SOSIALISME
oleh: Amriadi (dikutip dari buku DIBAWAH BAYANG-BAYANG PALU ARIT oleh Amriadi Al Masjidy)
A.
Pengertian Sosialisme
Sosialisme dalam bahasa Inggris diartikan sebagai Socialism dan dari bahasa latin disebut dengan kata socius yang artinya teman atau sahabat.[1]
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 1999, Sosialisme diartikan sebagai
ajaran atau paham kenegaraan dan ekonomi yang berusaha supaya harta benda,
industry, dan perusahaan menjadi milik Negara dangan berkecimpung dengan
tokoh-tokoh politik.
Menurut Drs.ek. A. Abduracman,
Sosialisme merupakan sebuah doktrin ekonomi dan politik yang membela pemilik
social atas alat-alat produksi dan penghapusan motif laba. Suatu dalil pokok
dalam paham sosialisme yaitu kepercayaan bahwa setiap individu akan membantu
masyarakat atau menerima sesuatu yang seimbang dengan yang di produksinya.[2]
Hal yang sama juga diungkapkan oleh ahli Filsafat Modern Simon Blackburn,
Sosialisme merupakan system politik yang didalamnya ada cara produksi yang
tidak terletak ditangan pihak swasta atau lembaga pemerintah, melainkan dibawah
control social. Sosialisme berusaha menghindari implikasi totalitarian dari
Komunisme, dan bekerja efektif dalam konstitusi demokratif liberal.[3]
Sosialisme pada hakekatnya
berpangkal pada kepercayaan diri manusia, melahirkan kepercayaan pula bahwa
segala penderitaan dan kemelaratan yang dihadapi dapat diusahakan
melenyapkannya.[4]
George Lansbury, pemimpin partai buruh, menulis dalam bukunya My
England(1934), dijelaskan:
“Sosialisme, berarti cinta kasih,
kerjasama, dan persaudaraan dalam setiap masalah kemanusiaan merupakan
satu-satunya perwujudan dari iman Kristiani. Saya sungguh yakin apakah orang
itu tahu atau tidak, mereka yang setuju dan menerima persaingan dan pertarungan
satu dengan yang lain sebagai jalan untuk memperoleh roti setiap hari, sungguh
melakukan penghianatan dan tidak menjalankan kehendak Allah.”[5]
Sosialisme adalah sebuah masyarakat
dimana kaum pekerja sendiri yang menguasai alat-alat produksi dan merencanakan
ekonomi secara demokratik; dan semua ini secara internasional. Istilah
“sosialisme” atau “sosialis” dapat mengacu ke beberapa hal yang berhubungan
dengan ideologi atau kelompok ideologi. sistem ekonomi negara. Kata ini mulai
digunakan paling tidak sejak awal abad ke-19. Dalam bahasa Inggris, pertama
digunakan untuk mengacu kepada pengikut Robert Owen pada tahun 1827. Di
Prancis, digunakan untuk mengacu pada pengikut doktrin Saint-Simon pada tahun
1832 dan kemudian oleh Pierre Leroux dan J. Regnaud dalam l'Encyclopedie
nouvelle. Penggunaan kata sosialisme sering digunakan dalam berbagai
konteks yang berbeda oleh berbagai kelompok, namun hampir semua sepakat bahwa
istilah ini berawal dari pergolakan kaum buruh industri dan buruh tani pada
abad ke-19 dan ke-20. Berdasarkan prinsip solidaritas dan memperjuangkan
masyarakat egalitarian dengan sistem ekonomi, yang mana menurut mereka melayani
masyarakat banyak dapat dilakukan dengan mudah, ketimbang hanya segelintir
elite.
