Tuesday, October 6, 2015

Ruang Publik Untuk Pengamen


 


            Jakarta kota termacet dan dipenuhi oleh pengamen. Hampir setiap Angkutan Umum (Angkot) ada pengamen dikota ini. Lagu-lagu yang mereka nyanyikan bermacam-macam, mulai dari lagu aspirasi sampai kepada lagu revolusi. Secara tidak langsung pengamen di Jakarta ada yang menginginkan agar kehidupannya lebih dari pengamen. Apapun alasannya mereka telah menjadikan Angkot sebagai ruang publik untuk menyampaikan aspirasi akan kehidupan masyarakat bawah.
            Pada suatu ketika kami naik sebuah Angkot dengan tujuan Pasar Senen ke Bekasi, ketika sampai di pertengahan jalan seorang pengamen menaiki angkot yang kami tumpangi. Dia tidak seperti pengamen sebelumnya yang memiliki gitar dan bahkan ada yang bermodal karokean. Namun pengamen yang ini sangat beda, dia tidak memiliki gitar dan hanya bermodal tangan dan mulut. Sebenarnya lagu yang dia nyanyikan kami tidak mendengarnya. Karena ribut dengan suara penumpang lainnya, walau hanya 7 orang penumpang waktu itu.
            Setelah selesai dia menyanyikan lagunya, dia sedikit berceramah tentang dirinya dan sekali lagi kami tidak peduli dengannya. Setelah itu dia berjalan untuk meminta uang kepada penumpang. Ketika sampai pada seorang anak muda, dia pun meminta padanya seperti pada penumpang sebelumnya yang sedikit memaksa. Namun pemuda ini hanya tersenyum saja ketika dia meminta uang padanya. “Mas hargai sedikit kami! Kami ini juga manusia bukan monyet. Kita hanya minta untuk makan bukan untuk kaya Mas”. Tegas sang pengamen kepada pemuda itu.
            Namun sekali lagi pemuda itu Cuma tersenyum sambil menjawab, “Abang duduk dulu disini” sambil menunjukkan kursi yang kosong disampingnya. Sang pengamenpun duduk ditempat yang dia persilahkan, karena pengamen tersebut melihat pemuda itu mengeluarkan dompetnya. “Abang tadi berkata, meminta duit untuk makan saja bukan untuk kaya. Tapi abang salah, saya sudah dua hari tidak makan, namun saya bisa kuliah dan ini kita mau balik ke Tambun untuk memcari teman agar bisa untuk utang terlebih dahulu sebelum mendapatkan kerja”. Jawab sang pemuda dengan suara agak sedih.
            Pengamen hanya diam saja dan tidak berkata apapun. Pemuda itu melanjutkan pembicaraannya dengan pengamen tersebut. “Abang memang berani, saya ucapkan selamat untuk abang. Saya seorang pendakwah disini dan telah magang di beberapa daerah perdalaman di Indonesia. Maka dari itu saya tau bahwa tangan diatas itu lebih baik daripada dibawah. Karena itulah saya tidak mengadu pada siapapun untuk keadaan saya hari ini. Tapi sebagai pendakwah saya sadar, mungkin tuhan kali ini lagi mnguji saya. Ini ada uang di dompet 10.000 rupiah. Abang ambil 2.000 dan 8.000 lagi untuk saya bayar Angkot ini.”
            Sang pengamen mengabil selembar dua ribuan itu, dan bergegas pergi. Jakarta merupakan Ibu kota Negara Indonesia. Tapi sayang banyak orang kelaparan disana. Tapi itu belum seberapa dibanding anak-anak yang ada di Palestina, Suriah dan tempat komplik lainnya. Sang pengamen masih memiliki ruang publik untuk menyampaikan aspirasinya dan keadaan hidupnya. Tapi bangaimana dengan anak-anak yang berpendidikan seperti pemuda mahasiswa dakwah tadi.
            Dia tidak memiliki ruang publik untuk menyampaikan aspirasi dan inspirasi kepada masyarakat banyak. Walaupun ada ruang publik namanya juga Ustadz pasti dompet berisi, dan sangat tidak pantas pula jika ustadz kerja mengemis layaknya pengemen, hanya dengan modal ceramah misalnya. Pengamen walaupun banyak, tapi memiliki ruang publik yang memadai untuk diterima keadaannya oleh masyarakat yang dermawan. Walaupun ada beberapa Angkot juga melarang pengamen, layaknya Transjakarta, Kopaja dan Kareta Api.
Ruang publik yang masih tersedia buat pengamen maka seharusnya mereka tidak memaksa orang untuk meminta uang, karena disaat yang sama ada diantara penumpang yang lebih menderita daripada pengamn itu sendiri. Mereka tidak mau kasih bukan karna pelit tetapi lagi darurat, mungkin anaknya lagi sakit, mungkin dia lagi banyak untang dan lain sebagainya. Ini yang seharusnya menjadi pertimbangan kepada para pengamen.
            Jakarta yang banyak akan gedung bangunan tapi tidak sedikit anak-anak yang melahan lapar dan dahaga. Untuk menyampaikan Aspirasi masyarakat bawah maka pemerintah seharus membuat ruang publik untuk mereka. Bukan undang-undang anti kritik yang dikeluarkan. Tapi ruang publik untuk umum semua masyarakat. Agar semua keinginan rakyat bisa terpenuhi dan terawasi oleh rung publik tesebut. Semoga kota Jakarat akan semakin baik kedepannya dan tidak ada lagi Istilahan, “Sejahat-jahat ibu tiri lebih jahat lagi ibukota”.



SHARE THIS

Author:

Penulis merupakan penulis bebas dan juga penggiat blockchain dan Cryptocurrency. Terima Kasih sudah berkunjung ke Blog Saya, bebas copy paste asal mencantumkan sumber sebagaimana mestinya.

0 comments: