Saturday, August 27, 2016

Ensiklopedi Aliran Sesat

Image result for Ensiklopedi Aliran Sesat
Ensiklopedi Aliran Sesat
Oleh : Muhammad Arrayyan
(Mahasiswa STID Mohammad Natsir Jakarta)
Muqaddimah
Segala Puji bagi Allah Rabb semesta alam, pemilik segala kemuliaan dan keutamaan serta menetapkannya untuk makhluq yang dipilih-Nya. Shalawat dan salam untuk sang manusia pilihan, yang diutus dengan agama dan mukjizat abadi, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, semoga keselamatan dan kesejahteraan senantiasa tercurah untuk beliau, keluarga, para sahabat serta seluruh umatnya yang gigih meniti jalannya sampai hari kiamat kelak.
Setelah wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kaum muslimin dipimpin oleh Khulafa’urrasyidin. Namun semenjak saat itu banyak kaum muslimin yang terhasut oleh segolongan kaum munafiq dan menjerumuskan mereka dalam firqah-firqah sesat. Pemahaman-pemahaman sesat yang awalnya hanya fanatik pada sosok tokoh berubah menjadi ideologi dan meusak aqidah.
Pada karya kecil ini akan diuraikan beberapa firqah aliran sesat yang bermunculan pada fase-fase setelah wafatnya Rasulullah. Dengan tujuan agar kita tidak terjerumus ke dalam pemahamannya. Karena hingga saat ini masih ada pemahaman-pemahaman sesat firqah-fiqah tersebut yang bersemayam dan merusak aqidah kaum muslimin.
A.      Khawarij
1.    Definisi Khawarij
Khawarij adalah suatu aliran,  golongan atau kelompok yang pada mulanya setia dan mendukung kepada khalifah Ali bin Abu Thalib ra, kemudian keluar dan tidak mendukungnya, lalu bergabung pada kelompok lain karena tidak setuju dengan kebijakan pemerintahan khalifah Ali bin Abu Thalib ra.
Ibnu Katsir dan Ibnu Abil Izz mengatakan, bahwa golongan khawarij muncul pada masa pemerintahan khalihaf  Utsman bin Affan ra, dan yang dimaksud khawarij disini adalah para pemberontak yang ingin membunuh khalifah Utsman bin Affan ra, dan ingin mengambil harta bendanya. Khawarij menurut versi ini adalah pemberontak yang keluar dari ketaatan pada khalifah dan bukan khawarij yang mempunyai faham tertentu yang disebut firqah atau aliran.
Istilah Khawarij berasal dari kata “kharaja” yang berarti keluar. Nama itu diberikan kepada mereka yang keluar dari barisan Ali. Alasan mereka keluar, karena tidak setuju terhadap sikap Ali Bin Abi Thalib yang menerima arbirtrase sebagai jalan untuk menyelesaikan persengketaan khalifah dengan Muawiyah Bin Abi Sufyan.
Khawarij merupakan aliran dalam teologi Islam yang pertama kali muncul. Menurut Asy-Syahrastani, bahwa yang disebut Khawarij adalah setiap orang yang keluar dari imam yang hak dan telah disepakati para jema’ah, baik ia keluar pada masa sahabat Khulafaur Rasyidin, maupun pada masa tabi’in secara baik-baik.
Demikian pula, kaum khawarij dikenal sebagai sekelompok orang yang melakukan pemberontakan terhadap imam yang sah yang diakui oleh rakyat (ummat). Oleh karena itu, istilah Khawarij bisa dikenakan kepada semua orang yang menentang para imam, baik pada masa sahabat maupun pada masa-masa berikutnya. Namun demikian, dalam tulisan ini nama Khawarij khusus diberikan kepada sekelompok orang yang telah memisahkan diri dari barisan Ali.
Pengikut Khawarij, pada umumnya terdiri dari orang-orang Arab Badawi. Kehidupannya di padang pasir yang serba tandus, menyebabkan mereka bersifat sederhana, baik dalam cara hidup maupun dalam cara berfikir. Namun, sebenarnya mereka keras hati, berani, bersikap merdeka, tidak bergantung kepada orang lain, dan cenderung radikal. Karena watak keras yang dimiliki oleh mereka itulah, maka dalam berfikir dan memahami agama mereka pun berpandangan sangat keras.
Aliran Khawarij muncul pertama kali sebagai gerakan politis yang kemudian beralih menjadi gerakan teologis. Perubahan ini terutama setelah mereka merujuk beberapa ayat Alquran untuk menunjukkan, bahwa gerakan mereka adalah gerakan agama. dan secara terorganisir terbentuk bersamaan dengan terpilihnya pemimpin pertama, Abdullah bin Wahab Al-Rasyibi, yang ditetapkan pada tahun 37 H. (658 M). Karena pertimbangan-pertimbangan politis, Fazlur Rahman memandang bahwa Khawarij “tidak memiliki implikasi doktrinal yang menye-leweng, tetapi hanya seorang atau sekelompok pemberontak atau aktifis revolusi.
2.    Sebab-Sebab Timbulnya Khawarij
Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang hal yang melatar belakangi timbulnya khawarij. Diantara sebab yang paling dominan adalah:
a.       Perbedaan pendapat masalah khilafah merupakan sebab yang dominan, karena seseorang tidak berhak menjadi khalifah sebelum memenuhi kriteria yang mereka inginkan.
b.      Permasalahan tahkim
c.       Para penguasa yang dinilai kolusi dan nepotisme serta dhalim
d.      Fanatisme terhadap kelompok atau golongannya sendiri
e.       Masalah perekonomian seperti kisahnya Dzul Khuwaisirah yang menuduh Nabi SAW, tidak berbuat adil dalam membagi harta ghanimah
f.       Semangat keagamaan
3.      Ciri-Ciri dan Pokok-Pokok Ajaran Khawarij
a.       Ali bin Abu Thalib,  Utsman dan para pengikut perang Jamal dan yang setuju perundingan antara Ali dan Mu’awiyah kafir
b.      Setiap umat Muhammad SAW, yang berbuat dosa besar sampai meninggal sebelum bertaubat, mati kafir dan kekal di neraka.
c.       Dibolehkan tidak mengikuti dan tidak mentaati aturan khalifah yang dhalim dan penghianat
d.      Tidak ada hukum selain yang bersumber dari Al-Qur’an (mereka menolak hadits Nabi SAW)
e.       Anak orang kafir yang mati sebelum baligh masuk neraka, karena dihukumi kafir seperti induknya
f.       Semua dosa adalah besar, tidak ada dosa kecil
g.      Ibadah termasuk rukun iman
h.      Aisah binti Abu Bakar terkutuk karena ikut perang Jamal melawan Ali bin Abu Thalib ra.
i.        Ali ra, tidak sah menjadi khalifah setelah tahkim dan lain-lain.

