Oleh: Amriadi Al Masjidiy (CEO Tebar Suara)
Al Masjidiy | Disetiap
aku berjumpa denganmu, aku selalu tersenyum kepadamu. Walaupun kamu cuek
aja. Tetapi terkadang aku membuatmu salah tingkah (gr) dengan seyumku itu. Kadang-kadang
aku berbicara sambil terseyum lebay, kepadamu. Sehingga membuat dirimu
yakin kepadaku dan semakin dekat dengan diriku. Bahkan sehari tidak ada diriku,
kamu merasa kehilangan dan kesepian. Ya, itulah caraku dalam memperhatikan
dirimu.
Itulah senyum cintaku kepadamu. Tetapi, ini
hanya intermezzo saja. Dalam membuka tulisan ini. Walau terkadang, itu sering
kita temui di lingkungan kita. Terlepas dari boleh dan tidaknya interaksi
antara lawan jenis.
Pada tahun 2010, aku sedang masih sekolah
di Lhokseumawe -Aceh. Ketika itu ada anak baru yang rambutnya gondrong
dan acak-acaka,. memberikan seyuman persahabatan kepadaku. Aku sudah
berpikiran bahaya akan menghadang, maklum aku adalah siswa paling tidak percaya
diri di sekolah. Namun ternyata anak baru itu adalah teman sejati nantinya. Teman
yang bisa diajak canda dan tawa, senang dan susah. Kekecewaan dan
kekurangan lainnya tertutupi, karena kita saling menghargai satu sama lain.
Ternyata senyum itu begitu manfaat pada
kita. Ia dapat menumbuhkan persahabatan yang kuat, kesatuan yang memadai dan
persatuan antara satu dengan yang lain.
Ketika aku bergabung organisasi, disana
selalu ada intimidasi antara bawahan dan atasan. Tetapi kita harus bersikap
dewasa, selalu santai dan percaya satu sama lain. walaupun terkadang ada teman
yang berbahya, yaitu kawan palsu. Membunuh kita lewat belakang, dengan ditutupi
kemunafikan lewat senyuman yang mengesankan.
Itulah sebabnya seyum itu dapat
mendatangkan banyak kesan dan kawan, sumber keberkahan dan rezeki. Karena
disitu akan ada kepercayaan dan saling membantu antara sesama.
Ketika seorang pedagang yang sopan dan
santun menawarkan barang dan jasa kepada konsumennya, tentu barang itu banyak
yang laku. Karena berkah dari seyuman dan kesopananya. Maka bertapa mewahnya
senyum kesopanan itu. Tidak heran kalau Rasulullah Saw, mengajarkan kita untuk
selalu tersenyum, karena ia bagian dari sedekah.
Ketika aku membuat kesalahan, menyebrang
jalan tidak melihat kiri-kanan. Sehingga seorang pengendara, harus mengerem
tiba-tiba karena diriku. Dia berhenti dan hendak memarahiku. Namun aku
tersenyum dan meminta maaf padanya. Sehingga api kemarahannya terpadamkan dan
menemui perdamaian antara diriku dengannya. Karena itu aku selalu untuk
tersenyum walau itu kelihatan mengerikan.
Saat aku pertama berjumpa dengan
anak-anak ditempat aku mengajar, seperti di Lampung, Jakarta dan tempat
lainnya. Mereka awalnya mengira diriku adalah sosok yang kejam dan menakutkan. Namun
setelah lama bergaul dengan mereka, tentu anggapan awal mereka salah 180
derajat. Akhirnya mereka mengatakan kepada temannya “kakak itu baik lo”.
Sikap itulah yang membuat aku selalu
dalam keceriaan, tetapi terkadang itu palsu. Karena hati tidak pernah bisa
bohong terhadap diri sendiri. Kesedihan dan aneka galau juga mempiriku. Tetapi
karena kebiasaan itu yang membuatku selalu tegar menghadapi cobaan dan ujian
dari yang mahakuasa.
Senyumku juga terkadang salah tingkah,
pada orang yang belum saya kenal. Tetapi seolah-olah sudah mengenalnya. Sehingga
sebagian orang akan mengatakan itu adalah orang gila. Bukan karamahan dan persahabatan
yang kita dapat, tapi caci maki juga kita rasakan. Terlepas dari
intermezzo atau benar-benar terjadi dalam kehidupanku. Namun percayalah bahwa
tersenyum itu bagian dari kedermawanan seseorang yang harus di jaga dan di
lestarikan.[]
0 comments:
Post a Comment