Wahyu adalah Isyarat
yang cepat. Al Wahyu atau wahyu adalah kata masdar (infinitif); dan materi kata
itu menunjukkan dua pengertian dasar yaitu : tersembunyi dan cepat. Oleh karena
itu, maka dikatakan bahwa wahyu ialah pemberitahuan secara tersembunyi dan
cepat yang khusus ditujukan kepada orang yang diberitahu tanpa diketahui orang
lain.
Ada dua cara
penyampaian wahyu oleh Malaikat kepada Rasul: Cara pertama, Datang
kepadanya suara seperti dencingan lonceng dan suara amat kuat yang
mempengaruhifaktor-faktor kesadaran, sehinga ia dengan segala kekuatannya siap
menerima pengaruh itu. Cara ini paling berat buat Rasul. Apabila wahyu yang
turun kepada Rasulullah . dengan cara ini, maka ia
mengumpulkan segala kekuatan kesadarannya untuk menerima, menghafal dan
memahaminya.
Dan suara itu mungkin
sekali suara kepakan sayap-sayap para Malaikat, seperti diisyaratkan di dalam
hadits, "Apabila Allah menghendaki suatu urusan di langit, maka para
malaikat memukul-mukulkan sayapnya karena tunduk kepada firmanNya, bagaikan
gemerincingnya mata rantai di atas batu-batu yang licin." HR. Bukhari. Dan
mungkin pula suar Malaikat itu sendiri pada waktu Rasul baru mendengarnya untuk
pertama kali.
Cara kedua, Malaikat menjelma
kepada Rasul sebagai seorang laki-laki dalam bentuk manusia. Cara yang demikian
itu lebih ringan daripada cara sebelumnya, karena adanya kesesuaian antara
pembicara dengan pendengar. Rasul merasa senang sekali mendengarkan dari utusan
pembawa wahyu itu, karena merasa seperti seorang manusia yang berhadapan dengan
saudaranya sendiri.
Tentang hal ini
terdapat riwayat dari 'Aisyah Ummul Mukminin RA bahwa Harits bin Hisyam RA
bertanya kepad Rasulullah . tentang turunnya wahyu, dan
jawab Nabi, "Kadang-kadang ia datang kepadaku bagaikan dencingan lonceng,
dan itulah yang paling berat bagiku, lalu ia pergi dan aku telah menyadari apa
yang dikatakannya. Dan terkadang Malaikat menjelma kepadaku sebagai seorang
laki-laki, lalu dia berbicara kepadaku dan aku pun memahami apa yang dia
katakan."
'Aisyah juga
meriwayatkan apa yang dialami Rasulullah berupa kepayahan, "Aku pernah
melihatnya tatkala wahyu sedang turun kepadanya pada suatu hari yang amat dingin.
Lalu Malaikat itu pergi, sedang keringat pun mengucur dari dahi
Rasulullah." HR. Bukhari.
Ketika sedang tenggelam
dalam khalwatnya di gua Hira', Rasulullah . dikejutkan oleh Jibril yang
muncul dan terlihat di hadapannya seraya berkata kepadanya, "Bacalah"
Hal ini menjelaskan bahwa fenomena wahyu bukanlah urusan pribadi yang bersumber
dari inspirasi atau intuisi. Tetapi merupakan penerimaan terhadap haqiqah
khairiyah (kebenaran yang bersumber dari 'luar') yang tidak ada kaitannya
dengan inspirasi, pancaran hati atau intuisi.
Timbulnya rasa takut
dan cemas pada diri Nabi . ketika mendengar dan melihat
Jibri, sampai beliau memutuskan khalwatnya dan segera pulang dengan hati
gundah, merupakan suatu bukti nyata bagi orang yang berakal sehat bahwa Nabi . tidak pernah sama sekali
merindukan risalah yang dibebankanNya untuk disebarkannya ke segenap penjuru
dunia ini.
Selain itu, masalah
inspirasi, intuisi, bisikan batin atau perenungan ke alam atas, tidak
mengundang timbulnya rasa takut dan cemas. Tidak ada korelasi antara perenungan
dan perasaan takut dan terkejut. Jika demikian, tentu semua pemikir dan orang
yang melakukan kontemplasi akan selalu dirundung rasa takut dan cemas.
Anda tentu mengetahui
bahwa perasaan takut, terkejut dan menggigil sekujur badan tidak mungkin dapat
dibuat-buat. Sehingga jelas tidak dapat diterima jiak ada orang mengandalkan
Rasulullah . melakukan tersebut.
Kemudian, ilham Allah
kepada Khadijah untuk membawa Nabi . menemui Waraqah bin Naufal
menanyakan permasalahannya, merupakan penegasan lain bahwa yang mengejutkannya
itu hanyalah wahyu yang pernah disampaikan kepada para Nabi sebelumnya. Di
samping untuk menghapuskan kecemasan yang menyelubungi jiwa Rasulullah . karena menafsirkan apa yang
dilihat dan didengarnya.
Terhentinya wahyu
setelah itu selama enam bulan atau lebih, mengandung mu'jizat Ilahi yang
mengagumkan. Karena hal ini merupakan sanggahan yang paling tepat terhadap para
orientalis yang menganggap wahyu sebagai produk perenungan panjang yang
bersumber dari dalam diri Muhammad .
Sesungguhnya keadaan
dan peristiwa yang dialami oleh Nabi . ini membuat pemikiran yang
mengatakan bahwa wahyu merupakan intuisi, sebagai suatu pemikiran gila. Sebab,
untuk menumbuhkan inspirasi dan intuisi tidak perlu menjalani keadaan seperti
itu.
Dengan demikian, hadits
permulaan wahyu yang tersebut dalam riwayat shahih merupakan senjata yang
menghancurkan segala serangan musuh-musuh Islam menyangkut masalah wahyu dan
kenabian Muhammad . Dari sini kita dapat memahami
mengapa permulaan penurunan wahyu dilakukan Allah sedemikian rupa.
Orang-orang Jahiliyah
baik lama ataupun yang modern selalu berusaha utnuk untuk menimbulkan keraguan
mengenai wahyu dengan sikap keras kepala dan sombong. Keraguan demikian itu
lemah sekali dan tidak dapat diterima.
Mereka mengira bahwa Al
Qur'an dari pribadi Muhammad; dengan menciptakan maknanya dan dia sendiri pula
yang menyusun "bentuk gaya bahasanya"; Al Qur'an bukanlah wahyu. Ini
adalah sangkaan batil. Apabila Rasulullah . menghendaki kekuasaan untuk
dirinya sendiri dan menantang manusia dengan mukjizat-mukjizat untuk mendukung
kekuasaan dirinya, tidak perlu ia menisbatkan semua itu kepada pihak lain.
Dapat saja menisbatkan Al Qur'an kepada dirinya sendiri, karena hal itu cukup
untuk mengangkat kedudukannya dan menjadi manusia tunduk kepada kekuasaannya.
Sebab kenyataannya semua orang Arab dengan segala kefasihan dan retorikanya
tidak juga mampu menjawab tantangan itu. Sangkaan ini menggambarkan bahwa
Rasulullah . termasuk pemimpin yang
menempuh cara-cara berdusta dan palsu untuk mencapai tujuan. Sangkaan itu
tertolak oleh kenyataan sejarah tentang perilaku Rasulullah . kejujuran dan
keterpercayaannya yang terkenal, yang sudah disaksikan oleh musuh-musuhnya
sebelum disaksikan oleh kawan-kawan sendiri.
Orang-orang Jahiliyah,
dahulu dan sekarang, menyangka bahwa Rasulullah . mempunyai ketajaman firasat,
kecerdikan yang hebat, kejernihan jiwa dan renungan yang benar, yang
menjadikannya memahami ukuran-ukuran yang baik dan yang buruk, benar dan salah
melalui Ilham (inspirasi), serta mengenali perkara-perkara yang rumit melalui
kasyaf, sehingga Al Qur'an itu tidak lain daripada hasil penalaran intelektual
dan pemahaman yang diungkapkan oleh Muhammad dengan gaya bahasa dan
retorikanya.
Pembahasan Selanjutnya: Al-Qur’an Petunjuk untuk Manusia
0 comments:
Post a Comment