B.       Murji’ah
1.    Definisi Murji’ah
Murji’ah adalah golongan yang mengatakan bahwa konsekuensi hukum dari perbutan manusia bergantung pada Allah SWT. Nama Murji’ah diambil dari kata irja atau arja’a yang bermakna penundaan, penangguhan. dan Pengharapan. Kata arja’a mengandung pula arti memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Allah. Selain itu, arja’a berarti pula meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dan iman. Oleh karena itu Murji’ah, artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing, ke hari kiamat kelak.
2.      Awal Munculnya Golongan Murji’ah
 Murji’ah pertama kali muncul di Damaskus pada akhir abad pertama hijriyah. Orang yang pertama kali membicarakan masalah irja’ atau murji’ah adalah Al-Hasan bin Muhammad bin Hanafiyah, wafat pada tahun 99 H. Murji’ah mengalami kejayaan yang cukup signifikan pada masa Daulah Umawiyah. Namun, ketika Daulah Umawiyah jatuh, murji’ah redup dan berangsur hilang ditelan zaman. Tapi sebagian fahamnya masih ada yang mengikutinya.
Namun ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah diantaranya:
a.       Teori yang mengatakan bahwa gagasan irja, yang merupakan basis doktrin Murji’ah, muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang diperlihatkan oleh Al-Hasan bin Muhammad A1-Hanafiyah, sekitar tahun 695. Watt, penggagas teori ini, menceritakan hahwa 20 tahun setelah kematian Muawivah. pada tahun 680, dunia Islam dikoyak oleh pertikaian sipil. Al-Mukhtar membawa faham Syi’ah ke Kufah dari tahun 685-687; Ibnu Zubayr mengklaim kekhalifahan di Mekah hingga yang berada di bawah kekuasaan Islam. Sebagai respon dari keadaan ini, muncul gagasan irja atau penangguhan (postponenment). Gagasan ini pertama kali digunakan sekitar tahun 695, Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, dalam sebuah st=”on”Surat pendeknya. Dalam Surat itu, Al-Hasan menunjukkan sikap politiknya dengan mengatakan, “Kita mengakui Abu Bakar dan Umar, tetapi menangguhkan keputusan atas persoalan yang terjadi pada konflik sipil pertama yang melibatkan Usman, Ali, dan Zubayr (seorang tokoh pembelot ke Mekah).” Dengan sikap politik ini. Al-Hasan mencoba mengulangi perpecahan umat Islam. la kemudian mengelak berdampingan dengan kelompok syiah revolusioner yang terlampau menggunkan Ali dan para pengikutnya, serta menjauhkan diri dari Khawarij yang menolak mengakui ke khalifahan Muawiyah dengan alasan bahwa ia adalah keturunan dari sipendosa Usman.
b.      Teori lain menceritakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan Muawiyah, dilakukanlah tahkim (arbitrasi) atas usulan Amr bin Ash, seorang kaki tangan Muawiyah.   Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu. yang pro dan yang kontra. Kelompok kontra yang    akhirnya menyatakan keluar dari Ali, yakni kubu Khawarij. Mereka memandang bahwa tahkim bertentangan dengan Al-Quran dalam pengertian, tidak bertahkim berdasarkan hokum Allah. Oleh karena itu, rnereka berpendapat bahwa melakukan tahkim itu dosa besar, dan pelakunya dapat dihukum kafir, sama seperti perbuatan dosa besar seperti zina, riba membunuh tanpa alasan yang benar, durhaka kepada orang tua, serta memfitnah wnita baik-baik. Pendapat ini ditentang sekelompok sahabat yang keudian disebut Murji’ah, yang mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak kafir, sementara dosanya diserahkan kepada Allah, apakah dia akan mengampuninya atau lidak.

3.      Ciri-Ciri Faham Murji’ah
a.    Rukun iman ada dua yaitu,  iman kepada Allah dan utusan Allah.
b.    Orang yang berbuat dosa besar tetap mukmin selama telah beriman. Jika   meninggal dalam kondisi berdosa, ketentuannya tergantung Allah di akhirat kelak
c.    Kemaksiatan tidak berdampak apapun bagi orang beriman. Dosa sebesar apapun tidak dapat mempengaruhi keimanan seseorang dan keimanan tidak pula mempengaruhi dosa besar
d.   Kebaikan tidak berarti apapun bila dilakukan disaat kafir.
Golongan murji’ah tidak mau mengkafirkan orang Islam, sekalipun orang tersebut dhalim, berbuat maksiat dan lainnya.

C.      Jabariyah
1.      Definisi Jabariyah
Secara bahasa jabariyah artinya memaksa, terpaksa, atau dipaksa. Sedangkan menurut istilah adalah suatu golongan, aliran, atau kelompok yang berfaham bahwa semua perbuatan manusia bukan atas kehendak sendiri, namun ditentukan Allah. Dalam artian bahwa perbuatan baik ataupun buruk semua telah ditentukan Allah.

2.      Awal Munculnya Jabariyah.
Jabariyah pertama kali muncul di Khurasan (Persia) pada saat munculnya golongan Qadariyah, yaitu sekitar tahun 70 H.  Dipelopori oleh Jahm bin Shafwan juga disebut Jahmiyah. Pendapat Jabariah diterapkan di masa kerajaan Ummayyah (660-750 M). Yakni di masa keadaan keamanan sudah pulih dengan tercapainya perjanjian antara Muawiyah dengan Hasan bin Ali bin Abu Thalib, yang tidak mampu lagi menghadapi kekuatan Muawiyah. Maka Muawiyah mencari jalan untuk memperkuat kedudukannya. Di sini ia bermain politik yang licik. Ia ingin memasukkan di dalam pikiran rakyat jelata bahwa pengangkatannya sebagai kepala negara dan memimpin ummat Islam adalah berdasarkan “Qadha dan Qadar/ketentuan dan keputusan Allah semata” dan tidak ada unsur manusia yang terlibat di dalamnya.
Golongan Jabariyah pertama kali muncul di Khurasan (Persia) pada saat munculnya golongan Qodariyah, yaitu kira-kira pada tahun 70 H. Aliran ini dipelopori oleh Jahm bin Shafwan, aliran ini juga disebut Jahmiyah. Jahm bin Shafwan-lah yang mula-mula mengatakan bahwa manusia terpasung, tidak mempunyai kebebasan apapun, semua perbuatan manusia ditentukan Allah semata, tidak ada campur tangan manusia.
Paham Jabariyah dinisbatkan kepada Jahm bin Shafwan karena itu kaum Jabariyah disebut sebagai kaum Jahmiyah, Namun pendapat lain mengatakan bahwa orang yang pertama mempelopori paham jabariyah adalah Al-Ja’ad bin Dirham, dia juga disebut sebagai orang yang pertama kali menyatakan bahwa Al-Quran itu makhluq dan meniadakan sifat-sifat Allah. Disamping itu kaum Jahmiyah juga mengingkari adanya ru’ya (melihat Allah dengan mata kepala di akhirat). Meskipun kaum Qadariyah dan Jahmiyah sudah musnah namun ajarannya masih tetap dilestarikan. Karena kaum Mu’tazilah menjadi pewaris kedua pemahaman tersebut dan mengadopsi pokok-pokok ajaran kedua kaum tersebut. Selanjutnya ditangan Mu’tazilah paham-paham tersebut segar kembali. Sehingga Imam As-Syafi’i menyebutnya Wasil, Umar, Ghallan al-Dimasyq sebagai tiga serangkai yang seide itulah sebabnya kaum Mu’tazilah dinamakan juga kaum Qadariyah dan Jahmiyah..
Disebut Qadariyah karena mereka mewarisi isi paham mereka tentang penolakan terhadap adanya takdir, dan menyandarkan semua perbuatan manusia kepada diri sendiri tanpa adanya intervensi Allah. Disebut Jahmiyah karena mereka mewarisi dari paham penolakan mereka yang meniadakan sifat-sifat Allah, Al-quran itu Makhluk, dan pengingkatan mereka mengenai kemungkinan melihat Allah dengan mata kepala di hari kiamat.
Berkaitan dengan hal ini, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa sebagai pengikut Mu’tazilah adalah Jahmiyah tetapi tidak semua Jahmiyah adalah Mu’tazilah, karena kaum Mu’tazilah berbeda pendapat dengan kaum Jahmiyah dalam masalah Jabr (hamba berbuat karena terpaksa). Kalau kaum Mu’tazilah menafikanya maka kaum Jahmiyah meyakininya.
3.    Ciri-Ciri Ajaran Jabariyah
a.    Manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar, setiap perbuatannya baik atau buruk Allah yang menentukannya.
b.    Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi
c.    Ilmu Allah bersifat Huduts atau baru
d.   Iman cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadzkan
e.    Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaan-Nya
f.     Surga dan Neraka tidak kekal, dan akan hancur bersama penghuninya, karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata
g.    Allah tidak dapat dilihat di Surga oleh penghuni Surga
h.    Al-Qur’an adalah makhluk dan bukan kalamullah.
D.      Mu’tazilah
1.    Definisi Mu’tazilah
            Mu’tazilah adalah sebuah sekte sempalan yang mempunyai lima pokok keyakinan (Al-Ushul Al-Khamsah), meyakini dirinya merupakan kelompok moderat diantara dua kelompok ekstrem yaitu murji’ah yang menganggap pelaku dosa besar tetap sempurna imannya dan khawarij yang menganggap pelaku dosa besar telah kafir.
2.    Awal Munculnya Mu’tazilah
           Munculnya aliran Muktazilah sebagai reaksi atas pertentangan antara aliran Khawarij dan aliran Murjiah mengenai soal orang mukmin yang berdosa besar. Menurut orang Khawarij, orang mukmin yang berdosa besar tidak dapat dikatakan mukmin lagi, melainkan sudah menjadi kafir. Sementara itu, kaum Murjiah tetap menganggap orang mukmin yang berdosa besar itu sebagai mukmin, bukan kafir. Menghadapi kedua pendapat yang kontroversial ini, Wasil bin Atha’ yang ketika itu menjadi murid Hasan Al Basri, seorang ulama terkenal di Basra, mendahalui gurunya mengeluarkan pendapat bahwa orang mukmin yang berdosa besar menempati posisi antara mukmin dan kafir. Tegasnya orang itu bukan mukmin dan bukan pula kafir, tetapi di antara keduanya. Oleh karena di akhirat nanti tidak ada tempat di antara surga dan neraka, maka orang itu dimasukkan ke dalam neraka, tetapi siksaan yang diperolehnya lebih ringan dari siksaan orang kafir.
           Demikianlah pendapat Wasil bin Atha’ yang kemudian menjadi salah satu doktrin Muktazilah yakni al manzilah bain al-manzilatain (posisi di antara dua posisi). Setelah mengeluarkan pendapatnya ini, Wasil bin Atha’ pun akhirnya meninggalkan perguruan Hasan al Basri dan lalu membentuk kelompok sendiri. Kelompok itulah yang menjadi cikal bakal aliran Muktazilah. Setelah Wasil bin Atha’ memisahkan diri, sang guru yakni Hasan al Basri berkata: ”I’tazala ‘anna Wasil (Wasil telah menjauh dari diri kita). Menurut Syahristani, dari kata i’tazala ‘anna itulah lahirnya istilah Muktazilah. Ada lagi yang berpendapat, Muktazilah memang berarti memisahkan diri, tetapi tidak selalu berarti memisahkan diri secara fisik. Muktazilah dapat berarti memisahkan diri dari pendapat-pendapat yang berkembang sebelumnya, karena memang pendapat Muktazilah berbeda dengan pendapat sebelumnya. Selain nama Muktazilah, pengikut aliran ini juga sering disebut kelompok Ahl al-Tauhid (golongan pembela tauhid), kelompok Ahl al-Adl (pendukung faham keadilan Tuhan), dan kelompok Qodariyah. Pihak lawan mereka menjuluki kelompok ini sebagai golongan free will dan free act, karena mereka menganut prinsip bebas berkehendak dan berbuat.
           Ketika pertama kali muncul, aliran Muktazilah tidak mendapat simpati umat Islam, terutama di kalangan masyarakat awam karena mereka sulit memahami ajaran-ajaran Muktazilah yang bersifat rasional dan filosofis. Alasan lain mengapa aliran ini kurang mendapatkan dukungan umat Islam pada saat itu, karena aliran ini dianggap tidak teguh dan istiqomah pada sunnah Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Aliran Muktazilah baru mendapatkan tempat, terutama di kalangan intelektual pada pemerintahan Khalifah al Ma’mun, penguasa Abbasiyah (198-218 H/813-833 M).
           Kedudukan Muktazilah semakin kokoh setelah Khalifah al Ma’mun menyatakannya sebagai mazhab resmi negara. Hal ini disebabkan karena Khalifah al Ma’mun sejak kecil dididik dalam tradisi Yunani yang gemar akan filsafat dan il-mu pengetahuan. Dan, pada masa kejayaan itulah karena mendapat dukungan dari penguasa, kelompok ini memaksakan alirannya yang dikenal dalam sejarah deng-an peristiwa Mihnah (Pengujian atas paham bahwa Alquran itu makhluk Allah, ja-di tidak qadim. Jika Alquran dikatakan qadim, berarti ada yang qadim selain Al-lah, dan ini hukumnya syirik.
Banyak pendapat tentang penamaan mu’tazilah, diantaranya adalah:
a.       Sebagian pihak menyatakan nama Mu’tazilah berasal dari lawan mereka yaitu Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
b.      Sebagian pihak lain menyatakan nama mu’tazilah berasal diri mereka sendiri
c.       Sebagian pihak menyatakan Mu’tazilah lahir dengan adanya i’tizal siyasi (pengasingan diri dari dunia politik) pada awal masa fitnah (masa kekhilafahan Ali). Sebagian peneliti menyatakan Mu’tazilah lain karena sebab-sebab lain.

3.    Aqidah dan Ajaran Mu’tazilah.
a.    Lima Dasar Utama (Al-Ushul Al-Khamsah) yaitu:
1)   Tauhid
Mereka mengingkari sifat-sifat Allah, karena menetapkannya berarti menetapkan banyak dzat yang qadim , itu artinya menyamakan makhluk dengan khaliq. Diantara sebagian konsekuensinya adalah mereka mengingkari ru’yatullah di akhirat dan mengatakan Al-Qur’an itu makhluk.
2)   Al-Adlu (keadilan)
Keadilan versi mereka adalah menolak takdir karena menetapkannya berarti Allah mendzalimi hamba-Nya.
3)   Infadzu Al-Wa’id
Yaitu orang yang berbuat dosa besar bila belum bertaubat sebelum meninggal, pasti kekal di neraka dan tidak ada syafaat baginya.
4)   Al-Manzilah Baina Al-Manzilatain
Menurut mereka adalah pelaku dosa besar keluar dari iman dan tidak masuk dalam kekafiran.
5)   Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Menurut mereka yaitu, wajib menyuruh orang lain melaksanakan hal yang diperintahkan kepada kaum Mu’tazilah, dan mewajibkan mereka sebagaimana yang wajib dikerjakan oleh kaum Mu’tazilah.
b.    Mengandalkan akal secara penuh dalam masalah akidah. Mereka mendahulukan akal atas nash, mena’wil ayat yang tak sesuai dengan akal mereka dan menolak hadits yang bertentangan dengan akal (menurut anggapan mereka). Mereka sering juga disebut sebagai kaum rasionalis.
c.    Menghujat dan mencela para sahabat Rasulullah SAW. Mu’tazilah gemar mengkritik dan mencela sahabat dengan tuduhan-tuduhan keji. Mereka mengkritik ijtihad yang dilakukan para sahabat dengan tuduhan mendahulukan hawa nafsu atas nash.
d.   Mengkritik hadits mutawatir
e.    Menolak kehujjahan hadits ahad.

E.       Jahmiyah
1.    Definisi Jahmiyah
            Istilah jahmiyah diambil dari nama Jahm bin Shafwan, ia berasal dari daerah Khurasan. Jahmiyah merupakan salah satu firqah sesat yang menisbatkan diri mereka kepada Islam. Mereka pengikut pemikiran Jahm bin Shafwan, orang yang mengatakan bahwa Al-Qur’an makhluk Allah SWT, Allah SWT tidak pernah berbicara kepada Musa as, tidak berbicara, tidak bisa dilihat dan tidak berada di atas Arsy. Ia mengambil akidah keliru ini dari Ja’d bin Dirham pencetus dan penebar embrio pertama pemikiran Jahmiyah. Akidah ini lebih dikenal dengan namanya karena dialah yang mempopulerkannya.

2.    Sejarah Munculnya Jahmiyah
            Faham Jahmiyah yakni pengingkaran terhadap sifat-sifat Allah, berasal dari murid-murid kaum Yahudi dan musyrikin, termasuk kaum Shabi’in. Orang yang pertama mengucapkan perkataan ini dalam Islam yakni perkataan bahwa Allah tidak berada di atas ‘Arsy dengan sebenarnya, dan lafaz istiwaa mereka artikan dengan istaulaa ( berkuasa) adalah Ja’ad bin Darhim. Kemudian diambil dan dipopulerkan oleh Jahm bin Shafwan, Sehingga faham Jahmiyah dinisbatkan kepadanya. Telah dikatakan bahwa Ja’ad mengambil pernyataan tersebut dari Abban bin Sam’an. Abban sendiri mengambilnya dari Thalut bin Ukhti Lubaid bin Al-A’sham. Dan Thalut mengambilnya dari Lubaid bin Al-A’sham, seorang ahli sihir Yahudi, yang menyihir Nabi Muhammad Saw.
            Jahm bin Shafwan diketahui berasal dari khurasan. Jahm termasuk salah seorang tokoh Murji’ah ekstrim dan sebagai pemuka Murji’ah golongan Jahmiyah. Jahm diketahui terlibat dalam kegiatan politik, Ia adalah Sekretaris dari Syuraih ibn Al-Haris, dan ia ikut dalam gerakan melawan kekuasaan Bani Umayyah.
            Mereka adalah pengikut Jahm bin Shofwan dari penduduk negeri Tirmidz di Khurosan. Seorang yang selalu berkata dan berbantah, banyak berbicara tentang perkara yang berkaitan dengan Allah, menganggap bahwa Al-Qur’an adalah makhluk, mengatakan bahwa Allah tidak berbicara dengan Nabi Musa, mengatakan bahwa Allah tidak mempunyai sifat Al-Kalam (Berbicara), mengatakan bahwa Allah tidak bisa dilihat (yaitu pada waktu di surga), mengatakan bahwa Allah tidak bertempat di atas ‘Arsy.
            Menurut Imam Abu Hanifah, bahwa Jahm sangat keterlaluan meniadakan apapun dari Allah. Jahm pernah mengatakan bahwa sesungguhnya iman itu cukup hanya dengan tashdiq ( pembenaran) hati, sekalipun tidak dinyatakan. Pendapat seperti ini tidak pernah dinyatakan seorang ulama atau imam umat ini. Bahkan Ahmad bin Waki’ serta yang lainnya mengkafirkan siapa saja yang mengatakan demikian.
            Khalid Qasri membunuh Ja’ad itu pada zaman Khalifah Hisyam bin Abdul Malik. Kemuadian Jahm mengajarkan fahamnya itu di Khurasan dan banyak pengikutnya, sesudah dia meninggalkan sholat selama empat puluh hari, kerena ia ragu akan keberadaan Tuhannya.
            Yang demikian ialah setelah ia menghadapi suatu diskusi menghadapi para filosof hindu yang dinamakan “Samaniyah” yang berfaham, bahwa yang dinamakan ilmu ialah yang tidak dapat dijangkau anggota lahir ini. Mereka menanyakan kepada Jahm, “ Tuhanmu yang kamu sembah itu adakah melihat atau merasa atau menyentuh?” Jawab Jahm. “ Tidak.” Jawab mereka, “ Kalau begitu Tuhanmu tidak ada.” Selama empat puluh hari Jahm tidak beribadat apa-apa dan kemudian membersihkan hatinya dari ketuhanan yang selama ini disembahny, sehingga syeitan berhasil mempengaruhi Jahm dengan memahatkan pendapat itu di dalam otak / pikirannya, seehingga mengatakan, “Sesungguhnya Dia-lah wujud mutlak dan tidak ada sifat pada-Nya. Sesungguhnya Tuhan itu ialah hawa kemauan yang terdapat pada tiap sesuatu, bersama dengan sesuatu, pada tiap sesuatu, tidak ada yang sepi dari padanya dan semua berhubungan dengan Jahm.”
            Jahm dibunuh tahun 128 hijriyah oleh Salamah bin Ahwaz di Khurasan demikian menurut Sejarah oleh Thabari. Namun ajarannya masih dianut orang ban diikuti Muktazilah. Tapi Jahm sampai mengatakan Ta’thiil itu, karena dia menentang ada nama dan sifat Tuhan dan ada pula yang menentang sifat Tuhan, tetapi mengakui ada nama-nama-Nya.
3.    Konsep Aqidah Jahmiyah
Diantara akidah yang mereka pegang adalah sebagai berikut:
a.    Dalam masalah tauhid, mereka mengingkari semua nama dan sifat Allah, menurut mereka nama dan sifat Allah itu hanyalah majas saja.
b.    Dalam masalah takdir, mereka berpegang dengan akidahnya Jabariyah dan Murji’ah, yaitu perbuatan hamba adalah hakikatnya perbuatan Allah, layaknya seperti perkataan: matahari terbit atau pohon bergoyang, maka penyandaran perbuatan kepada manusia hanyalah majas, sebagaiman tinggi badan dan warna kulit manusia dari Allah.
c.    Dalam masalah akhirat dan hari akhir mereka menolak adanya shirat, mizan, melihat Allah, adzab kubur, serta neraka dan jannah adalah tidak kekal.
d.   Menolak sifat kalam Allah sehingga mereka mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk.
e.    Iman hanyalah sekedar mengenal Allah, sehingga kekufuran itu adalah jahil tentang Allah.
f.     Mereka mengenal akidah bahwa Allah ada di mana-mana dan dzat-Nya menyertai setiap hamba, dan inilah akidahnya orang-orang Hululiyah.