Sosialisme dalam arti lain, ada socialized Medicine yaitu pengobatan
secara social. Ada juga pengertian Social
Security atau ada tambahan Social
Security Act yang artinya sebuah jaminan tehadap kesejahteraan social yang
diatur dalam undang-undang.[6]
Sosialisme sebagai ideologi menurut penganut Marxisme (terutama Friedrich
Engels), model dan gagasan sosialis dapat dirunut hingga ke awal sejarah
manusia, sebagai sifat dasar manusia sebagai makhluk sosial. Pada masa
Pencerahan di abad ke-18, para pemikir dan penulis revolusioner seperti Marquis
de Condorcet, Voltaire, Rousseau, Diderot, abbe de Mably, dan Morelly
mengekspresikan ketidakpuasan berbagai lapisan masyarakat di Perancis. Kemudian
Sistem Ekonomi dalam sosialisme sebenarnya cukup sederhana. Berpijak pada
konsep Marx tentang penghapuskan kepimilikan hak pribadi, prinsip ekonomi
sosialisme menekankan agar status kepemilikan swasta dihapuskan dalam beberapa
komoditi penting dan kepentingan masyarakat banyak, Seperti Air, Listrik, bahan
pangan dan lain-lain.[7]
Di satu sisi,
industrialisasi dengan kapitalisasinya telah mendorong dengan pesat laju
produksi barang dan jasa, akan tetapi, di sisi yang lain, keduanya juga
bertanggung jawab terhadap kesenjangan dan krisis sosial yang merugikan kaum
buruh. Upah kerja rendah, jam kerja panjang, eksploitasi tenaga anak dan
wanita, serta pabrik yang kurang, bahkan tidak memperhatikan keamanan kerja dan
kesejahteraan kaum buruh,[8]
telah mendorong para pemikir untuk meninjau kembali paradigma dasar
kapitalisme.
B.
Sejarah Sosialisme
Istilah Sosialisme pertama kali
dikenal pada tahun 1831 tempatnya di Perancis. Dia muncul dalam sebuah artikel anonim
kemudian dipertalikn dengan Alexander Vinet, sebagai jalan antara
individualisme dan socialisme. Pierre Leoux dan Louis Reyband pada tahun
1830-an, keduanya mengklaim memperkenalkan istilah Sosialisme, namun sayangnya
klaim mereka keliru. Setelah itu istilah ini kembali dipakai luas pada periode
Saint-Simon untuk menentang ajaran Individualisme yang dianggap sesat. Akhirnya
Saint-Simon menjadi pendiri Sosialisme Perancis dan menganjurkan pembaharuan
pada pemerintahan untuk mengembalikan hegemoni pada masyarakat.[9]
Setelah melebarnya sayap-sayap
ideologi liberalisme dan kapitalisme, maka dunia telah terbentuh ideologi ini
dipenuhi dengan pragmatisme hidup, sikap individualistis, konsumeris,
hedonisme, materialisme, dan sekulerisme. Ini telah menimbulkan masalah sosial
sampai pada tingkat unit sosial terkecil, seperti melemahkan ikatan emosional
dalam keluarga, disorientasi, disorganisasi sosial, pada skala yang besar
timbulnya aliansi sosial sebab jauh dari agama dan kepentingan sosial dalam
kehidupan sosialis dan ekonomi masyarakat. Lahirlah paham sosialisme. Mereka
menentang individu sebagai dasar pribadi, juga kebebasan ekonomi yang perlu
melibatkan negara. Faham sosialis mengusahakan indutri negara bukan semata
untuk digunakan mencari keuntungan yang melebihi usaha keuntungan. Kapitalis
yang meungkin berhasil, mungkin juga tidak. Akan tetapi untuk penyelenggarakan
industri yang lebih demokratis, bermanfaat dan bermartabat, penggunaan mesin
yang lebih memperhatikan manusia dan penggunaan hasil kecerdasan manusia yang
lebih bijak.[10]
Lahirlah tokoh-tokoh sosialis, seperti St. Simon (1760-1825), Fourier (1837),
Robert Owen (1771-1858), Louis Blane (1813-1882), Bakunin (1814-1876).
Sosialisme yang
kita kenal sekarang ini timbul sebagian besar sebagai reaksi terhadap
liberalisme abad ke 19. Pendukung liberalisme abad ke 19 adalah kelas menengah
yang memiliki industri, perdagangan dan pengaruh mereka di pemerintahan besar,
akibatnya kaum buruh terlantar. Kaum Borjuis dengan semakin baiknya alat
produksi, sempurnanya alat-alat komunikasi, menarik semua bangsa bahkan yang
paling biadab sekalipun keperadaban dunia.[11]
Muncul
Robert Owen (1771-1858) di Inggris, Saint Simon (1760-1825) dan Fourier
(1772-1837) di Perancis. Mereka berusaha memperbaiki kondisi buruk akibat
sistem kapitalisme dan mulai menyerukan gagasan sosialisme. Namun, usaha mereka
tidak dibarengi dengan tindakan nyata, maupun konsepsi nyata mengenai tujuan
dan strategi dari perbaikan itu. Akibatnya, teori-teori mereka dianggap sebagai
khayalan semata (sosialisme utopis), terutama oleh Marx dan Engels.[12]
Agar semua perdagangan
dapat berjalan dengan damai, revolusi, atau persuasi untuk melancarkan
perubahan. Sosialisme merupakan tahap awal yang dilalui masyarakat menuju
Komunisme. Dengan demikian Komunisme berada pada sejarah yang baru dan akhir
dari ajaran Marx. Sosialisme sarana atau alat untuk mencapai tujuan kaum
Marxisme yang beranggapan bahwa tahap awal Sosialisme merupakan kediktatoran
proletariat. Lenin sendiri berpendapat bahwa Uni Soviet berada dalam tahap
Sosialisme.[13]
Karl Mark (1818-1883) dari Jerman, tampil ke depan. Ia juga mengecam keadaan
ekonomi dan sosial yang bobrok akibat diterapkannya sistem ekonomi
kapitalistik. Untuk mengubah kondisi masyarakat yang bobrok, Karl Mark
berpendapat bahwa masyarakat harus diubah dengan perubahan radikal
(revolusioner) bukan dengan perubahan tambal sulam.[14]
Selanjutnya, Marx
menyusun teori-teori sosial yang bertumpuk pada hukum-hukum ilmiah. Ia
menamakan teori sosialnya dengan nama Sosialisme Ilmiah (Scientific Socialism),
untuk membedakan pahamnya dengan Sosialisme Utopis. Dalam menyusun teori-teori
sosialnya Mark banyak dipengaruhi oleh filsuf Jerman Hegel (1770-1831),
terutama filsafat Hegel tentang dialektika. Ia dan seorang kawan dekatnya,
Engels, menerbitkan berbagai macam karangan, salah satunya yang paling masyhur
adalah Manifesto Komunis dan Das Kapital.[15]
Walaupun Mark pada satu sisi menyerang konsep filsafat Idealisme,[16]
namun pada sisi lain ia mengadopsi filsafat ini untuk menjelaskan perkembangan
(evolusi) masyarakat. Di tangan Karl Mark, konsep dialektika dijadikan sebagai
pisau analisa sosial terutama untuk menjelaskan kebobrokan sistem kapitalisme,
karena di dalamnya terkandung unsur yang lebih maju. Unsur dialektis ini ia
perlukan untuk menjelaskan perkembangan masyarakat mulai dari masyarakat
feudal, kapitalis, hingga sosialis. Untuk itu, Mark merumuskan teori dialektika
materialisme (dialectical materialism).
Selanjutnya, teori ini ia gunakan untuk menganalisa sejarah perkembangan
masyarakat, yang ia sebut dengan materialisme historis (historical materialism).[17]
Konsep dasar lain yang
membangun sosialisme-Komunisme adalah filsafat materialisme. Secara umum Marx
menyebutkan bahwa teori harus selalu dikaitkan dengan dunia nyata (materi), dan
sebaliknya. Menurutnya, perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat lebih
banyak disebabkan oleh perubahan-perubahan faktor ekonomi. Masyarakat
berevolusi sejalan dengan berevolusinya alat-alat produksi. Walaupun ia
menyerang madzhab Idealismenya Hegel, namun pokok-pokok filsafat aliran
Idealisme terlihat masih berpengaruh kuat pada teori-teorinya. Marx hanya
mengganti Absolute Spirit (Realitas
Mutlak) yang oleh Hegel disebut dengan Tuhan, sedangkan marx mengantikannya
dengan materi. Menurut Hegel, eksistensi jiwa yang mutlak ini secara bertahap
akan semakin berkembang menjadi suatu tahap yang lebih tinggi dari kemerdekaan
manusia. Jiwa dan materi adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan, keduanya
saling terikat, saling bergantung, saling mempengaruhi, walaupun menurut Hegel,
jiwa lebih penting dari materi.[18]
Fabian di Inggris tahun
1884 yang melakukan penekanan pada pemerintahan Inggris dengan system Grandualisme. Hal ini didukung
penuh oleh George Benard Show dan H.G. Wells. Partai-partai Sosialis mulai
berkembang dibelahan dunia Eropa, di mulai oleh Jerman tahun 1861. Amerika
Serikat juga ikut mendirikan sebuah partai Sosialis yang didirikan pada
dasawarsa 1890-an. Mulai tahun 1928 Norman Thomas mencalonkan diri menjadi
presiden enam kali dari partai Sosialis. Dalam tahun-tahun terakhir Micheal
Harrington telah menampilkan analisis yang memadukan antara revolusioner dan
grandualisme.[19]
C.
Sistem Ekonomi Sosialisme
Sosialisme adalah suatu sistem
perekonomian yang memberikan kebebasan yang cukup besar kepada setiap orang
untuk melaksanakan kegiatan ekonomi, tetapi dengan campur tangan pemerintah.
Pemerintah masuk ke dalam perekonomian untuk mengatur tata kehidupan
perekonomian negara serta jenis-jenis perekonomian yang menguasai hajat hidup
orang banyak, dikuasai oleh negara seperti air, listrik, telekomunikasi, gas
lng, dan lain sebagainya. Dalam sistem ekonomi sosialisme atau sosialis,
mekanisme pasar dalam hal permintaan dan penawaran terhadap harga dan kuantitas
masih berlaku. Pemerintah mengatur berbagai hal dalam ekonomi untuk menjamin
kesejahteraan seluruh masyarakat.
Pada dasarnya sosialisme mewarisi
tujuan pokok yang sama dari kapitalisme, yakni melestarikan kesatuan faktor
tenaga kerja dan pemilikan. Pada abad ke-17 dan ke-18, saat kapitalisme
melewati tahap awal perkembangannya, kesatuan itu menjadi kenyataan. Inggris di
zaman John Locke masih hidup dan Amerika di zaman Thomas Jefferson menyaksikan
pertanian yang berukuran rata-rata, toko-toko, bengkel hanya dalam skala kecil
keluarga saja. Tenaga kerja dan pemilik berada dalam keseiringan. Ancaman utama
dalam kesatuan ini justru datang dari negara, yang berusaha untuk menetapkan
dan mengatur.[20]
Singkatnya negara memainkan peranan
suatu badan yang berkuasa penuh dalam urusan ekonomi. Akan tetapi, tatkala
ekonomi kapitalis mengalami kemajuan, tanggungjawab individu dan keluarga dalam
urusan kepamilikan alat-alat produksi serta pengaturan tenaga kerja,
perlahan-lahan digantikan oleh sistem ekonomi dalam mana perusahaan besar
mengambil alih fungsi-fungsi tersebut. Ketika bentuk usaha industri tumbuh
semakin besar, tanggungjawab tenaga kerja semakin beralih ke tangan masyarakat,
sementara pemilikan tetap secara perorangan. W.I.Lenin mengungkapkan bahwa system ekonomi social merupakan dasar
ekonomi terletak dalam kemenangan, mencapai penuh hak produksi barang, merebut
pasar dalam negeri, mesti mempunyai wilayah-wilayah yang politis bersatu
memakai satu bahasa, dan menghapus segala rintangan terhadap perkembangan
bahasa dan terhadap ekonomi.[21]
Sistem ekonomi ini dipelopori
oleh Karl Marx yang membantah system ekonomi kapitalis, ternyata juga menjadi
sangat parah dari system ekonomi kapitalis. Yang mana system ekonomi yang
mengangkat hak social dan membunuh hak individu. Di negeri sosialis ini pajak
tergolong murah, tetapi sangat sulit mencari pekerjaan. Sebagai bukti
masyarakat Cina yang memengang prinsip sosialis komunis harus lari keberbagai
penjuru dunia untuk mencari pekerjaan. Praktek kerja ekonomi social yang
dipegang pemerintah, juga tidak memberi perubahan bagi buruh atau karyawan. Hal
ini disebabkan karena tombak ekonomi dipegang oleh pemerintah. Sehingga yang
menjadi pekerja dan memiliki gaji yang tinggi langsung dipotong pemerintah,
sehingga mereka tetap menjadi buruh. Parahnya lagi mencari kerja sangat susah
di negeri tipe ini.[22]
Jadi sistem sosialis yang sekarang dikenal dengan sistem ekonomi kerakyatan.
Namun yang inti pokoknya sistem ekonomi ini tetap yang kaya tetap kaya dan yang
miskin semakin mati, karena tidak bisa bergerak.
Sistem
ekonomi kapitalis maupun sosialis adalah tidak menyelesaikan masalah tetapi
menciptakan masalah baru. Karena jika kita teliti lebih jauh mereka bermadzhab
materialisme yang bertujuan materi semata, yang semuanya menghalalkan segala
cara agar bebas mengais keuntungan, sehingga pada prakteknya, baik kapitalis
maupun sosialis, tetap saja sama mengorbankan rakyat kecil. Landasan sosio
ekonomi barat, baik kapitalis maupun sosialis komunis adalah riba yang
merupakan cerminan dari pengambilan, kekejian, kekikiran, keegoisan, dan ketamakan.[23]
Isu yang dalam mengembangkan
sosialisme di Eropa berkaitan erat dengan masalah ekonomi adalah: Pertama, pemerataan
sosial, salah satu kekuatan pendorong, yakni penentangannya terhadap
ketimpangan kelas sosial yang diterima oleh negara Eropa (maupun bagian dunia
yang lain) dari zaman feodal dimasa lalu. Kedua, penghapusan
kemiskinan. Yakni kemiskinan sebagai akibat dari akumulasi sistem kapitalisme,
maka bagi sosialisme; ‘tidak ada hak milik pribadi atas alat-alat produksi,
bahwa alat produksi harus menjadi kepemilikan komunal’. Dengan menekankan
solidaritas sosial dan kerjasama sebagai sarana untuk mengembangkan ekonomi dan
membangun suatu jaringan ikatan sosial dan ekonomi yang kuat guna membantu
membentuk kepaduan nasioal. Karena, begitu jauhnya kenyataan ekonomi dan
politis telah melahirkan kegagalan total.[24]
D.
Politik Sosialisme
Sosialisme dengan demokrasi,
memiliki hubungan yang sangat penting, ia menjadi bagian dari kebijakan
sosialis. Sosialisme dalam konteks demokrasi memiliki tujuan dengan inti yang
sama, yakni untuk lebih mewujudkan demokrasi dengan memperluas penerapan
prinsip-prinsip demokrasi dari hal-hal yang bersifat politis sampai pada yang
bersifat non-politis dalam masyarakat. Oleh sebab itu untuk mencapai
cita-citanya, sosialis menggunakan cara-cara yang demokratis: Pertama, sosialisme
menolak terminologi proletariat yang menjadi bagian konsep Komunisme. Kedua, kepemilikan
alat-alat produksi oleh negara harus diusahakan secara perlahan-lahan atau
secara bertahap.
Ketiga, kaum
sosialis menuntut pendirian umum yang demokratis bahwa pencabutan hak milik
warga negara harus melalui proses hukum dan warga negara tersebut harus
mendapat kompensasi. Keempat,kaum sosialis menolak pengendalian
kekuasaan oleh sekelompok minoritas yang mengatasnamakan kekuatan
revolusioner. Kelima, tidak sependapat bahwa dalam demokrasi
hanya ada dua pilihan antara liberalis-kapitalis dan Komunisme. Partai-partai yang
demokratis tidak menyibukkan dirinya untuk menyelesaikan perjuangan seribu
tahun dalam sehari, melainkan mereka berusaha untuk memecahkan persoalan yang
relatif dapat ditangani dan dihindarkan pemecahan kaku yang tidak dapat ditarik
kembali.[25]
Sosialisme,
seperti gerakan-gerakan dan gagasan liberal lainnya, hal ini mungkin karena
kaum liberal tidak dapat menyepakati seperangkat keyakinan dan doktrin
tertentu. Apalagi sosialisme telah berkembang di berbagai Negara dengan tradisi
nasionalnya sendiri dan tidak pernah ada otoritas pusat yang menentukan garis
kebijakan partai sosialis yang bersifat mengikat, namun garis-garis besar
pemikiran dan kebijakan sosialis dapat disimak dari tulisan-tulisan ahli
sosialis dan kebijakan partai sosialis. Apa yang muncul dari pemikiran dan kebijakan itu bukanlah merupakan sesuatu
konsisten. Kekuatan dan kelemahan utama sosialisme terletak dalam kenyataan
bahwa system itu tidak memiliki doktrin yang pasti dan berkembang karena
sumber-sumber yang saling bertentangan dalam masyarakat yang merupakan wadah
perkembangan sosialisme. Unsur-unsur pemikiran dan politik sosialis yang rumit dan saling
bertentangan dengan jelas tergambar dalam gerakan sosialis Inggris. Unsur-unsur
yang ada dalam gerakan sosialis Inggris adalah: Agama, Idealisme Etis dan
Estetis, Empirisme Fabian, dan
Liberalisme.[26]
Politik
berbahaya sistem sosialisme adalah dalam merayu rakyat terutama kaum buruh
seperti halnya di Indonesia, dengan dalih menumbang imperialis dan kapitalis.
Perubahan ekonomi masyarakat yang mengakibatkan lahirnya revolusioner sosialis
komunis. Hal ini yang menyebabkan Alan Spector orang Rusia yang tinggal di
Amerika mengatakan ketika ditanya bagaimana cara terbaik menghadapi Komunis?
Dia dengan singkat menjawab ”make your
people weathly!” upayakan rakyatmu makmur dan sejatera.[27]
***
[1] Lorens Bagus, Kamus Filsafat, hlm. 1030
[2] Abduracman, Ensiklopedia Ekonomi
Keuangan Perdagangan, Jakarta: Paramita, 1976, hlm. 936
[3] Simon Blackburn, The Oxford Dictionary of Philosophy.
hlm. 815
[5] William Ebenstein & Edwin
Fogelman, Isme-isme Dewasa ini, Edisi 9, Jakarta: Erlangga,
1990, hlm. 220.
[6] Abduracman, Ensiklopedia Ekonomi
Keuangan Perdagangan, hlm. 936-937
[8] Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik; ,bab v,
Komunisme dan Istilah Demokrasi dalam Terminologi Komunis; hal. 77-78.
Bandingkan pula dengan, ABC Dialektika Materialis; Leon Trotsky (1939);
diterjemahkan dan diedit oleh Anonim (Desember 1998) dari Leon Trotsky, The ABC
of Materialist Dialectics diterjemahkan sesuai teks dalam website In Defence of
Marxism).
[9] Lorens Bagus, Kamus Filsafat, hlm. 1031
[12] Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, hlm. 78
[13] Lorens Bagus, Kamus Filsafat, hlm. 1031
[14] Robert A. Isaak, International Political Economy, terj.
Muhadi Sugiono, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1995, hlm.4
[15] Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, hlm. 78
[16] Filsuf Hegel yang pemikirannya
banyak mempengaruhi Mark, adalah penganut madzhab Idealisme. Mark menyerang
madzhab idealisme, namun ia juga banyak menyerap pemikiran dari Hegel, salah
satunya adalah filsafat dialektika
[17] Ibid
[18] Lyman Tower Sargent; A.R. Henry
Sitanggang, Ideologi-ideologi Politik
Kontemporer Sebuah Analisis Komparatif, Jakarta: Erlangga, 1987, hlm. 81
[19] Lorens Bagus, Kamus Filsafat, hlm. 1031-1032
[21] Busjarie Latif, Manuskrip
Sejarah 45 Tahun PKI (1920-1965),hlm.9-10
[22] Habib Rezieq Syihab, Wawasan Kebangsaan Menuju NKRI Bersyariah,
Jakarta: Suara Islam Press, 2013, hlm.21
[23] Habib Rezieq Syihab, Hancurkan Liberalisme Tegakkan Syariat Islam, Jakarta: Suara Islam Press, 2013, hlm.182-183
[24] Lyman Tower Sargent; A.R. Henry
Sitanggang, Ideologi-ideologi Politik
Kontemporer Sebuah Analisis Komparatif, hlm. 149
[26] Ibid, hlm.188
[27] Alfian Tanjung, Menangkal Kebangkitan PKI, Jakarta:
Taruna Muslim Press, 2012, hlm. Cover belakang.
0 comments:
Post a Comment