Monday, November 7, 2016

Strategi Pendirian Media Online

Image result for media
Strategi Pendirian Media Online
Oleh: Amriadi Al Masjidiy
(Pendiri Tebar Suara Mediana)
Pers memang diakui merupakan salah satu alat demokratisasi yang cukup efektif. Pers menjadi jembatan penghubung kepentingan politik baik vertikal maupun horizontal. Pers juga menghubungkan ntara rakyat dan penguasa. Ukuran demokrasi juga dilihat dari pers suatu negara, Sehingga pers menjadi kekuatan keempat (The fourrth estate) yang tidak bisa diabaikan dalam tantanan sosial politik suatu negara.[1]
Di Indonesia pernah menganut sistem pers pembangunan di masa Orde Baru, dimana pers didorong untuk menyiarkan berita-berita positif tentang pembangunan. Ketika pers menyiarkan berita negatif tentang pembangunan maka siap-siap untuk dikuburkan.[2] Hal ini hampir sama dengan teori pers otoriter, “pers harus menjadi pelayan negara”. Isi semua pers harus bisa mepertanggungjawaban kepada penguasa.[3] Maka tidak heran waktu itu banyak pers yang dibredel akibat berita negatif kepada penguasa. Majalah Editor, Tabloid Detik, Tempo dan lain-lain pada tahun 1982 harus tutup karena dianggap menyinggung pemerintah.[4]
Kebebasan pers di Indonesia dimulai sejak memasuki era Reformasi. Dimana kebabasan ini diatur dalam undang-undang No.40/1999 menyatakan Pers Indonesia bebas menyiarkan informasi apa saja yang menurutnya layak disiarkan. Undang-Undang inilah yang namanya kebebasan arus informasi, dimana setiap publik bebas menyampaikan aspirasi dan menyebarkannya dengan cepat. Anda bagun pagi, bisa langsung mengkritik pemerintah, pelayanan umum dan berbagi pendapat. Kritikan ini bisa langsung disampaikan hanya dalam satu genggaman, yang dikenal dengan gadget. Media sosial telah menumbuh jurnalisme rasa publik dan bahkan media profesional juga sering mengutip hasil kritikus facebookers dan twitters menjadi sebuah berita.[5]
Asep Saeful Muhtadi[6] mengambarkan keadaan pers sekarang sebagai berikut:
“Pada era informasi sekarang ini, baik di negara-negara maju maupun berkembang, media massa tumbuh pesat. Penemuan dan perkembangan teknologi komunikasi massa telah mampu memberikan peluang besar bagi perkembangannya media massa. Karena itu, dunia media kini telah memasuki hampir setiap sektor kehidupan manusia. Media massa menjadi alat penting dalam usaha memenuhi hajat hidup manusia. Untuk kepentingan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama, termasuk untuk kepentingan perang dan damai sekalipun. Apa yang kita kenal dengan istilah Psy-War (Perang urat syaraf), kini tidak lagi dilakukan melalui media konvensional, tetapi berlangsung lewat media massa.”[7]
Hal ini tentu tidak mengejutkan jika hasil penelitian memperlihatkan lebih dari 70% kehidupan msayarakat kita dewasa ini digunakan untuk berinteraksi dengan media seperti, Internet, Televisi, Surat Kabar, Radio, Majalah, buku, jurnal, iklan, dan lain sebagainya, lapangan penelitian tentang efek media semakin mengembang luas.[8] Tidak mengherankan jika dunia Online melahirkan banyak media. Jean Gaddy Wilson[9] mengatakan, “Kehadiran Teknologi digital membuat pasar media menjadi semakin kompetitif”[10]
Perkembangan dunia Internet telah merubah jurnalis rasa yang baru, maka tidak heran jika banyak media ternama di dunia harus berubah ke versi digital. Dan Gilmor[11] mengatakan, “Abad 21 ini, menjadi tantangan berat bagi media massa konvensional atas lahirnya jurnalisme baru yang sangat berbeda dengan jurnalisme terdahulu. Dalam jurnalisme warga siapapun dapat membuat, menyebarkan, bahkan menjadi narasumber, sekaligus mengonsumsi berita dalam bentuk format tulisan, foto, suara, maupun gambar bergerak”.[12]
Jurnalisme gaya baru ini telah memberikan kesempatan kepada warga yang sangat besar untuk menjadi bagian dari wartawan dan media. Kewartawanan warga ini membuat media berkelas membuka rubik Citizen Journalism, dimana dalam rubik khusus ini menayangkan berita dari warga. Lahir juga media-media warga seperti Kompasiana.com dan baru-baru ini lahir aneka media yang dikelola oleh perorangan dan kelompok.[13] Tim Redaksi LP3ES dalam Buku Jurnalisme Liputan6: Antara peristiwa dan ruang publik menegaskan “Dalam jurnalisme, publik bukan lagi merupakan objek, komoditas, atau produk yang dijual kepada para pemasang iklan, tetapi publik memiliki pengaruh untuk menentukan isi berita sesuai dengan kebutuhan.”[14]
Dalam Media warga tersebut bebas menulis dan menyampaikan aspirasi asal tidak merugikan pihak lain. Semua yang kita tulis dimedia sosial pun menjadi hak publik untuk menyebarluaskan dan meminta izin pada pemiliknya hanyalah persoalan etika. Bagi Anda yang suka mengabadikan peristiwa melalui Handphone, Handycam dan yang lainnya, lalu menulis berita apa, kenapa, dimana, bagaimana, kapan, berapa (5w 1h). Maka anda telah melakukan tugas kewartawanan (Jurnalistik). Membagikan ke media sosial seperti Blog, Facebook, Twitter, Youtube dan lain-lain, anda telah melakukan pewartaan (menyampaikan informasi).[15]
Maka dari itu penulis membahas “Strategi Pendirian Media Online”. Media Online (Online Media) disebut juga dengan cybermedia (Media Siber) dan juga disebut dengan internet media (Media Internet). Media Online juga disebut sebagai media baru (new media) yang dapat diartikan sebagai media yang tersaji secara online di situs web (website) Internet.[16] Secara “fisik”, media online adalah media yang berbasis telekomunikasi dan multimedia (Komputer dan Internet). Dalam hal ini, media online seperti Portal, Wabsite[17], Radio Online, TV Online, dan Email.[18]
Berbicara soal media tidak terlepas dari berita, begitu juga dengan media online. Media online berupa berita biasanya berupa media online “murni”  (seperti tebarsauara.com, detik.com dan lain-lain), situs berita berupa “edisi online” dari media cetak layaknya koran, majalah, jurnal dan tabloid (Seperti Republika, Hidayatullah dan lain-lain), media online berita juga bisa berupa hasil dari penyiaran radio (seperti radioaustralia.net.au, rmmw.nl di Indonesia sebut saja Radio Replublik Indonesia-RRI), penyiaran telivisi “edisi online” (seperti CNN.com, Liputan6.com dan lain-lain), ada juga situs media berupa “indek berita” yang hanya memuat link-link berita dari media lain (seperti Google New, Newsnow dan lain-lain).[19]
Jika dilihat dari sisi pemilik (publisher), media online bisa berupa News Organisasi, situs bisnis atau perusahaan, situs pemerintahan, situs komunitas, situs nirlaba dan situs personal (Blog). Dari itu media online bisa didirikan oleh sembarangan orang, sekalipun ia tidak paham jurnalistik dan munilis sekalipun akan bisa dijalankan dengan cara “copy-paste” dari situs media lain.[20] Sehingga kredibilitas dan akurasi berita sering dipertanyakan. Karena semua tulisan atau berita dapat diakses lintas negara sehingga seringga sering terjadi tuntutan hukum. Disilah perlu strategi dalam pendirian dan bermedia di Internet.
Menurut  Cuny Graduate School of Journalism, yang didukung Knight Foundation di http://wwwkcnn.org mencatat 10 langkah utama bagi cyberjournalist[21] supaya terhindar dari masalah hukum, yaitu: Pertama, Periksa dan periksa ulang fakta (Check and recheck). Kedua, jangan menggunakan informasi tanpa sumber yang jelas. Ketiga, perhatikan kaidah hukum dan kode etik jurnalistik. Keempat, pertimbangkan semua pendapat. Kelima, utarakan rahasia secara selktif. Keenam, hati-hati terhadap apa yang diutarakan. Ketujuh, pelajari batas daya ingat. Kedelapan, jangan lakukan pelecehan. Kesembilan, hindari komflik kepentingan dan Kesepuluh, peduli nasehat hukum.[22]
Pendirian media oleh warga (termasuk yang tidak bisa berjurnalis) bisa saja dilakukan dengan kelompok dan individual. Amriadi Al Masjidiy[23] pernah menulis sebuah kisah di Tebar Suara tentang sosok jurnalis asal London, Rachel McTavish namanya. Meskipun perempuan dia jurnalis yang disegani, bekerja sebagai presenter di televisi ITV dan radio ITN. Hebatnya Rachel McTavish dia bisa berkerja meliput tanpa kru, dia melakukan semuanya sendiri. Mulai dari liputan, editing sampai publikasi dilakukan sendiri dari rumahnya di Brimingham City.[24]
Jakob Oetama[25] mengatakan “Pengetahuan umum, sikap kritis, jiwa yang terus mencari dan tidak pernah puas merupakan kompetensi profesional bagi media.”[26] Artinya kita semua memiliki “bibit” untuk menjadi wartawan sekaligus pemilik media yang bebas berkreasi selama tidak melanggar hukum dan etika. Pendirian Tebar Suara juga tidak terlepas dari semangat dan kritis terhadap media yang cenderung mendeskriminasi kaum muslim di Indonesia. Teman-teman dalam pendirian media Tebar Suara hanya sebagian kecil yang mampu untuk berjunalistik, dari itu media Tebar Suara adalah media yang independen dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan. Artinya kami sendiri dalam media tidak terlalu memahami soal kewartawanan dan media, sehingga Portal Tebar Suara Mediana adalah media warga.[27]
Dibalik semua itu, kami di Tebar Suara menyukai dalam mengabadikan peristiwa melalui Handphone, Handycam dan yang lainnya. Sebagian dari kami adalah aktivis mahasiswa atau LSM, dan hal ini bisa menulis kegiatan kampus, pelayanan masyarakat dan aktivitas lainnya yang bisa menjadi berita. Sedangkan teman-teman non-aktivis biasanya menulis cerpen, puisi, sajak, opini, feuture dan analisa. Alhamdulillah setelah 9 bulan berdirinya Tebar Suara telah memiliki lebih dari 7 kontributor diluar pengurus dan redaksional Portal.[28]
Strategi dalam pendirian Portal Tebar Suara sebenarnya hanya bermodal sedikit pengetahuan dalam blog dan ilmu jurnalistik. Selain itu hanyalah bermodal bergabung beberapa groub Facebook untuk berbagi tulisan-tulisan dan berita-berita di Tebar Suara. Tentu hal ini tidak bisa memenuhi strategi-strategi seperti Tempo yang sempat melakukan survei pembaca dan sebagai. Ketika dr. Zakir Naik datang ke Malaysia Tebar Suara berhasil menterjemah bahasa dari media online negeri Jiran kedalam bahasa berita Indonesia yang mudah untuk di mengerti, dari sinilah Tebar Suara memiliki pembaca lebih dari 9.000 pembaca. Karena waktu itu media-media Indonesia tidak ada yang memberitakan masalah itu. Bahkan Tebar Suara lewat Saiful Bahri[29] berhasil menyiarkan langsung ceramah dr.Zakir Naik di Malaysia.[30]
Sebelum mendirikan Tebar Suara kami memerhatikan beberapa hal; pertama, media kami nantinya adalah media alternatif. Artinya media kami adalah bukan media arus utama, media kami sebagai pilihan lain untuk menambah data dan referensi kepada khalayak. Kedua, memiliki SDM (Sumber Daya Manusia) untuk operasional dan lapangan walaupun hanya 5 orang. Ketiga, memiliki massa, hal ini tidak diperhitungkan oleh kru Tebar Suara saat pembentukan. Sehingga pembaca tidak pernah melebihi angka 10.000 pengunjung. Keempat, Konten berkualitas. Memang saat ini Tebar Suara belum memiliki kualitas konten yang memadai, padahal menurut para “master SEO dan Website” kualitas konten adalah nomor satu. Kelima, kemantapan SEO, hal ini juga tidak dimiliki oleh Tebar Suara. Karena tidak ada staf khusus yang menangani masalah ini, walaupun ini adalah hal yang penting.  Keenam, kuat media sosial, hal ini banyak media yang tidak kuat di sosial media namun nyatanya mereka banyak pembaca setia. Ketujuh, Networking. Saat ini Tebar Suara tergabung dalam jaringan Jurnal News Network.[31]
Ketujuh hal diatas adalah bagian-bagian penting dari strategi pendirian Portal Tebar Suara. Mungkin dalam mendirikan media lain ada beda strateginya dengan Tebar Suara, itu adalah persoalan lain. Namun hakikatnya mendirikan media untuk bisa maju membutuhkan banyak strategi. Kecuali Portal individual yang hanya sekedar hobby, senang-senang dan sebagai tempat curhat, ini adalah persoalan yang beda. Ada banyak personal media juga menerapkan berbagai strategi, karena mereka bukan hanya sekedar bermedia. Tetapi mencari untung dibalik media tersebut, bahkan banyak blog yang mengambil tema spesifik sebagai bagian dari strategi yang mereka terapkan.
Karena semua media yang didirikan mempunyai tujuan dan kepentingan. Dari tujuan dan kepentingan inilah muncul ketidak seimbangan informasi. Kasus Ahok terkait surat Al Maidah ayat 51. Media pro Ahok akan mengatakan Ahok tidak salah dan mencari narasumber yang pro Ahok. Sedangkan media yang kontra Ahok akan membeberkan bahwa Ahok salah dan dia harus di pencara karena menodai Agama Islam.
Inilah yang membuat Muhajir Juli[32] keadaan pers di acehtrend.co 3/2/2016 sebagai berikut;
“Wartawan yang berkerja untuk memeras pemerintah jika tidak mau barter kerja sama dengan mereka. Didaerah tertentu bahkan pemerintah yang bayar wartawan atau media sehingga yang diberitakan yang baik-baik saja. Ada juga yang professional dalam ilmu jurnalisnya namun mereka yang ditikam dengan money politik juga akan menulis dengan kata-kata “diduga”, karena kata ini ampuh digunakan untuk membungkam lawan politiknya.”[33]
Dari fenomena yang digambarkan Muhajir Juli inilah yang kemudian muncul Good News dan Bad News. Tugas jurnalistik adalah tugas yang sangat mulia, yaitu menyampaikan berita gembira dan peringatan kepada masyarakat, layaknya tugas para Nabi dan Rasul. Dalam hal inilah yang menginpirasikan Naufal Mahfudz memberikan pencerahan kepada kami mahasiswa untuk menjadi Jurnalisme Profetif. Jurnalisme Profetik yang gambarkan Direktur SDM & Umum Antara ini pada 18/8/2015, yaitu “paham Jurnalistik yang mencatat dan melaporkan berita secara akurat, lengkap, jujur, bertanggung jawab dan memberikan pentujuk dan arahan trasformasi berdasarkan profetif dan cita-cita Islam.”[34]
Jurnalisme bukan sekedar pekerjaan, tetapi sebuah jalan hidup di mana orang dituntut untuk selalu mencari gagasan baru. David Talbot[35] ketika menanggapi buku The Elements of Journalism mengatakan bahwa jurnalisme merupakan panggilan masyarakat yang tinggi. Semua yang terlibat mempunyai kewajiban yang lebih besar kepada audiences daripada tuntutan pasar. Mereka seolah-olah ditarik oleh suatu kekuatan luar biasa di dalam diri mereka untuk menjadi khusus sekaligus mengemban kewajiban yang khusus pulu.[36]
Jika kita tarik kepada media Islam maka dapat kita ketahui sebagai media yang khusus untuk kepentingan Islam. Dalam memberdayakan dan kemajuan media harus memiliki yang modal atau paling tidak iklan untuk kelancaran berjalannya media. Kalau hal ini tidak dipedulikan maka media akan hilang ditelan massa. Tantangan media Islam bukan saja dari sisi sebagai media alternatif, modal dan iklan. Tetapi media Islam dicurigai dan bahkan sampai diblokir oleh pemerintah lantaran dengan dalih penyebaran radikalisme dan terorisme. Hal inilah yang menyebabkan penulis mengangkat Judul “Strategi Pendirian Media Online” dengan pengalaman dalam pendirian Portal Tebar Suara Mediana (www.tebarsuara.com).



[1] Asep Saeful Muhtadi, “Komunikasi Politik Indonesia”, Bandung: Rosda, 2008, hlm. 146
[2] Ana Nadhya Abrar, “ Analisis Pers (Teori dan Praktik)” Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2011, hlm. 50
[3] Ibid, hlm. 45
[4] Ignatius Haryanto, “Jurnalisme Era Digital”, Jakarta: Kompas, 2014, hlm. 57
[5] Amriadi Al Masjidiy, “Kita, Wartawan dan Media”, www.tebarsuara.com, 20/102016
[6] Asep Saeful Muhtadi merupakan Guru Besar dan  juga menjabat Ketua Program Studi Magister (S2) Komunikasi dan Penyiaran Islam Pascasarjana UIN SGD Bandung.
[7] Asep Saeful Muhtadi, “Komunikasi Politik Indonesia”,hlm. 149
[8] Ibid, hlm 147
[9] Jean Gaddy Wilson merupakan Owner position the futuere consultant di Washington DC.
[10] Nursalim, “Jurus Jitu Menjadi Kontributor Televisi”, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2013, hlm. 21
[11] Dan Gillmor merupakan teaching digital media literacy and promoting entrepreneurship at Arizona State University’s Walter Cronkite School of Journalism and Mass Communication.
[12] Ibid, hlm. 5
[13] Amriadi Al Masjidiy, “Kita, Wartawan dan Media”, www.tebarsuara.com, 20/102016
[14] Nursalim, “Jurus Jitu Menjadi Kontributor Televisi”, hlm.1
[15] Amriadi Al Masjidiy, “Kita, Wartawan dan Media”, www.tebarsuara.com, 20/102016
[16] Asep Syamsul M. Romli, “Jurnalistik Online”, Bandung: Nuansa Cendekia, 2014, hlm. 30
[17] Situs Web (Website) dalam hal ini termasuk blog personal, dan media sosial seperti Facebook, Twitter, Youtube, dan lain-lain.
[18] Ibid, hlm. 31
[19] Ibid, hlm. 32
[20] Ibid, hlm. 32-34
[21] Dalam hal ini termasuk kalanngan citizen journalist dan personal website (Blog)
[22] Ibid, hlm. 41
[23] Pendiri dan CEO tebarsuara.com dan penggagas Jurnal News Network
[24] Amriadi Al Masjidiy, “Kita, Wartawan dan Media”, www.tebarsuara.com, 20/102016
[25] Jakop Oetama merupakan pendiri harian kompas yang sampai sekarang menjadi media maistrem
[26] Nursalim, “Jurus Jitu Menjadi Kontributor Televisi”, hlm.11
[27] Diambil dari About Tebar Suara (www.tebarsuara.com) diakses 21/10/16.
[28] Pengalaman dibalik berdirinya tebarsuara.com
[29] Wartawan Tebar Suara di Malaysia, hari-harinya bekerja sebagai buruh TKI dan ditunjuk sebagai wartawan Tebar Suara pada Maret 2016 yang lalu untuk peliputan berita di Malaysia.
[30] Dari itu ranking Alexa Tebar Suara waktu naik draktis dari segi global dan Id, sekarang ranking Alexa tebar Suara global: 600,449 dan 12, 604 ranking ID.
[31] Ketujuh hal diatas adalah hasil pengamatan statistik selama menjadi menangani bagian Publikasi di Portal Tebar Suara.

[32] Muhajir Juli merupakan Pemimpin Redaksi Tabloid Aceh Trend dan Acehtrend.co
[33] Amriadi Al Masjidiy, “Pers yang Tebelengung Kepentingan”, aceHTrend.co, 10/2/16
[34] Naufal Mahfudz dalam seminar Jurnalistik di Kampus B Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Muhammad Natsir Jakarta
[35] David Talbot merupakan Pemimpin Redaksi  Salon.com
[36] Luwi Ishwara, “Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar,” Jakarta: Kompas, 2008, hlm. 4

SHARE THIS

Author:

Penulis merupakan penulis bebas dan juga penggiat blockchain dan Cryptocurrency. Terima Kasih sudah berkunjung ke Blog Saya, bebas copy paste asal mencantumkan sumber sebagaimana mestinya.