F.       Maturidiyah.
1.    Definisi Maturidiyah
            Maturidiyah merupakan pengikut Abu Mansyur Muhammad Ibn Mahmud Al-Maturidiyah yang lahir di Samarkand pada pertengahan ke-2 dari abad IX Masehi dan meninggal di tahun 994 M. Ia adalah pengikut Abu Hanifah dan paham-paham teologinya banyak bersamaan dengan paham-paham yang dimajukan Abu Hanifah. Sistem teologi Abu Mansyur termasuk dalam golongan ahli sunnah, hanya saja ada beberapa ajrannya yang menyimpang. Disebut Maturidiyah karena dinisbatkan kepada negerinya, yakni “Maturi”.
2.    Sejarah Munculnya
            Aliran Maturidiyah menentang paham Muktazilah yang dianggap menyesatkan umat Islam.Setelah wafatnya Khalifah Usman bin Affan dan tampilnya Ali bin Abu Thalib sebagai khalifah keempat, umat Islam terpecah dalam memberikan dukungan. Ada yang meminta supaya diusut dulu penyebab wafatnya Usman dan siapa dalang di baliknya, sedangkan yang lain meminta ditegakkan dulu posisi khalifah untuk meredakan situasi yang genting.Kondisi yang ‘mencekam’ itu membuat umat Islam terpecah dalam memberikan dukungan kepada Ali bin Abu Thalib. Ada yang mendukung dan ada pula yang menentangnya. Akibatnya, bermunculan tuduhan saling menyesatkan di antara umat Islam. Bahkan, sampai ada kelompok yang mengafirkan kelompok lain.
            Inilah salah satu faktor yang menyebabkan munculnya paham atau aliran teologi (akidah) dalam Islam. Di antara aliran teologi itu, salah satunya adalah aliran Maturidiyah.Aliran Maturidiyah merupakan aliran teologi yang bercorak rasional-tradisional. Aliran ini kali pertama muncul di Samarkand, pertengahan kedua abad kesembilan Masehi. Nama aliran itu dinisbahkan dari nama pendirinya, Abu Mansur Muhammad al-Maturidi. Al-Maturidi lahir dan hidup di tengah-tengah iklim keagamaan yang penuh dengan pertentangan pendapat antara Muktazilah dan Asy’ariyah mengenai kemampuan akal manusia.Aliran ini disebut-sebut memiliki kemiripan dengan Asy’ariyah. Sebelum mendirikan aliran Maturidiyah ini, Abu Mansur al-Maturidi adalah murid dari pendiri Asy’ariyah, yakni Abu Hasan al-Asy’ari. Dalam Ensiklopedia Islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve, disebutkan, pada pertengahan abad ke-3 H terjadi pertentangan yang hebat antara golongan Muktazilah dan para ulama. Sebab, pendapat Muktazilah dianggap menyesatkan umat Islam. Al-Maturidi yang hidup pada masa itu melibatkan diri dalam pertentangan tersebut dengan mengajukan pemikirannya.Pemikiran-pemikiran al-Maturidi dinilai bertujuan untuk membendung tidak hanya paham Muktazilah, tetapi juga aliran Asy’ariyah. Banyak kalangan yang menilai, pemikirannya itu merupakan jalan tengah antara aliran Muktazilah dan Asy’ariyah. Karena itu, aliran Maturidiyah sering disebut “berada antara teolog Muktazilah dan Asy’ariyah”.Namun, keduanya (Maturidi dan Asy’ari) secara tegas menentang aliran Muktazilah.
3.    Pemikiran-Pemikiran Maturidiyah
            Menurut golongan Maturidiyah, Allah mempunyai sifat-sifat, namun menurut pendapatnya Allah mengetahui bukan dengan dzat-Nya, tetapi mengetahui dengan pengetahuan-Nya, dan berkuasa bukan dengan dzat-Nya.
Mengenai perbuatan manusia, Al-Maturidi sependapat dengan golongan Mu’tazilah, bahwa manusialah sebenarnya yang mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dengan demikian iaa mempunyai pahm Qadariyah dan bukan paham Jabariyah atau Kasb Asy’ari.
Mereka juga mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah, tidak diciptakan tetapi bersifat qadim.
4.      Konsep Aqidah Maturidiyah
a.    Akal dan Wahyu
     Al-Maturidi berpendapat bahwa akal dapat mengetahui kewajiban manusia berterima kasih kepada Allah.
b.    Perbuatan Manusia
     Mengenai soal perbuatan manusia, Al-Maturidi sependapat dengan golongan Mu’tazilah bahwa manusialah yang sebenarnya mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
c.    Janji dan Ancaman
     Al-Maridi berpendapat bahwa Allah akan bersifat tidak adil, jika Dia tidak menepati janji untuk memberi upah kepada yang berbuat baik dan menjalankan ancaman unuk memberi hukuman kepada orang yang berbuat jahat.
d.   Sifat-Sifat Allah
1)   Sifat Allah pada umumnya
     Kaum Maturidiah berpendapat bahwa, Allah mempunyai sifat-sifat, dan sifat-sifat Allah kekal melalui kekekalan yang terdapat dalam dzat Allah dan bukan melalui kekekalan sifat-sifat itu sendiri, juga mengatakan sbahwa Allah bersama-sama sifat-Nya kekal, tetapi sifat itu sendiri tidaklah kekal.
2)   Melihat Allah
     Tentang melihat Allah, mereka berpendapat bahwa Allah dapat dilihat manusia dengan mata kepala si akhirat nanti.
                   
Penutup
            Demikianlah beberapa penguraian tentang aliran dan pemahaman sesat yang ada semenjak masa-masa kekhalifahan. Tentunya masih banyak aliran dan paham sesat yang belum teruraikan disini. Setidaknya karya kecil ini bisa mewakili dan cukup bagi pembaca untuk mengetahui aliran-aliran sesat yang ada. Karena kebenaran dan kesesatan adalah dua hal yang berlawanan, bagai putih dan hitam. Putih tidak bisa dikatakan hitam, begitu pla sebaliknya hitam tidak bisa dikatakan putih.
              Semoga kita semua bisa menghindari dari maabahaya pemahaman-pemahaman sesat, agar kita bisa menghadap Allah sebagai hamban-Nya yang selamat di akhirat.
              Semoga juga Allah memberikan keberkahan terhadap kaya kecil ini. Mohon maaf jika dalam karya yang singkat ini terdapat kesalahan dalam apapun bentuknya. Tentunya kami juga berharap partisipasi dari para pembaca untuk memberikan kritik dan saran demi perbaikan karya kecil ini selanjutnya terutama dari pihak pengajar (Dosen).
              Washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wasahbihi wasallam.
            

SHARE THIS

Author:

Penulis merupakan penulis bebas dan juga penggiat blockchain dan Cryptocurrency. Terima Kasih sudah berkunjung ke Blog Saya, bebas copy paste asal mencantumkan sumber sebagaimana mestinya.

0 comments: