Saturday, December 17, 2016

Pers, Manajemen dan Majalah Sahabat


Oleh: Amriadi Al Masjidiy*
(Founder Tebarsuara.com)
Kita telah memasuki era yang namanya arus informasi, dimana setiap publik bebas menyampaikan aspirasi dan menyebarkannya dengan cepat.[1] Kebabasan ini diatur dalam undang-undang No.40/1999, Pers Indonesia bebas menyiarkan informasi apa saja yang menurutnya layak disiarkan. Kebebasan ini tidak berarti kebebasan untuk menghina, memfitnah, dan hal lain sebagainya.
Pers Indonesia sebelum reformasi tidak sebebas sekarang, dimana dimasa Orde Baru (Orba) pers Indonesia menganut teori pers pembangunan. Semua pers didorong untuk menyiarkan berita-berita positif tentang pembangunan. Ketika pers menyiarkan berita negatif tentang pembangunan maka siap-siap untuk dikuburkan.[2] Hal ini hampir sama dengan teori pers otoriter, “pers harus menjadi pelayan negara”. Isi semua pers harus bisa dipertanggungjawabkan kepada penguasa.[3] Maka tidak heran waktu itu banyak pers yang dibredel akibat berita negatif kepada penguasa. Majalah Editor, Tabloid Detik, Tempo dan lain-lain pada tahun 1982 harus tutup karena dianggap menyinggung pemerintah.[4]
Seiring waktu berjalan, pers Indonesia terus berkembang dan terus melahirkan jurnalis yang baru.[5] Asep Saeful Muhtadi[6] mengambarkan keadaan pers sekarang sebagai berikut:
“Pada era informasi sekarang ini, baik di negara-negara maju maupun berkembang, media massa tumbuh pesat. Penemuan dan perkembangan teknologi komunikasi massa telah mampu memberikan peluang besar bagi perkembangannya media massa. Karena itu, dunia media kini telah memasuki hampir setiap sektor kehidupan manusia. Media massa menjadi alat penting dalam usaha memenuhi hajat hidup manusia. Untuk kepentingan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama, termasuk untuk kepentingan perang dan damai sekalipun. Apa yang kita kenal dengan istilah Psy-War (Perang urat syaraf)[7], kini tidak lagi dilakukan melalui media konvensional, tetapi berlangsung lewat media massa.”[8]
Hal ini tentu tidak mengejutkan jika hasil penelitian memperlihatkan lebih dari 70% kehidupan masyarakat kita digunakan untuk berinteraksi dengan media seperti; Internet, Televisi, Surat Kabar, Radio, Majalah, buku, jurnal, iklan, dan lain sebagainya. Lapangan untuk penelitian tentang efek media semakin mengembang luas.[9]
Disinilah yang membuat banyak kalangan untuk memiliki medianya sendiri. Dalam sebuah opini di Tebar Suara (20/10/16), untuk mendirikan media (di era kebebasan pers) tidaklah menyulitkan. Bahkan orang yang tidak mengerti ilmu jurnalistik pun bisa mendirikan media (dengan cara “Copy-Paste”),[10] karena untuk mendirikan media tidak harus memiliki banyak kru yang bertugas, tetapi seseorang yang ahli di bidang teknologi multimedia dan digital bisa menjalankannya.[11]
Sekali lagi untuk membuat suatu media massa tidaklah susah. Akan tetapi, untuk mempertahankan eksistensinya bukanlah perkara yang mudah. Perhitungan modal sampai manajemen redaksional yang baik untuk tetap eksis di dunianya sangat dibutuhkan. Karena setiap media harus selalu menemukan inovasi dalam menyajikan tampilan dan konten secara aktual dan akurat.
 Manajemen adalah suatu proses khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pergerakan dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.[12] Sementara redaksional merupakan sisi ideal penerbitan pers, yang menjalankan visi dan misi, atau idealisme yang mengurus tentang pemberitaan mulai dari peliputan, penulisan, hingga penyuntingan berita.[13] Redaksional juga berarti menyusun kata-kata dalam suatu kalimat sedemikian rupa sehingga menarik untuk dibaca.[14]
Mengambil sampel “Majalah Anak Sahabat”(lebih dikenal dengan nama “Majalah Sahabat” saja) dalam penelitian ini karena majalah anak sudah jarang ditemukan, terutama terkait dengan majalah anak versi Keislaman. Tentu hal ini akan menarik untuk dikaji, bagaimana manajemen redaksionalnya sehingga dapat berdiri dengan kokoh sampai sekarang. Memang banyak media yang fokus dalam dunia anak Islam tutup lantaran satu dan lain hal.[15] Membicarakan masalah berubah versi media cetak ke new media (media baru). Majalah Sahabat sendiri sebelumnya bernama Menaraku.
Jauh sebelum Menaraku yang digagas oleh Imam Suridho[16], sudah ada majalah Sahabat yang sempat berjaya. Namun karena satu dan lain hal, majalah tersebut tutup dalam waktu yang lama. Seiring berjalannya waktu Menaraku berubah menjadi “Majalah Anak Sahabat” melanjutkan estafek majalah lama yang sempat berjaya waktu itu.[17]
            Dari sisi lain Majalah Sahabat adalah majalah anak yang aman, kreatif dan asyik. Hal terpenting Majalah Sahabat memberikan ilmu pengetahuan sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah bagi anak. Hal seperti ini tentunya sudah langka sekarang ini ada majalah anak yang memiliki misi demikian. Dibandingkan dengan Majalah Anak seperti Bobo, Barbie dan lain-lain sudah tentu jauh dari visi misi demikian. Apalagi jika kita bandingkan dengan majalah remaja versi Story, Gadis, Hai dan lain-lain sudah tentu sangat dekat dengan entertaiment dan tidak ada nilai-nilai Keislaman disana. Munculnya Majalah Sahabat bagian dari peperangan antar media. Karena media paling central dalam memegang peranan-peranan yang lainnya. Karena media saat ini sudah menjadi kiblat baru bagi manusia zaman ini.[18]
Media mampu menyihir dan mengubah pola fikir. Dengan media tersebut mereka dapat menyerang kita sampai kedalam rumah tangga. Korbannya adalah, tidak hanya orang tua bahkan anak-anak. Anak-anak merupakan sasaran paling mudah untuk ditaklukan. Hal ini dapat kita ketahui dari berbagai media yang beredar, dan yang paling banyak dikhawatirkan dari dampaknya adalah anak-anak.[19]
Saat ini oplah cetak Majalah Sahabat minimal 2.000 eksemplar[20] dan akan terus bertambah. Hal ini tentu tidak akan bertambah, jika tidak ada manajemen yang baik tentunya. Jika diperhatikan semua edisi Majalah Sahabat yang design/layoutnya menarik, konten yang berkualitas, ditambah lagi dengan iklan daftar agen yang sudah Nasional. Hal inilah yang membuat penulis dalam melihat Majalah Sahabat adalah majalah yang besar, manajemen yang kuat, dan para pengurus sudah ahli dalam bidangnya masing-masing.
Hal lain yang membuat penulis tertarik untuk meneliti Manajemen di Majalah Sahabat setelah menganalisa beberapa Majalah keluaran keluarga besar Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia. Jika kita bandingkan terbit Majalah Man Tazakka dan Mimbar STID Mohammad Natsir serta Buletin Konsisten,[21] justru tidak konsisten dalam penerbitannya. Hal ini dapat kita asumsikan bahwa Majalah Sahabat yang keluar setiap bulannya tentu memiliki manajemen yang lebih profesional dibandingkan dengan yang lain diatas. Berdasarkan hal itulah penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh tentang bagaimana manajemen redaksional di Majalah Sahabat.













Berikut Susunan Redaksi Majalah Sahabat[22]
Rounded Rectangle: Pembina
Rounded Rectangle: Penanggung Jawab Rounded Rectangle: Penasehat Redaksi
Rounded Rectangle: Pemred
 




 







Manajemen sendiri terbagi menjadi dua, yaitu bagian redaksi dan bagian perusahaan. Bagian redaksi membawahi semua kegiatan yang berhubungan dengan produk, yaitu konten. Mulai dari perencanaan peliputan, pencarian berita, pengolahan data, perancangan tampilan (layout). Di dalam sebuah organisasi media, tentu ada yang disebut dengan dewan redaksi. Dimana dewan redaksi tersebut diikat dengan suatu manajemen guna menghasilkan output yang bagus, baik dalam konten media maupun sumber daya manusia itu sendiri. Fungsi utama dari manajemen adalah agar informasi yang disajikan dapat diterima dengan baik oleh khalayak.
Manajemen redaksi yang teratur dan terarah sangatlah penting. Manajemen redaksi sendiri terkait erat dengan proses pembuatan berita hingga berita itu terbit. Tentunya hal ini menyangkut berita mana yang layak dimuat dan mana yang tidak. Suatu peristiwa yang terjadi di lapangan akan dinilai penting atau tidaknya untuk dipublikasikan tergantung bagaimana institusi atau pekerja media melihat peristiwa itu sebagaimana adanya kepentingan atau kekuatan di redaksi.[23]
Manajemen redaksional media pada umumnya terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan. Namun dalam pembahasan ini di fokuskan pada manajemen redaksional penggerakkan (actuating).[24] Dimana dalam Actuating sumber daya manusia dalam organisasi mau dan suka melakukan dan menyelesaikan pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi.[25]


[1] Saya pernah menulis tentang “Kita, Media dan Wartawan”  yang dimuat oleh Tebar Suara (20/10/16), tulisan ini agar masyarakat terinspirasi untuk menjadi bagian dari  pers. Karena jurnalisme warga bebas menyampaikan aspirasinya asal tidak merugikan pihak lain dan atau tidak melanggar hukum. Semua yang ditulis oleh warga di media (termasuk media sosial) sudah menjadi hak publik dengan sendirinya, dan publik berhak menyiarkan atau menyebarkan tulisan itu secara bebas, meminja izin dari pemiliknya hanyalah persoalan etika dan tidak mengurangi haknya sebagai publik.
[2] Ana Nadhya Abrar, “ Analisis Pers (Teori dan Praktik)” Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2011, hlm. 50
[3] Ibid, hlm. 45
[4] Ignatius Haryanto, “Jurnalisme Era Digital”, Jakarta: Kompas, 2014, hlm. 57
[5] Jurnalis baru biasanya dialamatkan kepada cyber media (media online)
[6] Asep Saeful Muhtadi merupakan Guru Besar dan  juga menjabat Ketua Program Studi Magister (S2) Komunikasi dan Penyiaran Islam Pascasarjana UIN SGD Bandung.
[7] Dalam hal ini penulis pernah mengulas tentang “Pers Yang Terbelenggu Kepentingan” yang dimuat oleh Acehtrend.co (10/2/16), dimana disini muncul wartawan yang ambal-ambalan seperti yang dikatakan oleh Muhajir Juli di acehtrend.co 3/2/2016. Wartawan yang berkerja untuk memeras pemerintah jika tidak mau barter kerja sama dengan mereka. Didaerah tertentu bahkan pemerintah yang bayar wartawan atau media, sehingga beritanya yang baik-baik saja. Ada juga yang professional dalam ilmu jurnalisnya, namun mereka ditikam dengan money politik. Ini juga akan menulis dengan kata-kata “diduga”, karena kata ini ampuh digunakan untuk membungkam lawan politiknya. (Lihat selengkapnya: Amriadi Al Masjidiy, Pers Yang Terbelenggu Kepentingan”, www.acehtrend.co, 10/2/16)
[8] Asep Saeful Muhtadi, “Komunikasi Politik Indonesia”,hlm. 149
[9] Ibid, hlm 147
[10] Ketika peristiwa bom London, Inggris 7 Juli 2005 yang lalu. Media ternama yang profesional mengharuskannya mengambil video dari Jeff Jarvis dan Stave Yelvington, dua warga yang paling dekat dengan tempat kejadian dan memuatnya dihalaman blog pribadinya. Video yang banyak berbicara tersebut langsung tersiar dalam televisi BBC. Mana juga wartawan dan kru media yang profesional? Waktu Tsunami di Aceh, seorang warga biasa mengambil sebuah video amatir (namun video itu mengambarkan bagaimana dahsyat Tsunami Aceh 2004 yang lalu) dimana video itu kemudian disiarkan oleh Metro TV dan media nasional lainnya waktu itu. Ini artinya semua kita memiliki kesempatan untuk berjurnalistik.
[11] Masih ingatkah anda sosok jurnalis asal London, Rachel McTavish namanya. Meskipun perempuan dia jurnalis yang disegani, bekerja sebagai presenter di televisi ITV dan radio ITN. Hebatnya Rachel McTavish dia bisa berkerja meliput tanpa kru, dia melakukan semuanya sendiri. Mulai dari liputan, editing sampai publikasi dilakukan sendiri dari rumahnya di Brimingham City. (Amriadi Al Masjidiy, “Kita, Wartawan dan Media”, www.tebarsuara.com, 20/102016)
[12] Malayu S.P. Nasibun, Organisasi Dan Motivasi Dasar Peningkatan Produksifitas, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 1996, hlm.3 
[13] Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005, hlm. 188
[14] Kurniawan Junaedhi, Ensiklopedi Pers Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1991, hlm.228
[15] Salah satu majalah anak yang penulis ketahui tutup adalah Majalah Anak Sholeh.
[16] Pemimpin Redaksi Majalah Anak Sahabat.
[17] Diolah dari cerita Ustadz Imam Suridho, Pemimpin Redaksi Majalah Anak Sahabat.
[18] Profil Majalah Sahabat, di kutip dari htttp://majalahsahabat.blogspot.com di akses 2/11/16
[19] Ibid
[20] Terlepas dari disubsidi oleh Dewan Da’wah atau tidak.
[21] Ketiga media tersebut sering kali terbitnya waktu ada acara/event
[22] Diolah dari data keredaksian Majalah Sahabat disetiap Edisinya.  Dalam ilustrasi susunan redaksi terlihat bahwa Majalah Sahabat Profesional dalam manajemennya.
[23] Rulli Nasrullah, Teori dan Riset Media Siber (Cyber Media), Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014, hlm. 48.
[24] Karena Manajemen Penggerakan tidak membutuhkan banyak kru, tetapi majalah tetap bisa jalan secara profesional. Walaupun  Majalah Sahabat tidak banyak kru dan kantor masih apa adanya,  namun dengan adanya actuating yang baik majalah tidak heran jika majalahnya selama ini berjalan dengan baik.
[25]Syamsir Torang, Organisasi Dan Manajemen; Prilaku, Struktur, Budaya, dan Perubahan Organisasi, hlm. 172-173

SHARE THIS

Author:

Penulis merupakan penulis bebas dan juga penggiat blockchain dan Cryptocurrency. Terima Kasih sudah berkunjung ke Blog Saya, bebas copy paste asal mencantumkan sumber sebagaimana mestinya.

0 comments: