Strategi
Pendirian Media Online
Oleh: Amriadi Al Masjidiy
(Pendiri Tebar Suara Mediana)
Pers memang diakui
merupakan salah satu alat demokratisasi yang cukup efektif. Pers menjadi
jembatan penghubung kepentingan politik baik vertikal maupun horizontal. Pers
juga menghubungkan ntara rakyat dan penguasa. Ukuran demokrasi juga dilihat
dari pers suatu negara, Sehingga pers menjadi kekuatan keempat (The fourrth estate) yang tidak bisa
diabaikan dalam tantanan sosial politik suatu negara.[1]
Di Indonesia pernah
menganut sistem pers pembangunan di masa Orde Baru, dimana pers didorong untuk
menyiarkan berita-berita positif tentang pembangunan. Ketika pers menyiarkan
berita negatif tentang pembangunan maka siap-siap untuk dikuburkan.[2]
Hal ini hampir sama dengan teori pers otoriter, “pers harus menjadi pelayan
negara”. Isi semua pers harus bisa mepertanggungjawaban kepada penguasa.[3]
Maka tidak heran waktu itu banyak pers yang dibredel akibat berita negatif
kepada penguasa. Majalah Editor, Tabloid Detik, Tempo dan lain-lain pada tahun
1982 harus tutup karena dianggap menyinggung pemerintah.[4]
Kebebasan pers di
Indonesia dimulai sejak memasuki era Reformasi. Dimana kebabasan ini diatur
dalam undang-undang No.40/1999 menyatakan Pers Indonesia bebas menyiarkan
informasi apa saja yang menurutnya layak disiarkan. Undang-Undang inilah yang
namanya kebebasan arus informasi, dimana setiap publik bebas menyampaikan
aspirasi dan menyebarkannya dengan cepat. Anda bagun pagi, bisa langsung
mengkritik pemerintah, pelayanan umum dan berbagi pendapat. Kritikan ini bisa
langsung disampaikan hanya dalam satu genggaman, yang dikenal dengan gadget.
Media sosial telah menumbuh jurnalisme rasa publik dan bahkan media profesional
juga sering mengutip hasil kritikus facebookers dan twitters menjadi sebuah
berita.[5]
Asep Saeful Muhtadi[6]
mengambarkan keadaan pers sekarang sebagai berikut:
“Pada era informasi sekarang ini, baik di
negara-negara maju maupun berkembang, media massa tumbuh pesat. Penemuan dan
perkembangan teknologi komunikasi massa telah mampu memberikan peluang besar
bagi perkembangannya media massa. Karena itu, dunia media kini telah memasuki
hampir setiap sektor kehidupan manusia. Media massa menjadi alat penting dalam
usaha memenuhi hajat hidup manusia. Untuk kepentingan politik, ekonomi, sosial,
budaya, dan agama, termasuk untuk kepentingan perang dan damai sekalipun. Apa
yang kita kenal dengan istilah Psy-War (Perang urat syaraf), kini tidak lagi
dilakukan melalui media konvensional, tetapi berlangsung lewat media massa.”[7]
Hal ini tentu tidak
mengejutkan jika hasil penelitian memperlihatkan lebih dari 70% kehidupan
msayarakat kita dewasa ini digunakan untuk berinteraksi dengan media seperti,
Internet, Televisi, Surat Kabar, Radio, Majalah, buku, jurnal, iklan, dan lain
sebagainya, lapangan penelitian tentang efek media semakin mengembang luas.[8]
Tidak mengherankan jika dunia Online melahirkan banyak media. Jean Gaddy Wilson[9]
mengatakan, “Kehadiran Teknologi digital membuat pasar media menjadi semakin
kompetitif”[10]
Perkembangan dunia
Internet telah merubah jurnalis rasa yang baru, maka tidak heran jika banyak
media ternama di dunia harus berubah ke versi digital. Dan Gilmor[11]
mengatakan, “Abad 21 ini, menjadi tantangan berat bagi media massa konvensional
atas lahirnya jurnalisme baru yang sangat berbeda dengan jurnalisme terdahulu.
Dalam jurnalisme warga siapapun dapat membuat, menyebarkan, bahkan menjadi
narasumber, sekaligus mengonsumsi berita dalam bentuk format tulisan, foto, suara,
maupun gambar bergerak”.[12]
Jurnalisme gaya baru
ini telah memberikan kesempatan kepada warga yang sangat besar untuk menjadi
bagian dari wartawan dan media. Kewartawanan warga ini membuat media berkelas
membuka rubik Citizen Journalism, dimana dalam rubik khusus ini menayangkan
berita dari warga. Lahir juga media-media warga seperti Kompasiana.com dan
baru-baru ini lahir aneka media yang dikelola oleh perorangan dan kelompok.[13]
Tim Redaksi LP3ES dalam Buku Jurnalisme Liputan6: Antara peristiwa dan ruang publik menegaskan “Dalam jurnalisme,
publik bukan lagi merupakan objek, komoditas, atau produk yang dijual kepada
para pemasang iklan, tetapi publik memiliki pengaruh untuk menentukan isi
berita sesuai dengan kebutuhan.”[14]
Dalam Media warga
tersebut bebas menulis dan menyampaikan aspirasi asal tidak merugikan pihak
lain. Semua yang kita tulis dimedia sosial pun menjadi hak publik untuk
menyebarluaskan dan meminta izin pada pemiliknya hanyalah persoalan etika. Bagi
Anda yang suka mengabadikan peristiwa melalui Handphone, Handycam dan yang
lainnya, lalu menulis berita apa, kenapa, dimana, bagaimana, kapan, berapa (5w
1h). Maka anda telah melakukan tugas kewartawanan (Jurnalistik). Membagikan ke
media sosial seperti Blog, Facebook, Twitter, Youtube dan lain-lain, anda telah
melakukan pewartaan (menyampaikan informasi).[15]
Maka dari itu penulis
membahas “Strategi Pendirian Media Online”. Media Online (Online Media) disebut juga dengan cybermedia (Media Siber) dan juga disebut dengan internet media (Media Internet). Media
Online juga disebut sebagai media baru (new
media) yang dapat diartikan sebagai media yang tersaji secara online di
situs web (website) Internet.[16]
Secara “fisik”, media online adalah media yang berbasis telekomunikasi dan
multimedia (Komputer dan Internet). Dalam hal ini, media online seperti Portal,
Wabsite[17],
Radio Online, TV Online, dan Email.[18]
Berbicara soal media
tidak terlepas dari berita, begitu juga dengan media online. Media online
berupa berita biasanya berupa media online “murni” (seperti tebarsauara.com, detik.com dan
lain-lain), situs berita berupa “edisi online” dari media cetak layaknya koran,
majalah, jurnal dan tabloid (Seperti Republika, Hidayatullah dan lain-lain),
media online berita juga bisa berupa hasil dari penyiaran radio (seperti
radioaustralia.net.au, rmmw.nl di Indonesia sebut saja Radio Replublik
Indonesia-RRI), penyiaran telivisi “edisi online” (seperti CNN.com, Liputan6.com
dan lain-lain), ada juga situs media berupa “indek berita” yang hanya memuat
link-link berita dari media lain (seperti Google New, Newsnow dan lain-lain).[19]
Jika dilihat dari sisi
pemilik (publisher), media online
bisa berupa News Organisasi, situs bisnis atau perusahaan, situs pemerintahan,
situs komunitas, situs nirlaba dan situs personal (Blog). Dari itu media online
bisa didirikan oleh sembarangan orang, sekalipun ia tidak paham jurnalistik dan
munilis sekalipun akan bisa dijalankan dengan cara “copy-paste” dari situs
media lain.[20]
Sehingga kredibilitas dan akurasi berita sering dipertanyakan. Karena semua
tulisan atau berita dapat diakses lintas negara sehingga seringga sering
terjadi tuntutan hukum. Disilah perlu strategi dalam pendirian dan bermedia di
Internet.
Menurut Cuny
Graduate School of Journalism, yang didukung Knight Foundation di http://wwwkcnn.org
mencatat 10 langkah utama bagi cyberjournalist[21]
supaya terhindar dari masalah hukum, yaitu: Pertama,
Periksa dan periksa ulang fakta (Check
and recheck). Kedua, jangan
menggunakan informasi tanpa sumber yang jelas. Ketiga, perhatikan kaidah hukum dan kode etik jurnalistik. Keempat, pertimbangkan semua pendapat. Kelima, utarakan rahasia secara selktif. Keenam, hati-hati terhadap apa yang
diutarakan. Ketujuh, pelajari batas
daya ingat. Kedelapan, jangan lakukan
pelecehan. Kesembilan, hindari
komflik kepentingan dan Kesepuluh,
peduli nasehat hukum.[22]
Pendirian media oleh
warga (termasuk yang tidak bisa berjurnalis) bisa saja dilakukan dengan
kelompok dan individual. Amriadi Al Masjidiy[23]
pernah menulis sebuah kisah di Tebar Suara tentang sosok jurnalis asal London,
Rachel McTavish namanya. Meskipun perempuan dia jurnalis yang disegani, bekerja
sebagai presenter di televisi ITV dan radio ITN. Hebatnya Rachel McTavish dia
bisa berkerja meliput tanpa kru, dia melakukan semuanya sendiri. Mulai dari
liputan, editing sampai publikasi dilakukan sendiri dari rumahnya di Brimingham
City.[24]
Jakob Oetama[25]
mengatakan “Pengetahuan umum, sikap kritis, jiwa yang terus mencari dan tidak
pernah puas merupakan kompetensi profesional bagi media.”[26] Artinya kita semua memiliki “bibit”
untuk menjadi wartawan sekaligus pemilik media yang bebas berkreasi selama
tidak melanggar hukum dan etika. Pendirian Tebar Suara juga tidak terlepas dari
semangat dan kritis terhadap media yang cenderung mendeskriminasi kaum muslim
di Indonesia. Teman-teman dalam pendirian media Tebar Suara hanya sebagian
kecil yang mampu untuk berjunalistik, dari itu media Tebar Suara adalah media
yang independen dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan. Artinya kami
sendiri dalam media tidak terlalu memahami soal kewartawanan dan media,
sehingga Portal Tebar Suara Mediana adalah media warga.[27]
Dibalik semua itu, kami
di Tebar Suara menyukai dalam mengabadikan peristiwa melalui Handphone, Handycam
dan yang lainnya. Sebagian dari kami adalah aktivis mahasiswa atau LSM, dan hal
ini bisa menulis kegiatan kampus, pelayanan masyarakat dan aktivitas lainnya
yang bisa menjadi berita. Sedangkan teman-teman non-aktivis biasanya menulis
cerpen, puisi, sajak, opini, feuture dan analisa. Alhamdulillah setelah 9 bulan
berdirinya Tebar Suara telah memiliki lebih dari 7 kontributor diluar pengurus
dan redaksional Portal.[28]
Strategi dalam
pendirian Portal Tebar Suara sebenarnya hanya bermodal sedikit pengetahuan dalam
blog dan ilmu jurnalistik. Selain itu hanyalah bermodal bergabung beberapa
groub Facebook untuk berbagi tulisan-tulisan dan berita-berita di Tebar Suara.
Tentu hal ini tidak bisa memenuhi strategi-strategi seperti Tempo yang sempat
melakukan survei pembaca dan sebagai. Ketika dr. Zakir Naik datang ke Malaysia
Tebar Suara berhasil menterjemah bahasa dari media online negeri Jiran kedalam
bahasa berita Indonesia yang mudah untuk di mengerti, dari sinilah Tebar Suara
memiliki pembaca lebih dari 9.000 pembaca. Karena waktu itu media-media
Indonesia tidak ada yang memberitakan masalah itu. Bahkan Tebar Suara lewat
Saiful Bahri[29]
berhasil menyiarkan langsung ceramah dr.Zakir Naik di Malaysia.[30]
Sebelum mendirikan
Tebar Suara kami memerhatikan beberapa hal; pertama,
media kami nantinya adalah media alternatif. Artinya media kami adalah bukan
media arus utama, media kami sebagai pilihan lain untuk menambah data dan
referensi kepada khalayak. Kedua,
memiliki SDM (Sumber Daya Manusia) untuk operasional dan lapangan walaupun
hanya 5 orang. Ketiga, memiliki
massa, hal ini tidak diperhitungkan oleh kru Tebar Suara saat pembentukan.
Sehingga pembaca tidak pernah melebihi angka 10.000 pengunjung. Keempat, Konten berkualitas. Memang saat
ini Tebar Suara belum memiliki kualitas konten yang memadai, padahal menurut
para “master SEO dan Website” kualitas konten adalah nomor satu. Kelima, kemantapan SEO, hal ini juga
tidak dimiliki oleh Tebar Suara. Karena tidak ada staf khusus yang menangani
masalah ini, walaupun ini adalah hal yang penting. Keenam,
kuat media sosial, hal ini banyak media yang tidak kuat di sosial media namun
nyatanya mereka banyak pembaca setia. Ketujuh,
Networking. Saat ini Tebar Suara tergabung dalam jaringan Jurnal News Network.[31]
Ketujuh hal diatas
adalah bagian-bagian penting dari strategi pendirian Portal Tebar Suara.
Mungkin dalam mendirikan media lain ada beda strateginya dengan Tebar Suara,
itu adalah persoalan lain. Namun hakikatnya mendirikan media untuk bisa maju
membutuhkan banyak strategi. Kecuali Portal individual yang hanya sekedar
hobby, senang-senang dan sebagai tempat curhat, ini adalah persoalan yang beda.
Ada banyak personal media juga menerapkan berbagai strategi, karena mereka
bukan hanya sekedar bermedia. Tetapi mencari untung dibalik media tersebut,
bahkan banyak blog yang mengambil tema spesifik sebagai bagian dari strategi
yang mereka terapkan.
Karena semua media yang
didirikan mempunyai tujuan dan kepentingan. Dari tujuan dan kepentingan inilah
muncul ketidak seimbangan informasi. Kasus Ahok terkait surat Al Maidah ayat
51. Media pro Ahok akan mengatakan Ahok tidak salah dan mencari narasumber yang
pro Ahok. Sedangkan media yang kontra Ahok akan membeberkan bahwa Ahok salah
dan dia harus di pencara karena menodai Agama Islam.
Inilah yang membuat Muhajir
Juli[32]
keadaan pers di acehtrend.co 3/2/2016 sebagai berikut;
“Wartawan yang berkerja untuk
memeras pemerintah jika tidak mau barter kerja sama dengan mereka. Didaerah
tertentu bahkan pemerintah yang bayar wartawan atau media sehingga yang
diberitakan yang baik-baik saja. Ada juga yang professional dalam ilmu jurnalisnya
namun mereka yang ditikam dengan money
politik juga akan menulis dengan kata-kata “diduga”, karena kata ini ampuh
digunakan untuk membungkam lawan politiknya.”[33]
Dari fenomena yang
digambarkan Muhajir Juli inilah yang kemudian muncul Good News dan Bad News.
Tugas jurnalistik adalah tugas yang sangat mulia, yaitu menyampaikan berita
gembira dan peringatan kepada masyarakat, layaknya tugas para Nabi dan Rasul.
Dalam hal inilah yang menginpirasikan Naufal Mahfudz memberikan pencerahan
kepada kami mahasiswa untuk menjadi Jurnalisme Profetif. Jurnalisme Profetik
yang gambarkan Direktur SDM & Umum Antara ini pada 18/8/2015, yaitu “paham
Jurnalistik yang mencatat dan melaporkan berita secara akurat, lengkap, jujur,
bertanggung jawab dan memberikan pentujuk dan arahan trasformasi berdasarkan
profetif dan cita-cita Islam.”[34]
Jurnalisme bukan
sekedar pekerjaan, tetapi sebuah jalan hidup di mana orang dituntut untuk
selalu mencari gagasan baru. David Talbot[35]
ketika menanggapi buku The Elements of
Journalism mengatakan bahwa jurnalisme merupakan panggilan masyarakat yang
tinggi. Semua yang terlibat mempunyai kewajiban yang lebih besar kepada audiences daripada tuntutan pasar.
Mereka seolah-olah ditarik oleh suatu kekuatan luar biasa di dalam diri mereka
untuk menjadi khusus sekaligus mengemban kewajiban yang khusus pulu.[36]
Jika kita tarik kepada
media Islam maka dapat kita ketahui sebagai media yang khusus untuk kepentingan
Islam. Dalam memberdayakan dan kemajuan media harus memiliki yang modal atau
paling tidak iklan untuk kelancaran berjalannya media. Kalau hal ini tidak
dipedulikan maka media akan hilang ditelan massa. Tantangan media Islam bukan
saja dari sisi sebagai media alternatif, modal dan iklan. Tetapi media Islam
dicurigai dan bahkan sampai diblokir oleh pemerintah lantaran dengan dalih
penyebaran radikalisme dan terorisme. Hal inilah yang menyebabkan penulis
mengangkat Judul “Strategi Pendirian Media Online” dengan pengalaman dalam
pendirian Portal Tebar Suara Mediana (www.tebarsuara.com).
[1] Asep Saeful
Muhtadi, “Komunikasi Politik Indonesia”,
Bandung: Rosda, 2008, hlm. 146
[2] Ana Nadhya Abrar, “ Analisis
Pers (Teori dan Praktik)” Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2011, hlm. 50
[3] Ibid, hlm. 45
[4] Ignatius Haryanto, “Jurnalisme
Era Digital”, Jakarta: Kompas, 2014, hlm. 57
[5] Amriadi Al Masjidiy, “Kita,
Wartawan dan Media”, www.tebarsuara.com, 20/102016
[6] Asep Saeful Muhtadi merupakan Guru Besar dan juga menjabat Ketua Program Studi Magister
(S2) Komunikasi dan Penyiaran Islam Pascasarjana UIN SGD Bandung.
[7] Asep Saeful Muhtadi, “Komunikasi Politik Indonesia”,hlm. 149
[8] Ibid, hlm 147
[9] Jean Gaddy Wilson merupakan
Owner position the futuere consultant di Washington DC.
[10] Nursalim, “Jurus Jitu Menjadi Kontributor Televisi”, Yogyakarta: Penerbit
Andi, 2013, hlm. 21
[11] Dan Gillmor
merupakan teaching digital media literacy and promoting entrepreneurship at
Arizona State University’s Walter Cronkite School of Journalism and Mass
Communication.
[12] Ibid, hlm. 5
[13] Amriadi Al Masjidiy, “Kita,
Wartawan dan Media”, www.tebarsuara.com, 20/102016
[14] Nursalim, “Jurus Jitu Menjadi Kontributor Televisi”, hlm.1
[15] Amriadi Al Masjidiy, “Kita,
Wartawan dan Media”, www.tebarsuara.com, 20/102016
[16] Asep Syamsul M. Romli, “Jurnalistik
Online”, Bandung: Nuansa Cendekia, 2014, hlm. 30
[17] Situs Web (Website) dalam hal ini termasuk blog personal, dan media sosial
seperti Facebook, Twitter, Youtube, dan lain-lain.
[18] Ibid, hlm. 31
[19] Ibid, hlm. 32
[20] Ibid, hlm. 32-34
[21] Dalam hal ini termasuk kalanngan
citizen journalist dan personal website (Blog)
[22] Ibid, hlm. 41
[23] Pendiri dan CEO tebarsuara.com
dan penggagas Jurnal News Network
[29] Wartawan Tebar Suara di Malaysia,
hari-harinya bekerja sebagai buruh TKI dan ditunjuk sebagai wartawan Tebar
Suara pada Maret 2016 yang lalu untuk peliputan berita di Malaysia.
[30] Dari itu ranking Alexa Tebar
Suara waktu naik draktis dari segi global dan Id, sekarang ranking Alexa tebar
Suara global: 600,449 dan 12, 604 ranking ID.
[31] Ketujuh hal diatas adalah hasil pengamatan statistik
selama menjadi menangani bagian Publikasi di Portal Tebar Suara.
[32] Muhajir Juli merupakan Pemimpin
Redaksi Tabloid Aceh Trend dan Acehtrend.co
[34] Naufal Mahfudz dalam seminar
Jurnalistik di Kampus B Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Muhammad Natsir Jakarta
[35] David Talbot merupakan Pemimpin
Redaksi Salon.com
[36] Luwi Ishwara, “Catatan-Catatan
Jurnalisme Dasar,” Jakarta: Kompas, 2008, hlm. 4
1 comments:
Salam ukhuwah
Post a Comment