Apresiasi Terhadap Tulisan Tulisan Tere Liye
Oleh: Amriadi Al Masjidiy*
Siapa yang tidak kenal dengan Novelis Indonesia yang satu ini, Tere Liye namanya. Dia pernah di blokkir akun Facebook lantaran membahas LGBT. Hal yang sama juga dialami oleh Jonru seorang penulis lepas, yang diblokkir akun facebooknya selama satu bulan juga karena bahas LGBT. Membahas yang haq memang kerab mengalami tantangan dan rintangan. Kalau memang mulus-mulus saja dalam menyampaikan kebenaran itu perlu dipertanyakan apa dan kenapa?
Baru-baru ini Tere Liye di bully netizen kata salah satu media online sekelas Brilio.net. Apa sebab dibully lantara menulis status berikut, “Indonesia itu merdeka, karena jasa-jasa tiada tara para pahlawan yang sebagian besar di antara mereka adalah ulama-ulama besar, juga tokoh-tokoh agama lain. Orang-orang religius, beragama. Apakah ada orang komunis, pemikir sosialis, aktivis HAM, pendukung liberal, yang pernah bertarung hidup mati melawan serdadu Belanda, Inggris atau Jepang? Silakan cari. Anak muda, bacalah sejarah bangsa ini dengan baik. Jangan terlalu terpesona dengan paham-paham luar, seolah itu keren sekali; sementara sejarah dan kearifan bangsa sendiri dilupakan”
Menurut anggapan awam saya ada benarnya apa yang ditulis oleh Tere Liye, karena kalau kaum social komunis yang ikut memardekakan Indonesia maka secara langsung tidak ada Tap MPR yang melarang komunis. Kemudian perlu kita ketahui juga bahwa komunis itu pengkhianatan bangsa, mengenai Soekarno yang komunis itu karena telah dipengaruhi sehingga muncul fatwa NASAKOM. Jadi tulisan Mas Tere Liye tidak serutus persen salah.
Hal yang sama juga datang kritikan seorang penulis berkelas di Mojok.com yang memaparkan kesalahan Tere Liye tentang masalah rokok. Sejujurnya saya sendiri baru tadi malam kenal dengan Tere Liye melaui facebook. Namun sekilas dari itu saya tau bagaimana sosok Tere Liye yang memiliki pengaruh besar di Indonesia. Sampai media-media besar sekelas Republika dan brilio.net mau membahas masalah dia.
Kembali ke si penulis berkelas di Mojok.com dia beranggapan logika Tere Liye salah dalam masalah rokok. Mas Tere Liye menulis “Keuntungan bersih PT HM Sampoerna tahun 2014 adalah 10,1 triliun rupiah. Kalau gaji kalian 10 juta/bulan, maka kalian butuh nyaris 1.000.000 bulan bekerja agar menyamai untung perusahaan rokok ini.”
Hal ini kemudian ditanggapi oleh penulis Mojok.com begini “Memang, sekilas perbandingan itu masuk akal secara matematis. Tapi ya sekilas saja. Kalau sudah dua kilas, akan tampak jika sudut pandangnya agak memprihatinkan. Maksud saya, kalau memang mau konsisten memakai nalar perbandingan ala begituan, kenapa nggak sekalian Mas Tere pakai contoh pola-pola konsumsi yang lain?” dia dengan bersemangat menambahkan perbandingan Mie Instan dan pulsa. Sekilas terlihat masuk akal juga, walau harus dipaksakan. Pertama perlu dicatat merokok menurut awam saya belum pernah disebut sebagai konsumsi. Tetapi istilah untuk merokok adalah hisap.
Maka rokok bukan barang yang di konsumsi seperti mie instan. Merokok tidak membuat kita kenyang jadi sangat tidak sesuai disebut konsumsi. Tetapi mie instan walaupun banyak yang membeli dan mengkonsumsinya tapi dia bisa kenyang. Tapi coba rokok bisa buat kenyang tidak walaupun anda menghisap 100 bungkus.
Anggapan salah logika Tere Liye lainnya adalah kata berikut, “biaya perawatan penyakit akibat rokok lebih besar daripada penerimaan cukai.” Dia memberikan data berikut, “cukai tembakau sepanjang tahun 2014 terkumpul lebih dari Rp 130 Triliun, sementara alokasi untuk Kementerian Kesehatan pada RAPBNP 2015 cuma Rp 51 Triliun.” Lebih lanjut, “cukai tembakau menyumbang kas negara sebesar Rp 77 Triliun. Sementara, menurut Nota Keuangan APBNP 2011, anggaran untuk Kementerian Kesehatan kurang dari Rp 30 Triliun.”
Saya perokok aktif tempo dulu, namun setelah saya terjangkit penyakit paru-paru basah saya berhenti merokok. Namun pembiayaannya bukan dari kas cukai. Biaya sendiri, maka ada kemungkinan Tere Liye mengasumsikan secara keseluruhan. Karena tidak semua orang dalam masalah kesehatan ditanggung pemerintah. Oleh karena itu pernyataan Tere Liye ada benarnya. Jika dibandingkan dengan data penulis berkelas di Mojok.
Namun saya juga sangat menghargainya yang begitu teliti dalam melihat kesalahan mas Tere Liye. Karena itu Indonesia membutuhkan orang-orang yang jeli kayak penulis mojok tersebut. Karena dalam melihat korupsi kita kurang teliti dan begitu juga dengan kasus-kasus lainnya. Selamat memang kalian penulis yang handal. Semoga selalu Berjaya.
*) Penulis merupakan Aktivis Media Sosial dan Lingkungan di Kota Bekasi.
Tulisan ini Telah dimuat di Tebar Suara
0 comments:
Post a Comment