Thursday, June 4, 2015

Menimbang Jalannya Sosialisme

SOSIALISME
 oleh: Amriadi (dikutip dari buku DIBAWAH BAYANG-BAYANG PALU ARIT oleh Amriadi Al Masjidy)
A.    Pengertian Sosialisme
Sosialisme dalam bahasa Inggris diartikan sebagai Socialism dan dari bahasa latin disebut dengan kata socius yang artinya teman atau sahabat.[1] Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 1999, Sosialisme diartikan sebagai ajaran atau paham kenegaraan dan ekonomi yang berusaha supaya harta benda, industry, dan perusahaan menjadi milik Negara dangan berkecimpung dengan tokoh-tokoh politik.
            Menurut Drs.ek. A. Abduracman, Sosialisme merupakan sebuah doktrin ekonomi dan politik yang membela pemilik social atas alat-alat produksi dan penghapusan motif laba. Suatu dalil pokok dalam paham sosialisme yaitu kepercayaan bahwa setiap individu akan membantu masyarakat atau menerima sesuatu yang seimbang dengan yang di produksinya.[2] Hal yang sama juga diungkapkan oleh ahli Filsafat Modern Simon Blackburn, Sosialisme merupakan system politik yang didalamnya ada cara produksi yang tidak terletak ditangan pihak swasta atau lembaga pemerintah, melainkan dibawah control social. Sosialisme berusaha menghindari implikasi totalitarian dari Komunisme, dan bekerja efektif dalam konstitusi demokratif liberal.[3]
  Sosialisme pada hakekatnya berpangkal pada kepercayaan diri manusia, melahirkan kepercayaan pula bahwa segala penderitaan dan kemelaratan yang  dihadapi dapat diusahakan melenyapkannya.[4] George Lansbury, pemimpin partai buruh, menulis dalam bukunya My England(1934), dijelaskan:
“Sosialisme, berarti cinta kasih, kerjasama, dan persaudaraan dalam setiap masalah kemanusiaan merupakan satu-satunya perwujudan dari iman Kristiani. Saya sungguh yakin apakah orang itu tahu atau tidak, mereka yang setuju dan menerima persaingan dan pertarungan satu dengan yang lain sebagai jalan untuk memperoleh roti setiap hari, sungguh melakukan penghianatan dan tidak menjalankan kehendak Allah.”[5]

Sosialisme adalah sebuah masyarakat dimana kaum pekerja sendiri yang menguasai alat-alat produksi dan merencanakan ekonomi secara demokratik; dan semua ini secara internasional. Istilah “sosialisme” atau “sosialis” dapat mengacu ke beberapa hal yang berhubungan dengan ideologi atau kelompok ideologi. sistem ekonomi negara. Kata ini mulai digunakan paling tidak sejak awal abad ke-19. Dalam bahasa Inggris, pertama digunakan untuk mengacu kepada pengikut Robert Owen pada tahun 1827. Di Prancis, digunakan untuk mengacu pada pengikut doktrin Saint-Simon pada tahun 1832 dan kemudian oleh Pierre Leroux dan J. Regnaud dalam l'Encyclopedie nouvelle. Penggunaan kata sosialisme sering digunakan dalam berbagai konteks yang berbeda oleh berbagai kelompok, namun hampir semua sepakat bahwa istilah ini berawal dari pergolakan kaum buruh industri dan buruh tani pada abad ke-19 dan ke-20. Berdasarkan prinsip solidaritas dan memperjuangkan masyarakat egalitarian dengan sistem ekonomi, yang mana menurut mereka melayani masyarakat banyak dapat dilakukan dengan mudah, ketimbang hanya segelintir elite.
Sosialisme dalam arti lain, ada socialized Medicine yaitu pengobatan secara social. Ada juga pengertian Social Security atau ada tambahan Social Security Act yang artinya sebuah jaminan tehadap kesejahteraan social yang diatur dalam undang-undang.[6] Sosialisme sebagai ideologi menurut penganut Marxisme (terutama Friedrich Engels), model dan gagasan sosialis dapat dirunut hingga ke awal sejarah manusia, sebagai sifat dasar manusia sebagai makhluk sosial. Pada masa Pencerahan di abad ke-18, para pemikir dan penulis revolusioner seperti Marquis de Condorcet, Voltaire, Rousseau, Diderot, abbe de Mably, dan Morelly mengekspresikan ketidakpuasan berbagai lapisan masyarakat di Perancis. Kemudian Sistem Ekonomi dalam sosialisme sebenarnya cukup sederhana. Berpijak pada konsep Marx tentang penghapuskan kepimilikan hak pribadi, prinsip ekonomi sosialisme menekankan agar status kepemilikan swasta dihapuskan dalam beberapa komoditi penting dan kepentingan masyarakat banyak, Seperti Air, Listrik, bahan pangan dan lain-lain.[7]
Di satu sisi, industrialisasi dengan kapitalisasinya telah mendorong dengan pesat laju produksi barang dan jasa, akan tetapi, di sisi yang lain, keduanya juga bertanggung jawab terhadap kesenjangan dan krisis sosial yang merugikan kaum buruh. Upah kerja rendah, jam kerja panjang, eksploitasi tenaga anak dan wanita, serta pabrik yang kurang, bahkan tidak memperhatikan keamanan kerja dan kesejahteraan kaum buruh,[8] telah mendorong para pemikir untuk meninjau kembali paradigma dasar kapitalisme.

B.     Sejarah Sosialisme
Istilah Sosialisme pertama kali dikenal pada tahun 1831 tempatnya di Perancis. Dia muncul dalam sebuah artikel anonim kemudian dipertalikn dengan Alexander Vinet, sebagai jalan antara individualisme dan socialisme. Pierre Leoux dan Louis Reyband pada tahun 1830-an, keduanya mengklaim memperkenalkan istilah Sosialisme, namun sayangnya klaim mereka keliru. Setelah itu istilah ini kembali dipakai luas pada periode Saint-Simon untuk menentang ajaran Individualisme yang dianggap sesat. Akhirnya Saint-Simon menjadi pendiri Sosialisme Perancis dan menganjurkan pembaharuan pada pemerintahan untuk mengembalikan hegemoni pada masyarakat.[9]
Setelah melebarnya sayap-sayap ideologi liberalisme dan kapitalisme, maka dunia telah terbentuh ideologi ini dipenuhi dengan pragmatisme hidup, sikap individualistis, konsumeris, hedonisme, materialisme, dan sekulerisme. Ini telah menimbulkan masalah sosial sampai pada tingkat unit sosial terkecil, seperti melemahkan ikatan emosional dalam keluarga, disorientasi, disorganisasi sosial, pada skala yang besar timbulnya aliansi sosial sebab jauh dari agama dan kepentingan sosial dalam kehidupan sosialis dan ekonomi masyarakat. Lahirlah paham sosialisme. Mereka menentang individu sebagai dasar pribadi, juga kebebasan ekonomi yang perlu melibatkan negara. Faham sosialis mengusahakan indutri negara bukan semata untuk digunakan mencari keuntungan yang melebihi usaha keuntungan. Kapitalis yang meungkin berhasil, mungkin juga tidak. Akan tetapi untuk penyelenggarakan industri yang lebih demokratis, bermanfaat dan bermartabat, penggunaan mesin yang lebih memperhatikan manusia dan penggunaan hasil kecerdasan manusia yang lebih bijak.[10] Lahirlah tokoh-tokoh sosialis, seperti St. Simon (1760-1825), Fourier (1837), Robert Owen (1771-1858), Louis Blane (1813-1882), Bakunin (1814-1876).
Sosialisme yang kita kenal sekarang ini timbul sebagian besar sebagai reaksi terhadap liberalisme abad ke 19. Pendukung liberalisme abad ke 19 adalah kelas menengah yang memiliki industri, perdagangan dan pengaruh mereka di pemerintahan besar, akibatnya kaum buruh terlantar. Kaum Borjuis dengan semakin baiknya alat produksi, sempurnanya alat-alat komunikasi, menarik semua bangsa bahkan yang paling biadab sekalipun keperadaban dunia.[11] Muncul Robert Owen (1771-1858) di Inggris, Saint Simon (1760-1825) dan Fourier (1772-1837) di Perancis. Mereka berusaha memperbaiki kondisi buruk akibat sistem kapitalisme dan mulai menyerukan gagasan sosialisme. Namun, usaha mereka tidak dibarengi dengan tindakan nyata, maupun konsepsi nyata mengenai tujuan dan strategi dari perbaikan itu. Akibatnya, teori-teori mereka dianggap sebagai khayalan semata (sosialisme utopis), terutama oleh Marx dan Engels.[12]
Agar semua perdagangan dapat berjalan dengan damai, revolusi, atau persuasi untuk melancarkan perubahan. Sosialisme merupakan tahap awal yang dilalui masyarakat menuju Komunisme. Dengan demikian Komunisme berada pada sejarah yang baru dan akhir dari ajaran Marx. Sosialisme sarana atau alat untuk mencapai tujuan kaum Marxisme yang beranggapan bahwa tahap awal Sosialisme merupakan kediktatoran proletariat. Lenin sendiri berpendapat bahwa Uni Soviet berada dalam tahap Sosialisme.[13] Karl Mark (1818-1883) dari Jerman, tampil ke depan. Ia juga mengecam keadaan ekonomi dan sosial yang bobrok akibat diterapkannya sistem ekonomi kapitalistik. Untuk mengubah kondisi masyarakat yang bobrok, Karl Mark berpendapat bahwa masyarakat harus diubah dengan perubahan radikal (revolusioner) bukan dengan perubahan tambal sulam.[14]
Selanjutnya, Marx menyusun teori-teori sosial yang bertumpuk pada hukum-hukum ilmiah. Ia menamakan teori sosialnya dengan nama Sosialisme Ilmiah (Scientific Socialism), untuk membedakan pahamnya dengan Sosialisme Utopis. Dalam menyusun teori-teori sosialnya Mark banyak dipengaruhi oleh filsuf Jerman Hegel (1770-1831), terutama filsafat Hegel tentang dialektika. Ia dan seorang kawan dekatnya, Engels, menerbitkan berbagai macam karangan, salah satunya yang paling masyhur adalah Manifesto Komunis dan Das Kapital.[15] Walaupun Mark pada satu sisi menyerang konsep filsafat Idealisme,[16] namun pada sisi lain ia mengadopsi filsafat ini untuk menjelaskan perkembangan (evolusi) masyarakat. Di tangan Karl Mark, konsep dialektika dijadikan sebagai pisau analisa sosial terutama untuk menjelaskan kebobrokan sistem kapitalisme, karena di dalamnya terkandung unsur yang lebih maju. Unsur dialektis ini ia perlukan untuk menjelaskan perkembangan masyarakat mulai dari masyarakat feudal, kapitalis, hingga sosialis. Untuk itu, Mark merumuskan teori dialektika materialisme (dialectical materialism). Selanjutnya, teori ini ia gunakan untuk menganalisa sejarah perkembangan masyarakat, yang ia sebut dengan materialisme historis (historical materialism).[17]
Konsep dasar lain yang membangun sosialisme-Komunisme adalah filsafat materialisme. Secara umum Marx menyebutkan bahwa teori harus selalu dikaitkan dengan dunia nyata (materi), dan sebaliknya. Menurutnya, perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat lebih banyak disebabkan oleh perubahan-perubahan faktor ekonomi. Masyarakat berevolusi sejalan dengan berevolusinya alat-alat produksi. Walaupun ia menyerang madzhab Idealismenya Hegel, namun pokok-pokok filsafat aliran Idealisme terlihat masih berpengaruh kuat pada teori-teorinya. Marx hanya mengganti Absolute Spirit (Realitas Mutlak) yang oleh Hegel disebut dengan Tuhan, sedangkan marx mengantikannya dengan materi. Menurut Hegel, eksistensi jiwa yang mutlak ini secara bertahap akan semakin berkembang menjadi suatu tahap yang lebih tinggi dari kemerdekaan manusia. Jiwa dan materi adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan, keduanya saling terikat, saling bergantung, saling mempengaruhi, walaupun menurut Hegel, jiwa lebih penting dari materi.[18]
Fabian di Inggris tahun 1884 yang melakukan penekanan pada pemerintahan Inggris dengan system Grandualisme. Hal ini didukung penuh oleh George Benard Show dan H.G. Wells. Partai-partai Sosialis mulai berkembang dibelahan dunia Eropa, di mulai oleh Jerman tahun 1861. Amerika Serikat juga ikut mendirikan sebuah partai Sosialis yang didirikan pada dasawarsa 1890-an. Mulai tahun 1928 Norman Thomas mencalonkan diri menjadi presiden enam kali dari partai Sosialis. Dalam tahun-tahun terakhir Micheal Harrington telah menampilkan analisis yang memadukan antara revolusioner dan grandualisme.[19]




