Ensiklopedi Aliran
Sesat
Oleh : Muhammad
Arrayyan
(Mahasiswa STID Mohammad Natsir Jakarta)
Muqaddimah
Segala Puji bagi Allah
Rabb semesta alam, pemilik segala kemuliaan dan keutamaan serta menetapkannya
untuk makhluq yang dipilih-Nya. Shalawat dan salam untuk sang manusia pilihan,
yang diutus dengan agama dan mukjizat abadi, Rasulullah Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam, semoga keselamatan dan kesejahteraan senantiasa tercurah
untuk beliau, keluarga, para sahabat serta seluruh umatnya yang gigih meniti
jalannya sampai hari kiamat kelak.
Setelah wafatnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kaum muslimin dipimpin oleh
Khulafa’urrasyidin. Namun semenjak saat itu banyak kaum muslimin yang terhasut
oleh segolongan kaum munafiq dan menjerumuskan mereka dalam firqah-firqah
sesat. Pemahaman-pemahaman sesat yang awalnya hanya fanatik pada sosok tokoh
berubah menjadi ideologi dan meusak aqidah.
Pada karya kecil ini
akan diuraikan beberapa firqah aliran sesat yang bermunculan pada fase-fase
setelah wafatnya Rasulullah. Dengan tujuan agar kita tidak terjerumus ke dalam
pemahamannya. Karena hingga saat ini masih ada pemahaman-pemahaman sesat
firqah-fiqah tersebut yang bersemayam dan merusak aqidah kaum muslimin.
A.
Khawarij
1.
Definisi Khawarij
Khawarij adalah suatu aliran, golongan atau kelompok yang pada mulanya setia
dan mendukung kepada khalifah Ali bin Abu Thalib ra, kemudian keluar dan tidak
mendukungnya, lalu bergabung pada kelompok lain karena tidak setuju dengan
kebijakan pemerintahan khalifah Ali bin Abu Thalib ra.
Ibnu Katsir dan Ibnu Abil Izz mengatakan, bahwa
golongan khawarij muncul pada masa pemerintahan khalihaf Utsman bin Affan ra, dan yang dimaksud
khawarij disini adalah para pemberontak yang ingin membunuh khalifah Utsman bin
Affan ra, dan ingin mengambil harta bendanya. Khawarij menurut versi ini adalah
pemberontak yang keluar dari ketaatan pada khalifah dan bukan khawarij yang
mempunyai faham tertentu yang disebut firqah atau aliran.
Istilah Khawarij berasal dari kata “kharaja” yang berarti keluar.
Nama itu diberikan kepada mereka yang keluar dari barisan Ali. Alasan mereka
keluar, karena tidak setuju terhadap sikap Ali Bin Abi Thalib yang menerima
arbirtrase sebagai jalan untuk menyelesaikan persengketaan khalifah dengan
Muawiyah Bin Abi Sufyan.
Khawarij merupakan aliran dalam teologi Islam yang pertama kali
muncul. Menurut Asy-Syahrastani, bahwa yang disebut Khawarij adalah setiap
orang yang keluar dari imam yang hak dan telah disepakati para jema’ah, baik ia
keluar pada masa sahabat Khulafaur Rasyidin, maupun pada masa tabi’in secara
baik-baik.
Demikian pula, kaum khawarij dikenal sebagai sekelompok orang yang
melakukan pemberontakan terhadap imam yang sah yang diakui oleh rakyat (ummat).
Oleh karena itu, istilah Khawarij bisa dikenakan kepada semua orang yang
menentang para imam, baik pada masa sahabat maupun pada masa-masa berikutnya.
Namun demikian, dalam tulisan ini nama Khawarij khusus diberikan kepada
sekelompok orang yang telah memisahkan diri dari barisan Ali.
Pengikut Khawarij, pada umumnya terdiri dari orang-orang Arab
Badawi. Kehidupannya di padang pasir yang serba tandus, menyebabkan mereka
bersifat sederhana, baik dalam cara hidup maupun dalam cara berfikir. Namun,
sebenarnya mereka keras hati, berani, bersikap merdeka, tidak bergantung kepada
orang lain, dan cenderung radikal. Karena watak keras yang dimiliki oleh mereka
itulah, maka dalam berfikir dan memahami agama mereka pun berpandangan sangat
keras.
Aliran Khawarij muncul pertama kali sebagai gerakan politis yang
kemudian beralih menjadi gerakan teologis. Perubahan ini terutama setelah
mereka merujuk beberapa ayat Alquran untuk menunjukkan, bahwa gerakan mereka
adalah gerakan agama. dan secara terorganisir terbentuk bersamaan dengan
terpilihnya pemimpin pertama, Abdullah bin Wahab Al-Rasyibi, yang ditetapkan
pada tahun 37 H. (658 M). Karena pertimbangan-pertimbangan politis, Fazlur
Rahman memandang bahwa Khawarij “tidak memiliki implikasi doktrinal yang
menye-leweng, tetapi hanya seorang atau sekelompok pemberontak atau aktifis
revolusi.
2.
Sebab-Sebab Timbulnya Khawarij
Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang hal
yang melatar belakangi timbulnya khawarij. Diantara sebab yang paling dominan
adalah:
a.
Perbedaan pendapat masalah khilafah merupakan
sebab yang dominan, karena seseorang tidak berhak menjadi khalifah sebelum
memenuhi kriteria yang mereka inginkan.
b.
Permasalahan tahkim
c.
Para penguasa yang dinilai kolusi dan nepotisme
serta dhalim
d.
Fanatisme terhadap kelompok atau golongannya
sendiri
e.
Masalah perekonomian seperti kisahnya Dzul
Khuwaisirah yang menuduh Nabi SAW, tidak berbuat adil dalam membagi harta
ghanimah
f.
Semangat keagamaan
3.
Ciri-Ciri dan Pokok-Pokok Ajaran Khawarij
a.
Ali bin Abu Thalib, Utsman dan para pengikut perang Jamal dan
yang setuju perundingan antara Ali dan Mu’awiyah kafir
b.
Setiap umat Muhammad SAW, yang berbuat dosa
besar sampai meninggal sebelum bertaubat, mati kafir dan kekal di neraka.
c.
Dibolehkan tidak mengikuti dan tidak mentaati
aturan khalifah yang dhalim dan penghianat
d.
Tidak ada hukum selain yang bersumber dari
Al-Qur’an (mereka menolak hadits Nabi SAW)
e.
Anak orang kafir yang mati sebelum baligh masuk
neraka, karena dihukumi kafir seperti induknya
f.
Semua dosa adalah besar, tidak ada dosa kecil
g.
Ibadah termasuk rukun iman
h.
Aisah binti Abu Bakar terkutuk karena ikut
perang Jamal melawan Ali bin Abu Thalib ra.
i.
Ali ra, tidak sah menjadi khalifah setelah
tahkim dan lain-lain.
B.
Murji’ah
1.
Definisi Murji’ah
Murji’ah
adalah golongan yang mengatakan bahwa konsekuensi hukum dari perbutan manusia bergantung
pada Allah SWT. Nama Murji’ah diambil dari kata irja atau arja’a
yang bermakna penundaan, penangguhan. dan Pengharapan. Kata arja’a mengandung
pula arti memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk
memperoleh pengampunan dan rahmat Allah. Selain itu, arja’a berarti
pula meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan
amal dan iman. Oleh karena itu Murji’ah, artinya orang yang menunda
penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa yakni Ali dan Muawiyah serta
pasukannya masing-masing, ke hari kiamat kelak.
2. Awal
Munculnya Golongan Murji’ah
Murji’ah pertama kali muncul di Damaskus pada
akhir abad pertama hijriyah. Orang yang pertama kali membicarakan masalah irja’
atau murji’ah adalah Al-Hasan bin Muhammad bin Hanafiyah, wafat pada tahun 99
H. Murji’ah mengalami kejayaan yang cukup signifikan pada masa Daulah Umawiyah.
Namun, ketika Daulah Umawiyah jatuh, murji’ah redup dan berangsur hilang
ditelan zaman. Tapi sebagian fahamnya masih ada yang mengikutinya.
Namun ada beberapa teori yang
berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah diantaranya:
a.
Teori yang mengatakan bahwa gagasan irja,
yang merupakan basis doktrin Murji’ah, muncul pertama kali sebagai gerakan
politik yang diperlihatkan oleh Al-Hasan bin Muhammad A1-Hanafiyah, sekitar
tahun 695. Watt, penggagas teori ini, menceritakan hahwa 20 tahun setelah
kematian Muawivah. pada tahun 680, dunia Islam dikoyak oleh pertikaian sipil.
Al-Mukhtar membawa faham Syi’ah ke Kufah dari tahun 685-687; Ibnu Zubayr
mengklaim kekhalifahan di Mekah hingga yang berada di bawah kekuasaan Islam.
Sebagai respon dari keadaan ini, muncul gagasan irja atau penangguhan
(postponenment). Gagasan ini pertama kali digunakan sekitar tahun 695, Al-Hasan
bin Muhammad Al-Hanafiyah, dalam sebuah st=”on”Surat pendeknya. Dalam Surat
itu, Al-Hasan menunjukkan sikap politiknya dengan mengatakan, “Kita mengakui
Abu Bakar dan Umar, tetapi menangguhkan keputusan atas persoalan yang terjadi
pada konflik sipil pertama yang melibatkan Usman, Ali, dan Zubayr (seorang
tokoh pembelot ke Mekah).” Dengan sikap politik ini. Al-Hasan mencoba
mengulangi perpecahan umat Islam. la kemudian mengelak berdampingan dengan
kelompok syiah revolusioner yang terlampau menggunkan Ali dan para pengikutnya,
serta menjauhkan diri dari Khawarij yang menolak mengakui ke khalifahan
Muawiyah dengan alasan bahwa ia adalah keturunan dari sipendosa Usman.
b.
Teori lain menceritakan bahwa ketika
terjadi perseteruan antara Ali dan Muawiyah, dilakukanlah tahkim (arbitrasi)
atas usulan Amr bin Ash, seorang kaki tangan Muawiyah. Kelompok Ali
terpecah menjadi dua kubu. yang pro dan yang kontra. Kelompok kontra yang
akhirnya menyatakan keluar dari Ali, yakni kubu Khawarij.
Mereka memandang bahwa tahkim bertentangan dengan Al-Quran dalam pengertian,
tidak bertahkim berdasarkan hokum Allah. Oleh karena itu, rnereka berpendapat
bahwa melakukan tahkim itu dosa besar, dan pelakunya dapat dihukum kafir, sama
seperti perbuatan dosa besar seperti zina, riba membunuh tanpa alasan yang
benar, durhaka kepada orang tua, serta memfitnah wnita baik-baik. Pendapat ini
ditentang sekelompok sahabat yang keudian disebut Murji’ah, yang mengatakan
bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak kafir, sementara dosanya
diserahkan kepada Allah, apakah dia akan mengampuninya atau lidak.
3.
Ciri-Ciri Faham Murji’ah
a. Rukun
iman ada dua yaitu, iman kepada Allah
dan utusan Allah.
b. Orang
yang berbuat dosa besar tetap mukmin selama telah beriman. Jika meninggal dalam kondisi berdosa, ketentuannya
tergantung Allah di akhirat kelak
c. Kemaksiatan
tidak berdampak apapun bagi orang beriman. Dosa sebesar apapun tidak dapat
mempengaruhi keimanan seseorang dan keimanan tidak pula mempengaruhi dosa besar
d. Kebaikan
tidak berarti apapun bila dilakukan disaat kafir.
Golongan
murji’ah tidak mau mengkafirkan orang Islam, sekalipun orang tersebut dhalim,
berbuat maksiat dan lainnya.
C. Jabariyah
1.
Definisi Jabariyah
Secara bahasa jabariyah artinya memaksa,
terpaksa, atau dipaksa. Sedangkan menurut istilah adalah suatu golongan,
aliran, atau kelompok yang berfaham bahwa semua perbuatan manusia bukan atas
kehendak sendiri, namun ditentukan Allah. Dalam artian bahwa perbuatan baik
ataupun buruk semua telah ditentukan Allah.
2.
Awal Munculnya Jabariyah.
Jabariyah pertama kali muncul di Khurasan
(Persia) pada saat munculnya golongan Qadariyah, yaitu sekitar tahun 70 H. Dipelopori oleh Jahm bin Shafwan juga disebut
Jahmiyah. Pendapat
Jabariah diterapkan di masa kerajaan Ummayyah (660-750 M). Yakni di masa
keadaan keamanan sudah pulih dengan tercapainya perjanjian antara Muawiyah
dengan Hasan bin Ali bin Abu Thalib, yang tidak mampu lagi menghadapi kekuatan
Muawiyah. Maka Muawiyah mencari jalan untuk memperkuat kedudukannya. Di sini ia
bermain politik yang licik. Ia ingin memasukkan di dalam pikiran rakyat jelata
bahwa pengangkatannya sebagai kepala negara dan memimpin ummat Islam adalah
berdasarkan “Qadha dan Qadar/ketentuan dan keputusan Allah semata” dan tidak
ada unsur manusia yang terlibat di dalamnya.
Golongan Jabariyah pertama kali
muncul di Khurasan (Persia) pada saat munculnya golongan Qodariyah, yaitu
kira-kira pada tahun 70 H. Aliran ini dipelopori oleh Jahm bin Shafwan, aliran
ini juga disebut Jahmiyah. Jahm bin Shafwan-lah yang mula-mula mengatakan bahwa
manusia terpasung, tidak mempunyai kebebasan apapun, semua perbuatan manusia
ditentukan Allah semata, tidak ada campur tangan manusia.
Paham Jabariyah dinisbatkan kepada
Jahm bin Shafwan karena itu kaum Jabariyah disebut sebagai kaum Jahmiyah, Namun
pendapat lain mengatakan bahwa orang yang pertama mempelopori paham jabariyah
adalah Al-Ja’ad bin Dirham, dia juga disebut sebagai orang yang pertama kali
menyatakan bahwa Al-Quran itu makhluq dan meniadakan sifat-sifat Allah.
Disamping itu kaum Jahmiyah juga mengingkari adanya ru’ya (melihat Allah dengan
mata kepala di akhirat). Meskipun kaum Qadariyah dan Jahmiyah sudah musnah
namun ajarannya masih tetap dilestarikan. Karena kaum Mu’tazilah menjadi
pewaris kedua pemahaman tersebut dan mengadopsi pokok-pokok ajaran kedua kaum
tersebut. Selanjutnya ditangan Mu’tazilah paham-paham tersebut segar kembali.
Sehingga Imam As-Syafi’i menyebutnya Wasil, Umar, Ghallan al-Dimasyq sebagai
tiga serangkai yang seide itulah sebabnya kaum Mu’tazilah dinamakan juga kaum
Qadariyah dan Jahmiyah..
Disebut Qadariyah karena mereka mewarisi isi
paham mereka tentang penolakan terhadap adanya takdir, dan menyandarkan semua
perbuatan manusia kepada diri sendiri tanpa adanya intervensi Allah. Disebut
Jahmiyah karena mereka mewarisi dari paham penolakan mereka yang meniadakan
sifat-sifat Allah, Al-quran itu Makhluk, dan pengingkatan mereka mengenai
kemungkinan melihat Allah dengan mata kepala di hari kiamat.
Berkaitan
dengan hal ini, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa sebagai pengikut Mu’tazilah
adalah Jahmiyah tetapi tidak semua Jahmiyah adalah Mu’tazilah, karena kaum
Mu’tazilah berbeda pendapat dengan kaum Jahmiyah dalam masalah Jabr (hamba
berbuat karena terpaksa). Kalau kaum Mu’tazilah menafikanya maka kaum Jahmiyah
meyakininya.
3. Ciri-Ciri
Ajaran Jabariyah
a. Manusia
tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar, setiap perbuatannya baik atau buruk
Allah yang menentukannya.
b. Allah
tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi
c. Ilmu
Allah bersifat Huduts atau baru
d. Iman
cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadzkan
e. Allah
tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaan-Nya
f. Surga
dan Neraka tidak kekal, dan akan hancur bersama penghuninya, karena yang kekal
dan abadi hanyalah Allah semata
g. Allah
tidak dapat dilihat di Surga oleh penghuni Surga
h.
Al-Qur’an adalah makhluk dan bukan kalamullah.
D. Mu’tazilah
1. Definisi
Mu’tazilah
Mu’tazilah
adalah sebuah sekte sempalan yang mempunyai lima pokok keyakinan (Al-Ushul
Al-Khamsah), meyakini dirinya merupakan kelompok moderat diantara dua
kelompok ekstrem yaitu murji’ah yang menganggap pelaku dosa besar tetap
sempurna imannya dan khawarij yang menganggap pelaku dosa besar telah kafir.
2. Awal
Munculnya Mu’tazilah
Munculnya aliran Muktazilah
sebagai reaksi atas pertentangan antara aliran Khawarij dan aliran Murjiah
mengenai soal orang mukmin yang berdosa besar. Menurut orang Khawarij, orang
mukmin yang berdosa besar tidak dapat dikatakan mukmin lagi, melainkan sudah
menjadi kafir. Sementara itu, kaum Murjiah tetap menganggap orang mukmin yang
berdosa besar itu sebagai mukmin, bukan kafir. Menghadapi kedua pendapat yang
kontroversial ini, Wasil bin Atha’ yang ketika itu menjadi murid Hasan Al
Basri, seorang ulama terkenal di Basra, mendahalui gurunya mengeluarkan
pendapat bahwa orang mukmin yang berdosa besar menempati posisi antara mukmin
dan kafir. Tegasnya orang itu bukan mukmin dan bukan pula kafir, tetapi di
antara keduanya. Oleh karena di akhirat nanti tidak ada tempat di antara surga
dan neraka, maka orang itu dimasukkan ke dalam neraka, tetapi siksaan yang
diperolehnya lebih ringan dari siksaan orang kafir.
Demikianlah pendapat Wasil bin
Atha’ yang kemudian menjadi salah satu doktrin Muktazilah yakni al manzilah
bain al-manzilatain (posisi di antara dua posisi). Setelah mengeluarkan
pendapatnya ini, Wasil bin Atha’ pun akhirnya meninggalkan perguruan Hasan al
Basri dan lalu membentuk kelompok sendiri. Kelompok itulah yang menjadi cikal
bakal aliran Muktazilah. Setelah Wasil bin Atha’ memisahkan diri, sang guru
yakni Hasan al Basri berkata: ”I’tazala ‘anna Wasil (Wasil telah menjauh dari
diri kita). Menurut Syahristani, dari kata i’tazala ‘anna itulah lahirnya
istilah Muktazilah. Ada lagi yang berpendapat, Muktazilah memang berarti
memisahkan diri, tetapi tidak selalu berarti memisahkan diri secara fisik.
Muktazilah dapat berarti memisahkan diri dari pendapat-pendapat yang berkembang
sebelumnya, karena memang pendapat Muktazilah berbeda dengan pendapat
sebelumnya. Selain nama Muktazilah, pengikut aliran ini juga sering disebut
kelompok Ahl al-Tauhid (golongan pembela tauhid), kelompok Ahl al-Adl
(pendukung faham keadilan Tuhan), dan kelompok Qodariyah. Pihak lawan mereka
menjuluki kelompok ini sebagai golongan free will dan free act, karena mereka
menganut prinsip bebas berkehendak dan berbuat.
Ketika pertama kali muncul,
aliran Muktazilah tidak mendapat simpati umat Islam, terutama di kalangan
masyarakat awam karena mereka sulit memahami ajaran-ajaran Muktazilah yang
bersifat rasional dan filosofis. Alasan lain mengapa aliran ini kurang
mendapatkan dukungan umat Islam pada saat itu, karena aliran ini dianggap tidak
teguh dan istiqomah pada sunnah Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Aliran
Muktazilah baru mendapatkan tempat, terutama di kalangan intelektual pada
pemerintahan Khalifah al Ma’mun, penguasa Abbasiyah (198-218 H/813-833 M).
Kedudukan Muktazilah semakin
kokoh setelah Khalifah al Ma’mun menyatakannya sebagai mazhab resmi negara. Hal
ini disebabkan karena Khalifah al Ma’mun sejak kecil dididik dalam tradisi
Yunani yang gemar akan filsafat dan il-mu pengetahuan. Dan, pada masa kejayaan
itulah karena mendapat dukungan dari penguasa, kelompok ini memaksakan
alirannya yang dikenal dalam sejarah deng-an peristiwa Mihnah (Pengujian atas
paham bahwa Alquran itu makhluk Allah, ja-di tidak qadim. Jika Alquran
dikatakan qadim, berarti ada yang qadim selain Al-lah, dan ini hukumnya syirik.
Banyak
pendapat tentang penamaan mu’tazilah, diantaranya adalah:
a. Sebagian
pihak menyatakan nama Mu’tazilah berasal dari lawan mereka yaitu Ahlus Sunnah
Wal Jama’ah
b. Sebagian
pihak lain menyatakan nama mu’tazilah berasal diri mereka sendiri
c. Sebagian
pihak menyatakan Mu’tazilah lahir dengan adanya i’tizal siyasi
(pengasingan diri dari dunia politik) pada awal masa fitnah (masa kekhilafahan
Ali). Sebagian peneliti menyatakan Mu’tazilah lain karena sebab-sebab lain.
3. Aqidah
dan Ajaran Mu’tazilah.
a. Lima
Dasar Utama (Al-Ushul Al-Khamsah) yaitu:
1) Tauhid
Mereka
mengingkari sifat-sifat Allah, karena menetapkannya berarti menetapkan banyak
dzat yang qadim , itu artinya menyamakan makhluk dengan khaliq. Diantara
sebagian konsekuensinya adalah mereka mengingkari ru’yatullah di akhirat
dan mengatakan Al-Qur’an itu makhluk.
2) Al-Adlu
(keadilan)
Keadilan
versi mereka adalah menolak takdir karena menetapkannya berarti Allah
mendzalimi hamba-Nya.
3) Infadzu
Al-Wa’id
Yaitu
orang yang berbuat dosa besar bila belum bertaubat sebelum meninggal, pasti
kekal di neraka dan tidak ada syafaat baginya.
4) Al-Manzilah
Baina Al-Manzilatain
Menurut
mereka adalah pelaku dosa besar keluar dari iman dan tidak masuk dalam
kekafiran.
5) Amar
Ma’ruf Nahi Munkar
Menurut
mereka yaitu, wajib menyuruh orang lain melaksanakan hal yang diperintahkan kepada
kaum Mu’tazilah, dan mewajibkan mereka sebagaimana yang wajib dikerjakan oleh
kaum Mu’tazilah.
b. Mengandalkan
akal secara penuh dalam masalah akidah. Mereka mendahulukan akal atas nash,
mena’wil ayat yang tak sesuai dengan akal mereka dan menolak hadits yang
bertentangan dengan akal (menurut anggapan mereka). Mereka sering juga disebut
sebagai kaum rasionalis.
c. Menghujat
dan mencela para sahabat Rasulullah SAW. Mu’tazilah gemar mengkritik dan
mencela sahabat dengan tuduhan-tuduhan keji. Mereka mengkritik ijtihad yang
dilakukan para sahabat dengan tuduhan mendahulukan hawa nafsu atas nash.
d. Mengkritik
hadits mutawatir
e. Menolak
kehujjahan hadits ahad.
E. Jahmiyah
1. Definisi
Jahmiyah
Istilah
jahmiyah diambil dari nama Jahm bin Shafwan, ia berasal dari daerah Khurasan.
Jahmiyah merupakan salah satu firqah sesat yang menisbatkan diri mereka kepada
Islam. Mereka pengikut pemikiran Jahm bin Shafwan, orang yang mengatakan bahwa
Al-Qur’an makhluk Allah SWT, Allah SWT tidak pernah berbicara kepada Musa as,
tidak berbicara, tidak bisa dilihat dan tidak berada di atas Arsy. Ia mengambil
akidah keliru ini dari Ja’d bin Dirham pencetus dan penebar embrio pertama
pemikiran Jahmiyah. Akidah ini lebih dikenal dengan namanya karena dialah yang
mempopulerkannya.
2. Sejarah Munculnya Jahmiyah
Faham Jahmiyah yakni
pengingkaran terhadap sifat-sifat Allah, berasal dari murid-murid kaum Yahudi
dan musyrikin, termasuk kaum Shabi’in. Orang yang pertama mengucapkan perkataan
ini dalam Islam yakni perkataan bahwa Allah tidak berada di atas ‘Arsy dengan
sebenarnya, dan lafaz istiwaa mereka artikan dengan istaulaa (
berkuasa) adalah Ja’ad bin Darhim. Kemudian diambil dan dipopulerkan oleh Jahm
bin Shafwan, Sehingga faham Jahmiyah dinisbatkan kepadanya. Telah dikatakan
bahwa Ja’ad mengambil pernyataan tersebut dari Abban bin Sam’an. Abban sendiri
mengambilnya dari Thalut bin Ukhti Lubaid bin Al-A’sham. Dan Thalut
mengambilnya dari Lubaid bin Al-A’sham, seorang ahli sihir Yahudi, yang menyihir Nabi Muhammad Saw.
Jahm bin Shafwan
diketahui berasal dari khurasan. Jahm termasuk salah seorang tokoh Murji’ah
ekstrim dan sebagai pemuka Murji’ah golongan Jahmiyah. Jahm diketahui terlibat
dalam kegiatan politik, Ia adalah Sekretaris dari Syuraih ibn Al-Haris, dan ia
ikut dalam gerakan melawan kekuasaan Bani Umayyah.
Mereka adalah pengikut
Jahm bin Shofwan dari penduduk negeri Tirmidz di Khurosan. Seorang yang selalu
berkata dan berbantah, banyak berbicara tentang perkara yang berkaitan dengan
Allah, menganggap bahwa Al-Qur’an adalah makhluk, mengatakan bahwa Allah tidak
berbicara dengan Nabi Musa, mengatakan bahwa Allah tidak mempunyai sifat
Al-Kalam (Berbicara), mengatakan bahwa Allah tidak bisa dilihat (yaitu pada
waktu di surga), mengatakan bahwa Allah tidak bertempat di atas ‘Arsy.
Menurut Imam Abu
Hanifah, bahwa Jahm sangat keterlaluan meniadakan apapun dari Allah. Jahm
pernah mengatakan bahwa sesungguhnya iman itu cukup hanya dengan tashdiq (
pembenaran) hati, sekalipun tidak dinyatakan. Pendapat seperti ini tidak pernah
dinyatakan seorang ulama atau imam umat ini. Bahkan Ahmad bin Waki’ serta yang
lainnya mengkafirkan siapa saja yang mengatakan demikian.
Khalid Qasri membunuh
Ja’ad itu pada zaman Khalifah Hisyam bin Abdul Malik. Kemuadian Jahm
mengajarkan fahamnya itu di Khurasan dan banyak pengikutnya, sesudah dia
meninggalkan sholat selama empat puluh hari, kerena ia ragu akan keberadaan
Tuhannya.
Yang demikian ialah
setelah ia menghadapi suatu diskusi menghadapi para filosof hindu yang
dinamakan “Samaniyah” yang berfaham, bahwa yang dinamakan ilmu ialah yang tidak
dapat dijangkau anggota lahir ini. Mereka menanyakan kepada Jahm, “ Tuhanmu
yang kamu sembah itu adakah melihat atau merasa atau menyentuh?” Jawab Jahm. “
Tidak.” Jawab mereka, “ Kalau begitu Tuhanmu tidak ada.” Selama empat puluh
hari Jahm tidak beribadat apa-apa dan kemudian membersihkan hatinya dari
ketuhanan yang selama ini disembahny, sehingga syeitan berhasil mempengaruhi
Jahm dengan memahatkan pendapat itu di dalam otak / pikirannya, seehingga
mengatakan, “Sesungguhnya Dia-lah wujud mutlak dan tidak ada sifat pada-Nya.
Sesungguhnya Tuhan itu ialah hawa kemauan yang terdapat pada tiap sesuatu,
bersama dengan sesuatu, pada tiap sesuatu, tidak ada yang sepi dari padanya dan
semua berhubungan dengan Jahm.”
Jahm dibunuh tahun 128
hijriyah oleh Salamah bin Ahwaz di Khurasan demikian menurut Sejarah oleh
Thabari. Namun ajarannya masih dianut orang ban diikuti Muktazilah. Tapi Jahm
sampai mengatakan Ta’thiil itu, karena dia menentang ada nama dan sifat Tuhan
dan ada pula yang menentang sifat Tuhan, tetapi mengakui ada nama-nama-Nya.
3. Konsep
Aqidah Jahmiyah
Diantara
akidah yang mereka pegang adalah sebagai berikut:
a. Dalam
masalah tauhid, mereka mengingkari semua nama dan sifat Allah, menurut mereka
nama dan sifat Allah itu hanyalah majas saja.
b. Dalam
masalah takdir, mereka berpegang dengan akidahnya Jabariyah dan Murji’ah, yaitu
perbuatan hamba adalah hakikatnya perbuatan Allah, layaknya seperti perkataan:
matahari terbit atau pohon bergoyang, maka penyandaran perbuatan kepada manusia
hanyalah majas, sebagaiman tinggi badan dan warna kulit manusia dari Allah.
c. Dalam
masalah akhirat dan hari akhir mereka menolak adanya shirat, mizan, melihat
Allah, adzab kubur, serta neraka dan jannah adalah tidak kekal.
d. Menolak
sifat kalam Allah sehingga mereka mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk.
e. Iman
hanyalah sekedar mengenal Allah, sehingga kekufuran itu adalah jahil tentang
Allah.
f. Mereka
mengenal akidah bahwa Allah ada di mana-mana dan dzat-Nya menyertai setiap
hamba, dan inilah akidahnya orang-orang Hululiyah.
F. Maturidiyah.
1. Definisi
Maturidiyah
Maturidiyah
merupakan pengikut Abu Mansyur Muhammad Ibn Mahmud Al-Maturidiyah yang lahir di
Samarkand pada pertengahan ke-2 dari abad IX Masehi dan meninggal di tahun 994
M. Ia adalah pengikut Abu Hanifah dan paham-paham teologinya banyak bersamaan
dengan paham-paham yang dimajukan Abu Hanifah. Sistem teologi Abu Mansyur
termasuk dalam golongan ahli sunnah, hanya saja ada beberapa ajrannya yang
menyimpang. Disebut Maturidiyah karena dinisbatkan kepada negerinya, yakni
“Maturi”.
2. Sejarah Munculnya
Aliran
Maturidiyah menentang paham Muktazilah yang dianggap menyesatkan umat
Islam.Setelah wafatnya Khalifah Usman bin Affan dan tampilnya Ali bin Abu
Thalib sebagai khalifah keempat, umat Islam terpecah dalam memberikan dukungan.
Ada yang meminta supaya diusut dulu penyebab wafatnya Usman dan siapa dalang di
baliknya, sedangkan yang lain meminta ditegakkan dulu posisi khalifah untuk
meredakan situasi yang genting.Kondisi yang ‘mencekam’ itu membuat umat Islam
terpecah dalam memberikan dukungan kepada Ali bin Abu Thalib. Ada yang
mendukung dan ada pula yang menentangnya. Akibatnya, bermunculan tuduhan saling
menyesatkan di antara umat Islam. Bahkan, sampai ada kelompok yang mengafirkan
kelompok lain.
Inilah
salah satu faktor yang menyebabkan munculnya paham atau aliran teologi (akidah)
dalam Islam. Di antara aliran teologi itu, salah satunya adalah aliran
Maturidiyah.Aliran Maturidiyah merupakan aliran teologi yang bercorak
rasional-tradisional. Aliran ini kali pertama muncul di Samarkand, pertengahan
kedua abad kesembilan Masehi. Nama aliran itu dinisbahkan dari nama pendirinya,
Abu Mansur Muhammad al-Maturidi. Al-Maturidi lahir dan hidup di tengah-tengah
iklim keagamaan yang penuh dengan pertentangan pendapat antara Muktazilah dan
Asy’ariyah mengenai kemampuan akal manusia.Aliran ini disebut-sebut memiliki
kemiripan dengan Asy’ariyah. Sebelum mendirikan aliran Maturidiyah ini, Abu
Mansur al-Maturidi adalah murid dari pendiri Asy’ariyah, yakni Abu Hasan
al-Asy’ari. Dalam Ensiklopedia Islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve,
disebutkan, pada pertengahan abad ke-3 H terjadi pertentangan yang hebat antara
golongan Muktazilah dan para ulama. Sebab, pendapat Muktazilah dianggap
menyesatkan umat Islam. Al-Maturidi yang hidup pada masa itu melibatkan diri
dalam pertentangan tersebut dengan mengajukan pemikirannya.Pemikiran-pemikiran al-Maturidi
dinilai bertujuan untuk membendung tidak hanya paham Muktazilah, tetapi juga
aliran Asy’ariyah. Banyak kalangan yang menilai, pemikirannya itu merupakan
jalan tengah antara aliran Muktazilah dan Asy’ariyah. Karena itu, aliran
Maturidiyah sering disebut “berada antara teolog Muktazilah dan
Asy’ariyah”.Namun, keduanya (Maturidi dan Asy’ari) secara tegas menentang
aliran Muktazilah.
3. Pemikiran-Pemikiran
Maturidiyah
Menurut
golongan Maturidiyah, Allah mempunyai sifat-sifat, namun menurut pendapatnya
Allah mengetahui bukan dengan dzat-Nya, tetapi mengetahui dengan
pengetahuan-Nya, dan berkuasa bukan dengan dzat-Nya.
Mengenai perbuatan manusia, Al-Maturidi
sependapat dengan golongan Mu’tazilah, bahwa manusialah sebenarnya yang
mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dengan demikian iaa mempunyai pahm Qadariyah
dan bukan paham Jabariyah atau Kasb Asy’ari.
Mereka juga mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah
kalam Allah, tidak diciptakan tetapi bersifat qadim.
4. Konsep
Aqidah Maturidiyah
a. Akal dan
Wahyu
Al-Maturidi
berpendapat bahwa akal dapat mengetahui kewajiban manusia berterima kasih
kepada Allah.
b. Perbuatan
Manusia
Mengenai soal perbuatan manusia,
Al-Maturidi sependapat dengan golongan Mu’tazilah bahwa manusialah yang
sebenarnya mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
c. Janji
dan Ancaman
Al-Maridi berpendapat bahwa Allah akan
bersifat tidak adil, jika Dia tidak menepati janji untuk memberi upah kepada
yang berbuat baik dan menjalankan ancaman unuk memberi hukuman kepada orang
yang berbuat jahat.
d. Sifat-Sifat
Allah
1) Sifat
Allah pada umumnya
Kaum Maturidiah berpendapat bahwa, Allah
mempunyai sifat-sifat, dan sifat-sifat Allah kekal melalui kekekalan yang
terdapat dalam dzat Allah dan bukan melalui kekekalan sifat-sifat itu sendiri,
juga mengatakan sbahwa Allah bersama-sama sifat-Nya kekal, tetapi sifat itu
sendiri tidaklah kekal.
2) Melihat
Allah
Tentang melihat Allah, mereka berpendapat
bahwa Allah dapat dilihat manusia dengan mata kepala si akhirat nanti.
Penutup
Demikianlah
beberapa penguraian tentang aliran dan pemahaman sesat yang ada semenjak
masa-masa kekhalifahan. Tentunya masih banyak aliran dan paham sesat yang belum
teruraikan disini. Setidaknya karya kecil ini bisa mewakili dan cukup bagi
pembaca untuk mengetahui aliran-aliran sesat yang ada. Karena kebenaran dan
kesesatan adalah dua hal yang berlawanan, bagai putih dan hitam. Putih tidak
bisa dikatakan hitam, begitu pla sebaliknya hitam tidak bisa dikatakan putih.
Semoga
kita semua bisa menghindari dari maabahaya pemahaman-pemahaman sesat, agar kita
bisa menghadap Allah sebagai hamban-Nya yang selamat di akhirat.
Semoga
juga Allah memberikan keberkahan terhadap kaya kecil ini. Mohon maaf jika dalam
karya yang singkat ini terdapat kesalahan dalam apapun bentuknya. Tentunya kami
juga berharap partisipasi dari para pembaca untuk memberikan kritik dan saran
demi perbaikan karya kecil ini selanjutnya terutama dari pihak pengajar (Dosen).
Washallallahu
‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wasahbihi wasallam.
0 comments:
Post a Comment