prinsip-prinsipnya dapat ditranspormasikan dalam hukum Nasional, dengan
memperhatikan keadaan ruang dan waktu untuk melindungi semua warga negara. PBB
memperjuangkan tegaknya prinsip hukum yang adil, dimana semua orang mempunyai
kedudukan yang sama di depan hukum.[20]
Menyadari tugas sebagai khalifah yang harus bertanggung
jawab kepada Allah dalam kehidupan dunia dan akhirat. PPB berusaha mengembang
konsep amar ma’ruf nahyi mungkar dengan menentang semua yang mungkar dan
mendukung semua yang ma’ruf karena kebatilan itu tetap batil dan kebenaran itu
tetap benar, bagaimanapun bentuknya dan bagaimanapun peristiwanya. PBB
memandang konsep Khilafah harus ditegakkan di bumi Indonesia ini dan
pemberdayaan sesuai tuntunan Allah dan Rasul dalam kehidupan sehari-hari.[21]
j.
P3 (Partai
Persatuan dan Pembangunan)
PPP
berpendirian bahwa musyawarah untuk mencapai mufakat merupakan prinsip dasar
dalam proses pengambilan keputusan kolektif yang mencerminkan nilai-nilai
budaya bangsa yang perlu terus ditumbuhkembangkan. Dengan musyawarah dapat
dipelihara sikap saling pengertian, saling menghargai, dan menjamin kemantapan
hasilnya serta menumbuhkan tanggungjawab bersama, sehingga demokrasi yang
sejati dapat terwujud dengan baik dan nyata. Di samping itu, keputusan yang
diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Allah Swt.
Apabila dengan musyawarah tidak dapat dicapai mufakat, maka tidak tertutup
kemungkinan pengambilan keputusan dengan suara terbanyak, namun harus dicegah
adanya diktator mayoritas.[22]
Cita-cita Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
adalah merealisasikan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (UUD 1945), yang berupa: “….melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan perdamaian abadi, kemerdekaan, dan keadilan sosial.” Densus 88 sedikit banyak telah melukai perasaan umat
Islam dan justru memicu kebencian sebagian kalangan umat Islam terhadap Polri,
lalu terhadap negara. Untuk itu, pemberantasan terorisme di Polri perlu
dikembalikan lagi pada satuan organik yang ada sekaligus membubarkan Densus 88
secara bertahap.[23]
k. PKS (Partai Keadilan Sejahtera)
Kebangkitan
ini berjalan hingga tahun 1959 ketika upaya untuk membangun bangsa yang
demokratis dan sejahtera mengalami kebuntuan dengan dikeluarkannya Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 yang menandai awal diktaktorisme di Indonesia. Demokratisasi menjadi
tulang punggung perjuangan tersebut yang mewadahi partisipasi masyarakat dalam
keseluruhan aspeknya. Bertolak dari kesadaran tersebut, dibentuklah sebuah
partai politik yang akan menjadi wahana dakwah untuk mewujudkan cita-cita
universal dan menyalurkan aspirasi politik kaum muslimin khususnya beserta
seluruh lapisan masyarakat Indonesia umumnya. [24]
Fahri Hamzah politisi PKS menklaim pada twitternya
@fahrihamzah: “Saya tidak percaya negara agama. Agama tidak perlu negara.” Undang-undang
Dasar 1945 RI sudah sesuai dengan sunnah Rasulullah, Buat PKS, Pancasila dan UUD45 sudah Islami dan
sesuai dengan sunah nabi dalam konstitusi Madinah.[25]
[1]
www.nkribersyariah.blogspot.com/khutbah/saatn@/nkri/-syariah/28/Desember/2012
[2] Ibid
[3] Syahrul Efendi & Yudi
Pramuko, Rahasia Sukses Da’wah Habib-FPI Gempur Playboy?!, Jakarta: Yudi
Pramuko, Cet. I, 2006, Hal. 148
[4] Ibid
[5] Ibib, Hal. 157-158
[6] Ust. Abu Baqar Ba’syir, Tadzkiroh
II (Peringatan dan Nasehat Karena Allah), Jakarta: JAT Media Center,2013,
Hal. 11
[7] Ibib
[8] http://majelismujahidin.com/about/karakteristik-majelismujahidin/#sthash.cROOAXsi.dpuf
/17/Maret/2014
[9] Ibid
[10] Ibid
[12] Ibid
[14] Ibib
[15]
www.nkribersyriah.blogspot.com/18/Desember/2012
[16] Ahmad Suhelmi, Suekarno
Versus Natsir, Jakarta: Darul Fatah, 1999, hal. 90
[19] Doc. Pribadi
[20] Ketetapan Muktamar III PBB, No.
08/TAP/Muktamar III/2010, Tafsiran Asas PBB
[21] Ibid
[24] www.pks.co.id/sejarah-pks/22/Maret
/2014
0 comments:
Post a Comment