C.    Sistem Ekonomi Sosialisme
Sosialisme adalah suatu sistem perekonomian yang memberikan kebebasan yang cukup besar kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi, tetapi dengan campur tangan pemerintah. Pemerintah masuk ke dalam perekonomian untuk mengatur tata kehidupan perekonomian negara serta jenis-jenis perekonomian yang menguasai hajat hidup orang banyak, dikuasai oleh negara seperti air, listrik, telekomunikasi, gas lng, dan lain sebagainya. Dalam sistem ekonomi sosialisme atau sosialis, mekanisme pasar dalam hal permintaan dan penawaran terhadap harga dan kuantitas masih berlaku. Pemerintah mengatur berbagai hal dalam ekonomi untuk menjamin kesejahteraan seluruh masyarakat.
Pada dasarnya sosialisme mewarisi tujuan pokok yang sama dari kapitalisme, yakni melestarikan kesatuan faktor tenaga kerja dan pemilikan. Pada abad ke-17 dan ke-18, saat kapitalisme melewati tahap awal perkembangannya, kesatuan itu menjadi kenyataan. Inggris di zaman John Locke masih hidup dan Amerika di zaman Thomas Jefferson menyaksikan pertanian yang berukuran rata-rata, toko-toko, bengkel hanya dalam skala kecil keluarga saja. Tenaga kerja dan pemilik berada dalam keseiringan. Ancaman utama dalam kesatuan ini justru datang dari negara, yang berusaha untuk menetapkan dan mengatur.[20]
Singkatnya negara memainkan peranan suatu badan yang berkuasa penuh dalam urusan ekonomi. Akan tetapi, tatkala ekonomi kapitalis mengalami kemajuan, tanggungjawab individu dan keluarga dalam urusan kepamilikan alat-alat produksi serta pengaturan tenaga kerja, perlahan-lahan digantikan oleh sistem ekonomi dalam mana perusahaan besar mengambil alih fungsi-fungsi tersebut. Ketika bentuk usaha industri tumbuh semakin besar, tanggungjawab tenaga kerja semakin beralih ke tangan masyarakat, sementara pemilikan tetap secara perorangan. W.I.Lenin mengungkapkan bahwa system ekonomi social merupakan dasar ekonomi terletak dalam kemenangan, mencapai penuh hak produksi barang, merebut pasar dalam negeri, mesti mempunyai wilayah-wilayah yang politis bersatu memakai satu bahasa, dan menghapus segala rintangan terhadap perkembangan bahasa dan terhadap ekonomi.[21]
Sistem ekonomi ini dipelopori oleh Karl Marx yang membantah system ekonomi kapitalis, ternyata juga menjadi sangat parah dari system ekonomi kapitalis. Yang mana system ekonomi yang mengangkat hak social dan membunuh hak individu. Di negeri sosialis ini pajak tergolong murah, tetapi sangat sulit mencari pekerjaan. Sebagai bukti masyarakat Cina yang memengang prinsip sosialis komunis harus lari keberbagai penjuru dunia untuk mencari pekerjaan. Praktek kerja ekonomi social yang dipegang pemerintah, juga tidak memberi perubahan bagi buruh atau karyawan. Hal ini disebabkan karena tombak ekonomi dipegang oleh pemerintah. Sehingga yang menjadi pekerja dan memiliki gaji yang tinggi langsung dipotong pemerintah, sehingga mereka tetap menjadi buruh. Parahnya lagi mencari kerja sangat susah di negeri tipe ini.[22] Jadi sistem sosialis yang sekarang dikenal dengan sistem ekonomi kerakyatan. Namun yang inti pokoknya sistem ekonomi ini tetap yang kaya tetap kaya dan yang miskin semakin mati, karena tidak bisa bergerak.
            Sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis adalah tidak menyelesaikan masalah tetapi menciptakan masalah baru. Karena jika kita teliti lebih jauh mereka bermadzhab materialisme yang bertujuan materi semata, yang semuanya menghalalkan segala cara agar bebas mengais keuntungan, sehingga pada prakteknya, baik kapitalis maupun sosialis, tetap saja sama mengorbankan rakyat kecil. Landasan sosio ekonomi barat, baik kapitalis maupun sosialis komunis adalah riba yang merupakan cerminan dari pengambilan, kekejian, kekikiran, keegoisan, dan ketamakan.[23]
Isu yang dalam mengembangkan sosialisme di Eropa berkaitan erat dengan masalah ekonomi adalah: Pertama, pemerataan sosial, salah satu kekuatan pendorong, yakni penentangannya terhadap ketimpangan kelas sosial yang diterima oleh negara Eropa (maupun bagian dunia yang lain) dari zaman feodal dimasa lalu. Kedua, penghapusan kemiskinan. Yakni kemiskinan sebagai akibat dari akumulasi sistem kapitalisme, maka bagi sosialisme; ‘tidak ada hak milik pribadi atas alat-alat produksi, bahwa alat produksi harus menjadi kepemilikan komunal’. Dengan menekankan solidaritas sosial dan kerjasama sebagai sarana untuk mengembangkan ekonomi dan membangun suatu jaringan ikatan sosial dan ekonomi yang kuat guna membantu membentuk kepaduan nasioal. Karena, begitu jauhnya kenyataan ekonomi dan politis telah melahirkan kegagalan total.[24]

D.    Politik Sosialisme
Sosialisme dengan demokrasi, memiliki hubungan yang sangat penting, ia menjadi bagian dari kebijakan sosialis. Sosialisme dalam konteks demokrasi memiliki tujuan dengan inti yang sama, yakni untuk lebih mewujudkan demokrasi dengan memperluas penerapan prinsip-prinsip demokrasi dari hal-hal yang bersifat politis sampai pada yang bersifat non-politis dalam masyarakat. Oleh sebab itu untuk mencapai cita-citanya, sosialis menggunakan cara-cara yang demokratis: Pertama, sosialisme menolak terminologi proletariat yang menjadi bagian konsep Komunisme. Kedua, kepemilikan alat-alat produksi oleh negara harus diusahakan secara perlahan-lahan atau secara bertahap. 
Ketiga, kaum sosialis menuntut pendirian umum yang demokratis bahwa pencabutan hak milik warga negara harus melalui proses hukum dan warga negara tersebut harus mendapat kompensasi. Keempat,kaum sosialis menolak pengendalian kekuasaan oleh sekelompok minoritas yang mengatasnamakan kekuatan revolusioner. Kelima, tidak sependapat bahwa dalam demokrasi hanya ada dua pilihan antara liberalis-kapitalis dan Komunisme. Partai-partai yang demokratis tidak menyibukkan dirinya untuk menyelesaikan perjuangan seribu tahun dalam sehari, melainkan mereka berusaha untuk memecahkan persoalan yang relatif dapat ditangani dan dihindarkan pemecahan kaku yang tidak dapat ditarik kembali.[25]
Sosialisme, seperti gerakan-gerakan dan gagasan liberal lainnya, hal ini mungkin karena kaum liberal tidak dapat menyepakati seperangkat keyakinan dan doktrin tertentu. Apalagi sosialisme telah berkembang di berbagai Negara dengan tradisi nasionalnya sendiri dan tidak pernah ada otoritas pusat yang menentukan garis kebijakan partai sosialis yang bersifat mengikat, namun garis-garis besar pemikiran dan kebijakan sosialis dapat disimak dari tulisan-tulisan ahli sosialis dan kebijakan partai sosialis. Apa yang muncul dari pemikiran dan kebijakan itu bukanlah merupakan sesuatu konsisten. Kekuatan dan kelemahan utama sosialisme terletak dalam kenyataan bahwa system itu tidak memiliki doktrin yang pasti dan berkembang karena sumber-sumber yang saling bertentangan dalam masyarakat yang merupakan wadah perkembangan sosialisme. Unsur-unsur pemikiran dan politik sosialis yang rumit dan saling bertentangan dengan jelas tergambar dalam gerakan sosialis Inggris. Unsur-unsur yang ada dalam gerakan sosialis Inggris adalah: Agama, Idealisme Etis dan Estetis,  Empirisme Fabian, dan Liberalisme.[26]
Politik berbahaya sistem sosialisme adalah dalam merayu rakyat terutama kaum buruh seperti halnya di Indonesia, dengan dalih menumbang imperialis dan kapitalis. Perubahan ekonomi masyarakat yang mengakibatkan lahirnya revolusioner sosialis komunis. Hal ini yang menyebabkan Alan Spector orang Rusia yang tinggal di Amerika mengatakan ketika ditanya bagaimana cara terbaik menghadapi Komunis? Dia dengan singkat menjawab ”make your people weathly!” upayakan rakyatmu makmur dan sejatera.[27]
***



[1] Lorens Bagus, Kamus Filsafat,  hlm. 1030
[2] Abduracman, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, Jakarta: Paramita, 1976, hlm. 936
[3] Simon Blackburn, The Oxford Dictionary of Philosophy. hlm. 815
[4] Deliar Noer, Pemikiran Politik di Negara Barat, Bandung: Mizan, 1999, hlm. 188.
[5] William Ebenstein & Edwin Fogelman, Isme-isme Dewasa ini, Edisi 9, Jakarta: Erlangga, 1990, hlm. 220.

[6] Abduracman, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, hlm. 936-937
[7] Deliar Noer, Pemikiran Politik di Negara Barat, Bandung: Mizan, 1999, hlm. 188-190
[8] Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik; ,bab v, Komunisme dan Istilah Demokrasi dalam Terminologi Komunis; hal. 77-78. Bandingkan pula dengan, ABC Dialektika Materialis; Leon Trotsky (1939); diterjemahkan dan diedit oleh Anonim (Desember 1998) dari Leon Trotsky, The ABC of Materialist Dialectics diterjemahkan sesuai teks dalam website In Defence of Marxism).
[9] Lorens Bagus, Kamus Filsafat, hlm. 1031
[10] Mas’ud An Nadwi, Islam dan Sosialisme, Bandung: Risalah, 1983, hlm. 32-36.
[11] Schumacher, Kecil Itu Indah, Jakarta, LP3ES,1979, hlm. 240-241, 246
[12] Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, hlm. 78
[13] Lorens Bagus, Kamus Filsafat, hlm. 1031
[14] Robert A. Isaak, International Political Economy, terj. Muhadi Sugiono, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1995,  hlm.4
[15] Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, hlm. 78
[16] Filsuf Hegel yang pemikirannya banyak mempengaruhi Mark, adalah penganut madzhab Idealisme. Mark menyerang madzhab idealisme, namun ia juga banyak menyerap pemikiran dari Hegel, salah satunya adalah filsafat dialektika
[17] Ibid
[18] Lyman Tower Sargent; A.R. Henry Sitanggang, Ideologi-ideologi Politik Kontemporer Sebuah Analisis Komparatif, Jakarta: Erlangga, 1987, hlm. 81
[19] Lorens Bagus, Kamus Filsafat, hlm. 1031-1032
[20] William Ebenstein & Edwin Fogelman, Isme-isme Dewasa ini, Edisi 9, hlm. 217-218
[21] Busjarie Latif, Manuskrip Sejarah 45 Tahun PKI (1920-1965),hlm.9-10
[22] Habib Rezieq Syihab, Wawasan Kebangsaan Menuju NKRI Bersyariah, Jakarta: Suara Islam Press, 2013, hlm.21
[23] Habib Rezieq Syihab, Hancurkan Liberalisme Tegakkan Syariat Islam,  Jakarta: Suara Islam Press, 2013, hlm.182-183
[24] Lyman Tower Sargent; A.R. Henry Sitanggang, Ideologi-ideologi Politik Kontemporer Sebuah Analisis Komparatif, hlm. 149
[25] William Ebenstein & Edwin Fogelman, Isme-isme Dewasa ini, Edisi 9, hlm.  210
[26] Ibid, hlm.188
[27] Alfian Tanjung, Menangkal Kebangkitan PKI, Jakarta: Taruna Muslim Press, 2012, hlm. Cover belakang.

SHARE THIS

Author:

Penulis merupakan penulis bebas dan juga penggiat blockchain dan Cryptocurrency. Terima Kasih sudah berkunjung ke Blog Saya, bebas copy paste asal mencantumkan sumber sebagaimana mestinya.

0 comments: