Wednesday, April 9, 2014

Sejarah Perkembangan Demokrasi di Indonesia



Penulis: Amriadi
Setelah sidang terbentuk Piagam Jakarta dengan kekuasaan pemerintahan presiden berada di tangan soekarno dan wakilnya M. Hatta, pada tanggal 3 November 1945 dikeluarkannya maklumat wakil presiden No. X yang menganjurkan membuat partai Politik. Perkembangan demokrasi dalam masa revolusi dan demokrasi Parlementer dicirikan oleh distribusi kekuasaan yang khas. Presiden Soekarno ditempatkan sebagai pemilik kekuasaan simbolik dan ceremonial, sementara kekuasaan pemerintah yang riil dimiliki oleh Perdana Menteri, Kabinet dan, Parlemen. Partai politik memainkan peranan sentral dalam kehidupan politik dan proses pemerintahan. Kompetisi antar kekuatan dan kepentingan politik mengalami masa keleluasaan yang terbesar sepanjang sejarah Kemerdekaan Indonesia.[1]
Pada saat yang Partai MASYUMI (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) yang didirikan pada tanggal 7 November 1945 tidak luput dari mempertahankan Negara yang baru saja diproklamirkannya. Masyumi merupakan partai Politik yang menghimpun segenap golongan sosial Islam yang telah lama eksis sebelumnya seperti NU, Muhammadiyah, Persis, Alwasliyah dan perti yang merupakan elemen utama yang mengisi wadah perjuangan Porpol Legendaris ini.[2] Perubahan politik penguasa dan pernyataan Bung karno yang  menolak Usul atau ajakan menjadikan Islam sebagai dasar negara,[3] memicu kemarahan para tokoh Islam di berbagai daerah sehingga politik umat Islam terpecah menjadi dua bagian: Masyumi memperjuangkan agar terevolusi, Negara berdasarkan Islam dalam anggaran dasar Masyumi  yang disahkan KUII (Kongres Umat Islam Indonesia).[4]
Selanjutnya Darul Islam atau yang Lebih dikenal dengan NII (Negara Islam Indonesia) memperjuangkan gerilya Jihad, menurut Al Chaidar penyebab atau faktor orientasi Islamlah yang lebih dominan menyebabkan terjadinya perlawanan terhadap pemerintah tahun 1949-1964, sangat sulit untuk disimpulkan bahwa perlawanan NII bukan dipicu Sosial-Ekonomi tetapi faktor Ideologis.[5] NII yang hendak mendirikan Negara berdasarkan konstitusi Islam dengan sumber hukum tertinggi yaitu Al-Qur’an dan Hadits Shahih dimulai dari sejak diproklamirkan NII pada tanggal 7 Agustus 1949 didesa Malangbong, Kab. Tasikmalaya, Jawa Barat,[6] kemudian diikuti Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Kalimatan selatan, sampai ke Aceh pada tahun   1953.[7]
Darul Islam/NII terus melakukan perlawanannya untuk menggantikan Negara Nasional Menjadi Negara Islam, para tokoh Islam diluar NII juga terus berjuang dengan agenda yang sama yaitu mewujudkan negara berdasarkan Syariat Islam lewat konstitusional parlemen. Tokoh Islam yang optimis akan memenangkan Islam lewat konstitusi yang besar di seluruh pulau jawa, kalimantan, sulawesi dan Sumatra ternyata keliru besar karena hasil suara umat Islam pada pemilu pertama Cuma 20.9% dimenangkan Masyumi 18,4% dimenangkan NU dari 39 juta pemilih dan keluar sebagai pemenang pertama adalah PNI dengan perolehan suara 22,3% dan keempat diduduki PKI dengan Perolehan suara 16,4% perolehan suara yang signifikan membuyarkan keyakinan politisi Islam yang selama ini optimis Islam Menang Mutlak.[8]
Jika keseluruhan perolehan suara partai Islam gabungan (Masyumi, NU, PSII, dan Perti) hanya memperoleh 43,5% tetapi jumlah kursi di konstitusi 227 kursi.[9] Mereka berjuang dalam parlemen dengan mengusulkan Islam sebagai ideologi berdasarkan argumentasi bahwa:
1.      Waktak holistik Islam
2.      Keunggulan Ideologi Islam dibanding dengan Ideologi lain didunia
3.      Kenyataan Islam dipeluk mayoritas Islam
Tapi hal ini tidak berhasil, yang diterima pancasila sebagai ideologi dengan menghapuskan tujuh kata piagam Jakarta yang dapat ditafsirkan sebagai kekalahan besar terhadap politik Islam, perjuangan umat Islam dilanjutkan lebih gencar lewat DI/NII begitu juga lewat sidang konstituante  untuk menggolkan kembali gagasan Islam yang merupakan Indikasi perjuangan konsisten mereka.[10]
      Konstituante belum selesai merampung tugas-tugas Legislatif, tanpa ada kesabaran presiden sukarno dengan dukungan angkatan darat mengeluarkan dekritnya untuk kembali ke UUD45 dengan dijiwai Piagam Jakarta dan Konstuante pun dibubarkan, pada tahun 1957 sukarno menyampaikan konsepsi presiden tentang demokrasi terpinpin yaitu kabinet gotong royong yang akan melibatkan semua partai yang diwakili DPR.[11] Konsepsi ini menjadi polimik  pro kontra, dari konsep ini lahirlah konsep Nasakom (Nasionalis, Agama dan Komunis). Konsep hasil ijtihad sukarno hanya bertahan dari 1959-1966, pada tanggal 30 September 1965 PKI mengambil alih kekuasaan, tetapi gagal sehingga terjadi perubahan politik besar-besaran semua elemen Islam keluar sebagai penentang utama anti Komunis dengan diikuti militer dan akhirnya PKI berhasil disingkirkan dan orde baru pun dimulai[12]
      Aksi kudeta PKI masih sangat gencar dilakukan, pada 11 Maret 1966 suharto melalui tiga jendral utusannya , Amir Machmud, Basuki Rahmat dan M. Yusuf menemui sokarno dengan dalih meminta secara Legal tertulis agar sukarno memberi wewenang kepada suharto untuk menjaga stabilitas negara berupa surat intruksi, karena sukarno masih di cari-cari oleh PKI. Perintah sebelas Maret (Supersemar) yang kontroversional dimanfaatkan suharto untuk menumpas PKI. [13] Suharto tidak membuang kesempatan emas ini, terbukti pada tanggal 12 maret 1967 menjabat menjadi presiden setahun kemudian diangkat secara resmi menjadi presiden untuk jabatan 5 tahun.[14]
      Rakyat sipil yang paling gencar menghancurkan orde lama dan PKI, dan ini merupakan saat umat Islam untuk menentukan ideologi Negara berdasarkan Islam tetapi digagalkan Militer, pada tanggal 21 Desember 1966 secara Resmi militer menyampaikan sikap “akan mengambil   tindakan siapapun, dari manpun, dan golongan apapun yang akan                                                                                                                                                                                                               menyimpang dari Pancasila dan UUD 194 seperti PKI, DI, Masyumi dan lain-lain.[15]  Partai Masyumi yang sekarang sudah diganti dengan partai baru yaitu Partai Muslim Indonesia (PMI) Suharto dari permulaan tidak suka Masyumi, orang masyumi pun tidak diizinkan menduduki di struktur  PMI. Pada kongres umat dimalang, Mohammad Roem sudah terpilih dengan terpaksa dianulirkan dan ganti dengan struktur yang baru. Perjungan tuntutan umat Islam ditolak oleh orde baru:
1.      Tuntutan klasik-lanten agar piagam Jakarta sebagai pintu masuk syariat Islam kepada kaum muslimin ditolak dalam sidang MPR Sementara tahun 1968.
2.      Tidak diizinkan penyelenggaraan Konggres Umat Oislam Indonesia pada tahun yang sama.[16]
Setelah tumbang orde baru dengan asas tunggal pancasila pada tahun 1998 tuntutan umat Islam piagam Jakarta tidak pernah pudar dikalangan umat Islam. Ditahun 2000 piagam Jakarta kembali Mencuat pada sidang  MPR dibulan Agustus. Berbagai ormas Islam berusaha untuk kembali Piagam Jakarta ditambah lagi dua partai Islam memperdebatkan hal yang sama yaitu P3 dan PBB untuk mengamandir pasal 29 ayat 1 UUD 1945 dari Teks : Ketuhanan yang maha Esa dengan penambahan kewajiban menjalankan syariat Islam  bagi pemeluk-pemeluknya. Tuntutan ini juga dilakukan diluar parlemen oleh ormas Islam seperti FPI, KAMMI, GPI, PII, HAMMAS, KISDI, HMI, FPIS dan Dewan Da’wah pun tidak ketingalan mengambil bagian tekanan politik ektra parlemen dengan demostrasi di jalan utama Jakarta tepatnya dilapangan gedung DPR/MPR dalam rangka mendukung amandemen pasal 29 ayat 1 tersebut.[17]
 Perjuangan ini tidak berhasil karena dalam kalangan politik Islam ada beberapa tokoh berpengaruh besar seperti A. Syafi’i Maarif (PP Muhammadiyah) KH. Hasyim Muzadi (PBNU) Nurcholish Majidjid (Rektor UPM-Universitas Paramadina Muliya) mereka berpendapat bahwa syariat Islam dalam konstitusi akan membawa memudharatkan agama maupun Negara sebagai wilayah publik , akan ada prasangka lama yaitu NII, jika prasangka ini dibiarkan akan melahirkan ancaman disintegrasi bangsa dan piagam Jakarta itu akan mendeskriminasikan kelompok lain.[18]
Hal ini sangat disayangkan karena pendapat ini keluar dari tokoh Islam seperti NU, Muhammadiyah kalau kita melihat kembali perjuangan kedua Ormas ini dalam memperjaungkan Islam sebagai dasar Negara sangat berperan penting dalam parlemen.[19] Tapi perlu di ingat dan bila perlu dicatat agar tidak lupa akan sejarah bahwa Perjuangan umat Islam untuk menjadikan Negara berdasarkan Islam belum berakhir. Pada tahun 2013 FUI (Forum Umat Islam) kembali menyeru dengan Simboyan NKRI Bersyariah harga Mati, hal ini terus diperjuangkan dengan mendiris FCS (Forum Caleg Syariah) yang dikumandui oleh Ir. KH. M. Al Khathat dengan mengunakan media promosi utama Suara Islam baik cetak maupun Online.[20]
Berita mengenai NKRI bersyariah terus disiarkan dengan mengusung 15 calon presiden Syariah tapi yang paling dominan adalah tokoh yang gerakan garis keras dan tegas seperti Ust. Abu Bakar Ba’syir (JAT), Habib Rezieq Syihab (FPI) dan Ust. Abu Jibril (MMI). Akankah terwujud NKRI Bersyariah terwujud lewat FUI? Akan kita saksi nati pada pemilu 9 April 2014, akankah fraksi Islam menang. Ingat  perjuangan baru saja dimulai. 



[1] http://tifiacerdikia.wordpress.com/lecture/lecture-1/ilmu-kewarganegaraan/perkembangan-demokrasi-di-indonesia/28/Desember/2013/
[2] Syahrul Efendi, ..... Habib-FPI Gempur Playboy, hal. 95
[3]  Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah 2, hal. 342
[4] Syahrul Efendi, ..... Habib-FPI Gempur Playboy, hal.136
[5] Al-Chaidar, ....... NII S.M. Kartosoewirjo, hal. 92
[6] Ibid, hal. 96
[7] Ibib, hal. 124
[8] Syahrul Efendi, ..... Habib-FPI Gempur Playboy, hal.137
[9] Ahmad Mansur, Api Sejarah2, hal. 360
[10] Al-Chaidar, ....... NII S.M. Kartosoewirjo, hal. 95
[11] Ahmah Mansur, Api Sejarah2, hal. 387
[12] Ibid, hal. 433
[13] Ibid
[14] Ibid
[15] Syahrul Efendi, ... Habib FPI Gempur Playboy, hal. 107-108
[16] Ibid, hal. 108
[17] Ibid, hal. 122-123
[18] Ibid, 124
[19] Ibib, 125
[20] Himpunan Brita Utama NKRI Bersyariah Suara Islam

SHARE THIS

Author:

Penulis merupakan penulis bebas dan juga penggiat blockchain dan Cryptocurrency. Terima Kasih sudah berkunjung ke Blog Saya, bebas copy paste asal mencantumkan sumber sebagaimana mestinya.

0 comments: